2

9 2 3
                                    

6 Desember 2001,
Pukul 14:00.
Washington DC, Amerika Serikat.

"Apa... Ini nggak mungkin. Kenapa? Kenapa harus mereka?"

Noel tidak bisa berhenti menangis dan bertanya 'kenapa harus mereka?' didalam hatinya. Ia tidak menyentuh sedikitpun komputernya semenjak mendengar berita tentang kecelakaan pesawat itu.

"Pak, anda baik-baik saja?"

Rekan kerja noel membuyarkan lamunannya. Langsung noel menyapu air matanya, dan menarik napas singkat.

"Ya, tak apa-apa,"

"Anda syok mendengar kecelakaan pesawat itu?"

Noel terdiam. Ia mengangguk, sedikit. Kemudian rekan kerjanya itu --- Sam --- mendekat kearah noel.

"Jangan sedih, pak. Saya paham sekali perasaan anda. Putri dan istri anda tidak apa-apa, mereka sekarang bahagia di rumah Tuhan,"

Noel tersenyum mendengar kalimat sam. Ia mencoba mencerna kata-kata sam. Bahwa abigail dan hannah sudah tenang dan bahagia di rumah Tuhan, tidak ada yang perlu ia sesalkan.

"Iya, Sam. Terima kasih,"

Noel sebenarnya tidak begitu ikhlas atas kepergian kedua malaikat hatinya --- ralat, belum bisa mengikhlaskan mereka. Noel merasa menyesal sudah memperbolehkan mereka untuk mengunjunginya di Washington.

'Kalau saja aku melarang kalian pergi ke DC, aku nggak akan merasa sesedih ini', gumam noel.

***

"Ayah, tolong aku..."

"Ayah, aku takut! Pesawat ini akan meledak!"

"Padahal aku ingin menemuimu, ayah..."

Abigail terengah-engah. Berapa kalipun ia mencoba untuk menulikan dirinya, tetap tidak bisa. Suara-suara itu terus menerus menghantui kepalanya.

"Where am i? Bandara Heathrow?"

Orang-orang berlalu-lalang, ada yang sendirian dan ada yang bersama kekasih atau keluarganya. Semuanya sibuk dengan urusannya masing-masing.

'Tetapi, mengapa di bandara? Dan mengapa di bandara Heathrow? Mengapa aku ada disini?' Gumam abigail. Ia melihat-lihat sekitar. Tetapi tidak ada yang peduli, seakan-akan ia tak terlihat.

"... Attention to all passengers with flight number RF-886 to gather at waiting room C within 15 minutes as the plane has arrived..."

Jantung abigail terhenti sesaat, kemudian berdetak kencang dengan kekuatan penuh. Napasnya terengah-engah, seakan tak kuat mendengar pengunguman dari pengeras suara itu.

"Ah, itu pesawatnya, mam!"

Suara itu menusuk telinga abigail. Suara anak perempuan yang ia lihat di foto keluarga noel.

Abigail Hills.

"Ayo, kita naik, nanti terlambat,"

Abigail tidak bisa berkata apa-apa. Dia seperti melihat dirinya sendiri. Abigail yang ia lihat, memiliki fisik yang sama persis dengannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 30, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DecemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang