04

43 19 0
                                    


Wanita itu hanya menyeringai dengan wajahnya yang sangat hitam mendekat ke arahku. Tak meninggalkan jejak di antara kami.

Lalu pandanganku pun mulai kabur dan menggelap seketika.

________________________________________

Aku mengerjapkan mataku beberapa kali. Masih terlalu redup dan remang untukku bisa melihat dimana posisiku berada kali ini. Lalu sayup sayup aku mendengar suara yang entah berbicara apa, tetapi aku dapat mendengar samar namaku disebut dalam panggilan itu.

Aku coba mengerjapkan mataku lagi, mencoba sekuat tenaga agar dapat terbangun dan menatap orang yang memanggilku penuh harap.

Namun itu sia sia, aku tak memiliki tenaga lagi bahkan untuk menggerakan jari jariku yang mungil ini. Aku sangat merasa tak berdaya. Entah apa yang terjadi di luar sana, aku bahkan tak ingat waktu yang kuhabiskan dalam kegelapan yang membelengguku seperti ini.

Apa aku mati?

Bahkan aku tak bisa merasakan tubuhku lagi.

Apa disana udara terasa dingin? Atau sedang hangat?

Bahkan sepertinya aku mulai mati rasa.

"Cih, hidupku begitu menyedihkan ya? Bila berakhir seperti ini. Apa papa tau dimana aku sekarang? Atau bahkan keadaanku saat ini? Apa papa sedang memikirkanku?...... Atau malah aku akan bertemu dengan mama?" aku tenggelam dalam pemikiranku sendiri. Menatap ruang kosong yang gelap seperti ini, bahkan aku tak tau apa yang sedang ku tatap sebenarnya. Aku merasa seperti orang buta saja.

Sepertinya aku sudah terlalu lama dalam kegelapan ini. Hingga rasa takut yang kalut mulai menyelimutiku, menyergapku dan menusukku hingga dalam. Aku merasa kehilangan arah. Aku membutuhkan seseorang untuk berada di sisiku, menemaniku, menguatkanku dan berkata seolah semua akan baik baik saja untuk bisa kuhadapi.

Lalu senyum pedihku terasa hangat ketika air mataku mulai mengalir melalui bibirku. Aku teringat seseorang.

"Aku merindukan mama" ucapan itu meluncur begitu saja. Sepertinya aku mulai berpikir untuk berada di samping mama dengan tenang.

Sebelum aku merasakan sesuatu yang mencekal lenganku begitu erat. Sensasi hangat yang kurasa mulai menjalar di telapak lenganku.

"Papa takut sendirian, kembalilah ke sisi papa sheira," suara lirih yang begitu berat dan serak membuat hatiku terasa pedih sekali. Bahkan suara itu lah yang selalu aku rindukan. Suara yang dulu selalu menyemangatiku dan tertawa ketika aku melakukan hal konyol namun enggan untuk memarahiku.

PAPA.

Aku dengan sigap menangkap ucapan itu yang membuat gejolak api semangatku berkobar kembali. "aku harus kuat, demi papa" tekadku telah bulat sekarang.

Aku mencoba mengerjapkan mataku berulangkali, yang sekarang dihadiahi dengan semburat cahaya putih yang membuat mataku silau melihatnya. Lalu ku tatap bayangan yang terbentuk karna membelakangi cahaya itu. Aku tak begitu mengenalinya karna dalam keadaan setengah sadar saat ini.

"Akhirnya kamu siuman nak," suara berat yang bergetar pilu itu sangat familiar untukku. Dengan ekspresi kaget bercampur haru bahagianya mata papa berkaca kaca dan sempat meneteskan air matanya , sebelum papa menggelengkan cepat kepalanya lalu berteriak.

"Dok!! Anak saya sudah siuman!!" segera suara itu memanggil dokter untuk memeriksaku.

"Papa.." kini suaraku yang terdengar begitu lemah.

"Iya nak, papa disini. Jangan banyak bergerak. Dokter akan segera datang memeriksamu. Papa sangat senang kamu siuman sheira..," entah aku terharu dengan perlakuan papa kali ini. Papa mengelus lembut wajahku, serta menatapku lekat lekat. Bahkan sekarang papa menangis dihadapanku. Mengkhawatirkan keadaanku. Sebuah tatapan penyesalan begitu jelas terlihat di matanya. Aku sungguh sangat ingat ekspresi inilah yang aku lihat ketika pemakaman mama dahulu. Papa sungguh merasa terpukul.

I Find YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang