1

190 12 2
                                    

     Hari itu hari pertama masuk sekolah. Pemerintah tak lagi membiarkan adanya perpeloncoan membuat banyak siswa merasa senang termasuk aku. Hari itu jadi hari paling melelahkan. Kau tahu, bahkan sekian bulan liburan tak cukup membuatku bersemangat bersekolah. Mengenakan seragam baru, aku berjalan memasuki sekolah.

     Dukk!! Aku menoleh ke kananku. Anak perempuan memakai seragam sekolah sama sepertiku terjatuh, merintih kesakitan, kakinya terkilir. Kakak kelas yang menabraknya tadi membantunya berdiri. Aku berlari kecil kearahnya, lalu membantu membawanya ke UKS.

     "Kamu ndak apa-apa?" ucap kakak kelas itu. Garis rahangnya tajam, matanya sipit hampir tak terlihat, tubuhnya tinggi dan tegap, lengannya kekar, sering berolahraga sepertinya. Wajahnya tegas, bisa dibilang menyeramkan sungguh.

     "Sudah kamu istirahat disini saja, maaf ya tadi menabrakmu. Aku ndak sengaja sungguh. Aku terburu-buru." katanya pada anak perempuan tadi, lalu menoleh padaku. "Kamu? Kumpul ke aula. Enak-enakan disini." Raut wajahnya berubah, yang awalnya merasa bersalah berubah tegas lebih seperti marah. Aku mengernyitkan dahiku, menatapnya sedikit ngeri, mencoba berdiri dan berjalan keluar dari UKS. 'Hais, di hari pertama sekolah saja sudah bertemu yang seperti itu.' pikirku malas.

     Hari-hari berlalu cepat. Masa orientasi sekolahku ditutup dengan acara kebersamaan sore hari. Aku duduk di salah satu bangku tidak terlalu depan, tidak terlalu belakang juga. Tempat yang pas untuk melihat penampilan di panggung. Kala itu, aku duduk di sebelah temanku yang kutemui sewaktu masa orientasi kemarin. Ia jatuh hati dengan salah satu kakak kelas. Kak Richo namanya. Sewaktu Kak Richo dan teman-temannya naik ke atas panggung, ia menarik lenganku sambil berkali-kali mengarahkan telunjuknya ke arah kakak kelas itu, menunjukkannya padaku. Seakan-akan Kak Richo terhalang banyak sekali orang sampai aku tak bisa melihatnya. Kak Richo itu terkenal. Pamornya yang bagus membuatnya banyak dikenal dan banyak digilai para kaum hawa, namun tidak denganku. Entah. Kata temanku, aura yang ia miliki menarik hati, namun kurasa tidak. Aku melihat keatas panggung, melihat sosok Kak Richo yang ditunjuk temanku. Ah, biasa saja. Mataku mulai menjelajahi seisi panggung, aku berhenti di satu titik, laki-laki itu menatap kearahku. Aku tak tahu namanya. Itu laki-laki yang tak sengaja bertemu denganku hari itu. Hari pertama masuk sekolah. Tatapan matanya bertemu mataku. Aku bergidik ngeri. Tatapan seperti psikopat. Sungguh aku merutuki diriku yang kurasa telah masuk pada daftar targetnya. Tatapannya datar tanpa senyuman. Aku memalingkan wajahku cepat. Telingaku menangkap bisik-bisik orang didepanku. 'Kak Han itu keren banget ya. Tatapannya tegas tapi keren. Tadi dia liatin aku loh.' Mendengar percakapan mereka, kurasa aku tahu, nama depannya Han. Penampilan mereka baru akan dimulai. Kala itu, kali pertama mereka tertawa bersama, memperlihatkan senyum mereka pada kami semua. Membuat pipi para perempuan bersemu merah, teriakan para perempuan terdengar ke seluruh ruangan namun lagi-lagi tidak denganku yang tak peduli dengan mereka.

     Hari itu hari Jumat minggu pertamaku di sekolah yang baru membuatku berhasil berkenalan dengan beberapa teman kelasku. Kezia namanya. Perempuan itu berhasil kutemukan sewaktu masa orientasi, bukan perempuan yang naksir Kak Richo, ia berbeda. Kezia biasa kupanggil Kei. Pandangannya akan dunia selalu berhasil merubah persepsiku sejauh ini. Perempuan biasa dengan hati yang luar biasa. Aku juga bertemu seorang laki-laki. Jonas namanya. Seperti laki-laki pada umumnya, pintar tapi nakal. Tak sepenuhnya nakal, hatinya lembut dan penyayang. Sangat memperhitungkan masa depan. Sering kelelahan sewaktu di kelas karena malam harinya dia bekerja membantu orang tuanya, tapi dia kuat.

     "Bel, mau ke kantin ndak?" ajak Kei.

     "Ayo deh, mau beli makan. Aku sedang butuh asupan gizi setelah sekian jam pelajaran yang melelahkan." Sepanjang jalan, Kei bercerita tentang sekolahnya dulu. Semua hal yang ditinggalkannya di kotanya dulu. Selesainya membeli makanan, aku dan Kei ingin kembali ke kelas tepat sebelum tubuh kecilku menabrak tubuh tegap milik seorang kakak kelas. Aku mendongakkan kepalaku, menatap matanya yang melihat minumannya membanjiri seragamku. Kak Richo. Ia salah tingkah, panik lalu membawaku ke UKS, meminta baju ganti dan menyuruhku mengganti seragamku yang basah.

     Aku duduk di pinggir kasur. Mengenakan seragam yang dipinjamkan. Laki-laki itu datang lagi. Berdiri dihadapanku.

     "Maaf ya." Tangannya terulur kearahku. Ia tersenyum tipis agak sungkan. Aku menyambut tangannya, tersenyum dan mengangguk tanda aku sudah memaafkannya. "Boleh kenalan?" Matanya bersinar.

     "Bella."

     "Hai, Bella. Aku Richo."

     "Sudah tahu."

     "Siapa yang memberitahu?"

     "Entah. Aku tahu sendiri."

     "Hebat. Aku juga ingin sepertimu."

     "Seperti apa?"

     "Seperti tahu nama orang sebelum berkenalan dengannya."

     "Kenapa ingin?"

     "Supaya aku tahu semua orang."

     "Kenapa ingin tahu?"

     "Ingin tahu saja." Aku mengangguk pelan dan tertawa pelan. Ia tertawa juga menunjukkan senyumnya yang manis. Suasana mencair membentuk atmosfer yang lebih hangat di ruang UKS waktu itu.

     "Richo! Kamu disini?" Seorang laki-laki masuk ke ruang UKS memecah canda. Laki-laki itu lagi.

     "Gimana, Han?"

     "Ada urusan. Kamu ke ruang kepala sekolah dulu."

     "Aku saja kan? Kamu tolong temani dia sampai pergantian jam ya. Jangan berbuat yang macam-macam." Kak Richo berpaling, pergi menjauh meninggalkan aku dengan entah-aku-harus-menyebutnya-siapa. Ia duduk di sebelahku, aku terhentak. Gerakannya tadi berhasil membuatku sedikit bergeser menjauh darinya.

     "Kenapa?" tanyanya tak bersalah dengan wajah datarnya, melihat tepat ke mataku. Aku hanya menggeleng pelan tak berani membalas tatapan matanya. Sepuluh menit sisa pelajaran kuhabiskan berdiam diri dengan yang-kutahu-Han-nama-depannya. Atmosfer ruang UKS seketika menjadi beku sejak ia datang tadi. Entah auranya buruk sekali. Aku benci.

     Teett!! Bel pergantian pelajaran berbunyi. Laki-laki itu berdiri, menatapku sekian detik, lalu pergi meninggalkanku begitu saja. Aneh.

.
.
.
.
Jangan lupa vote dan comment. 

Vote dan comment kalian sangat berarti. :)

Manusia AnehTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang