XIII.

476 10 0
                                    

"bagus, ini sekarang jalannya kemana"

"belok kanan" aku pasrah. Udah ga ada semangat.

Kita mulai masuk ke komplek perumahan, kok jadi masuk sini ya ini kan komplek rumah nenek, aduh otak udah mulai error.

"rumahnya yang mana"

"eh em dua rumah setelah ini" ucapku, ga lama kita udah sampe didepan rumah nenek, berarti aku ga harus ngasih tau apa-apa ke dia.

Sebelum keluar mobil alan narik tangan aku, "gue anterin sampe dalem ya" ucapnya.

"gak usah, lo pulang aja lagian udah malem"

"rumah lo keliatannya ga ada orang, emang pada kemana?"

kepo amat sih ini anak

aku gak menjawabnya dan langsung masuk rumah, dia cuma bisa geleng-geleng kepala dan masuk ke mobilnya lalu pergi, aku masuk rumah beberapa saat setelah mobil alan ga keliatan lagi aku keluar untuk balik ke kosan, badan ku udah gapapa tapi kepala masih pusing shiz.

Pas aku lagi nyari taksi, aku mendapat line dari daffa

Daffa Pramudityo: lo dimana

Adlina Veleria: dirumah nenek, jemput gue dong gue mau balik ke kosan

Daffa Pramudityo: okay, 10 menit lagi gue sampe

Setelah sepuluh menit aku nuggu daffa akhirnya muncul juga, tanpa basa basi aku langsung masuk ke mobilnya.

"lo ngapain malem-malem disini"

"ceritanya panjang"

"well I've got time for that, tell me"

oh tuhan kenapa semua cowok itu nyebelin, kepo, mau tau aja urusan orang.

Aku ceritain masalah hari ini ke dia, alhasil aku ngerasa agak lega. Mungkin ini kali ya enaknya punya sodara, atau sahabat atau cuma sekedar temen yang bisa dengerin curhatan kita.

"oh gitu ceritanya, terus kalo lo ketauan gimana? Lo gak mikir dulu sebelum ngambil keputusan?"

"gue hampir pingsan, otak gue udah mulai ga singkron, gue juga gatau kenapa gue malah nunjukin jalan ke rumah nenek. Hell, gue juga gatau kenapa gue ga cerita aja sama dia, mungkin karena gue gamau identitas gue kebongkar"

"maksudnya?"

"ya maksudnya gue tuh udah banyak boong sama dia, udahlah ga usah diperpanjang, lagian lo sebenernya ada urusan apa sama gue?"

"gue mau ngomong sesuatu sama lo"

"apa?"

"lo harus tinggal sama gue"

"gak mau, terus lo tinggal sama bonyok lo terus mereka nanya-nanya gue segala macem? Enggak deh ya, gue sebenernya udah bahagia sama hidup gue yang sekarang"

"lo bilang bahagia?! Lo ga punya siapa-siapa dlin! Lo ga bisa sharing sama siapa-siapa! Lo gamau bersosialisasi sama dunia luar! Bahagia apanya! Hah!"

"iya gue bahagia! Kenapa ga suka?!"

suaranya langsung melembut seakan dia merasa bersalah, "bukan gitu maksud gue tapi cobalah lo pikir dlin, gue disini sebagai sodara lo cuma ngebantuin lo, dan satu lagi gue tinggal di apartment, keluarga kita ga perlu mesti tau"

"terus kenapa lo ajak gue tinggal bareng lo? Gue bisa jaga diri kok"

"karena gue gamau keluarga tau lo tinggal dikosan, gue gamau lo kenapa-kenapa, lagian kita punya deal kan"

"ya buktinya gue gapapa kan sampe sekarang? Dan deal itu ga berarti buat gue harus jadi tinggal sama lo" dia hanya bisa menghela napas, aku emang orang yang susah diajak berdebat.

"gini deh, kalo lo tinggal sama gue at least lo bisa bilang ke temen cowok lo itu lo tinggal sama sodara lo karena apartmentnya lebih deket ke sekolah, dengan gitu lo ga bohong kan? Ga nambah dosa juga lagian, udah lah percaya sama gue sekali ini aja"

apa yang dia bicarain ada benernya juga sih, dengan kayak gitu keadaan gue sama alan jadi lebih gampang, ga ada yang harus diboongin, hm tapi ya kali gue tinggal sama daffa. Ugh.

"emang apartment lo dimana?"

"deket sama tempat kerja dan sekolah lo, lo ga perlu khawatir lah pokoknya."

"oke tapi dengan satu syarat"

"apa?"

"biaya apartemen dibagi dua"

"apa?! Enggak mau, gila apartemen apartemen gue, terus lo bayar listrik segala macem? Gak"

"ya udah berarti ga deal"

dia sempet diam sebentar, tapi akhirnya dia setuju kalo misal listrik yang bayar dia dan air yang bayar aku. Setelah deal ternyata aku harus pindah malem itu juga, untung besok libur, karena guru ada rapat segala macem aku ga peduli.

Kita masuk ke dalem untuk beres-beresin barangku, barangku ga terlalu banyak, karena aku juga jarang belanja, baju ku ya gitu-gitu aja, bahkan bosku sampe bosen ngeliatnya dan dia mutusin untuk beliin aku baju dari atas sampe bawah, sampe sepatupun dibeliin.

Selama perjalanan menuju apartemen dia, aku hanya menatap kosong jalanan yang ada di bagian kiriku, aku membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya setelah aku tinggal sama daffa. Apakah itu akan membawa dampak positif atau negatif entahlah.

Tapi mulai sekarang aku tau, aku mulai mempercayai dia, daffa, sepupuku sendiri, orang yang gak pernah terpikir oleh ku. ya aku ga percaya kalo aku bisa percaya sama seorang anggota keluarga yang kita baru kenal belum sampai setahun.

Semoga dengan kayak gini ada titik terang yang akan membawaku ke arah dimana orang tuaku yang sebenarnya

---------

Author note:

sorry for uploading it now! I'm totally busy for the last 6 months but i'm back on track and my mood is really good right now so i upload it the new chapter // please give it a vote and i will love you endlessly!

Forbidden LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang