Part 5 BAA

65 7 1
                                    

"Dan kini aku menyadarinya, jika aku tak bisa hidup tanpa kehadirannya."

-unknown-

Happy Reading!

Setelah adegan bertatapan itu, Varein langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain untuk mengurangi gugupnya.

"Kamu Dhefin bisa duduk dengan--Varein, sepertinya bangkunya kosong!" Ucap guru itu, sedangkan Varein nampak tak terima dengan peryataan dari gurunya pun mengarahkan pandangan ke depan.

"Lho bu, ini saya sebangku dengan Keyra, sedangkan Keyra hari ini gak masuk. Jadi gak bisa dong bu, dia duduk sebangku dengan saya!" Ucap Varein sarkastik.

"Karena kamu cukup pintar di kelas ini, jadi saya memilih kamu untuk jadi teman sebangkunya. Soal Keyra nanti bisa saya atur!" Ucap gurunya dengan nada yang tegas.

"Tapi bu sa--,"

"Dhefin silahkan duduk," ucap guru itu sambil memotong ucapan Varein yang belum selesai, sebelum kembali memulai pembelajaran hari ini.

---

Keadaan untuk mendeskripsikan satu bangku ini adalah satu kata yaitu awkward. Padahal di jam ketiga ini guru yang mengajarnya berhalangan hadir dan kabar baiknya tak ada tugas sama sekali. Suasana kelas bahkan sudah ramai sekali. Berbeda dengan dua orang yang duduk sebangku ini. Sang perempuan sibuk dengan novel fantasy seperti biasa, dan sang laki-laki sibuk mendengarkan musik sesekali ia menoleh kesamping untuk melihat teman sebangkunya yang sedari tadi diam tak berbicara, padahal beberapa teman sekelasnya yang baru sudah meminta berkenalan dengannya. Dia tak pernah membayangkan kalau kejadian beberapa tahun yang lalu membuat mereka seperti ini, lalu ia berniat untuk memulai pembicaraan mereka.

"Vaa," desisnya pelan.

Pertama, ia tak menoleh. Oke tak apa.

"Vaa,"

Kedua, juga tak menoleh. Sedikit menjengkelkan.

"Vaa,"

Ketiga, masih tak ada sahutan, duh bagaimana???

"Vaa, are you oke?" Tanyanya sambil memegang pelan lengan Varein.

Dan sesaat ketika Varein menoleh, matanya kembali terkunci untuk tak mengalihkan. Tatapannya seperti tatapan kerinduan. Sampai akhirnya Dhefin kembali bertanya.

"Vaa, emmm... Gimana kabar lo?" Tanyanya pelan. Sambil mengusap tengkuknya.

"As you see," jawab Varein. Kemudian Varein mengalihkan pandangannya ke arah novelnya kembali.

Kemudian merasa tak ada bahan pembicaraan lagi, Dhefin pun mengalihkan pandangannya meskipun di hatinya masih ada yang terasa ganjal.

Hingga bel istirahat pun, keadaan ini masih bertahan, keadaan kelas pun sudah sepi hanya ada beberapa anak yang rajin atau malas ke kantin yang masih berada di kelas. Dhefin sudah diajak untuk ke kantin oleh teman-temannya yang baru akan tetapi ia terlihat mempertahankan posisi duduknya untuk tak bergerak. Sedangkan Varein terlihat kesal, wajahnya menekuk dibalik novelnya. Ia berharap agar Dhefin segera ke kantin akan tetapi sedari tadi Dhefin terlihat enggan untuk bangkit dari posisi duduknya. Tempat duduknya yang berada di samping tembok membuatnya tak bisa berkutik. Ingin bilang, tapi gengsinya tinggi. Sampai datanglah Revin yang dapat menyelamatkannya dari suasana canggung ini.

"Vara, gak ke---kantin?" Ucap Revin yang tiba-tiba muncul dari pintu kelas dan terkaget melihat siapa yang duduk disebelah Varein tapi ia kembali menormalkan wajahnya lagi, berpura-pura tak mengenal Dhefin. Revin tau siapa itu Dhefin tapi hanya sedikit yang ia tau karena Varein yang tak terlalu terbuka padanya. Varein terlihat ingin menyembunyikan semuanya dari mereka semua termasuk perasaannya.

"Emm---gue lagi mager Rev, sorry ya! Lain kali aja deh," jawab Varein sambil menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal.

"Lo mau gue beliin apaan di kantin?"

"Ga usah deh Rev, gue masih kenyang kok!" Jawab Varein.

"Kalau gitu gue ke kantin duluan ya Var, nanti kalau lo mau titip, chat aja!" Setelah ia mengatakan itu kemudian ia melangkahkan kakinya keluar ke kelas itu, dia tak menyangka saingan terbesarnya untuk mendapatkan Varein kini kembali lagi.

Kenapa harus ada dia.

---

Bel pulang sekolah adalah salah satu kebahagiaan dari sekian kebanyakan murid yang berada di sekolah ini. Bel pulang sekolah itu seperti menunggu pekanya doi yang akan terasa lama jika kita terlalu berharap, tapi tak kunjung-kunjung juga. Sebagian murid akan sangat bahagia jika bel pulang sekolah berbunyi karena bagi mereka penderitaannya sudah selesai. Tapi bagi sebagian juga ada yang sedih karena masih ingin belama-lama untuk melihat doi, harus berakhir karena bel pulang sekolah.

Sama halnya dengan Varein, ia mendesah lega karena pada akhirnya dua penderitaannya berakhir. Yang pertama, karena pelajaran sekolah. Dan yang kedua adalah berada di dekat Dhefin, berada di dekat Dhefin tak baik untuk kesehatan jantungnya karena ia harus bisa mengontrol hatinya untuk melakukan hal yang tidak-tidak, seperti memeluk misalnya karena sudah terlalu rindu setelah beberapa tahun tak bertemu. Akan tetapi disaat semua teman sekelasnya sudah beranjak dari tempat duduk mereka masing- masing untuk meninggalkan kelas mereka, hingga keadaan kelas sudah sepi menyisakan kedua manusia berbeda gender tersebut. Dhefin sepertinya enggan untuk meninggalkan tempat duduknya, sedangkan Varein terlihat gengsi untuk melewati tempat duduk Dhefin.

"Vaa, kita butuh bicara. Gak selamanya kita bakal diem-dieman kayak gini kan. Bisa gak turunin dikit ego lo, kita udah gak anak kecil lagi. Kita udah dewasa Vaa, jadi masalah itu diselesain bukan malah jadi diem-dieman kayak gini," jeda sejenak sebelum Dhefin melanjutkan kembali perkataannya. "Jadi hari ini kita selesain semua masalah kita," ucapnya sambil pandangan mengarah ke Varein.

"Apa yang mau dibicarain Fin, semua udah berakhir sejak lo mutusin hubungan kita, oh gue lupa udah gak ada kata kita sejak saat itu adanya cuma lo dan gue." Ucap Varein dengan nada yang sinis. Ia sedang berharap saat ini semoga dia tak menangis dihadapan Dhefin.

"Vaa, dengerin gue! Gue udah kasih lo waktu selama 3 tahun, apa waktu itu belum cukup buat nenangin hati lo? Gue waktu itu gak pernah ada niat sedikitpun buat nyakitin orang yang gue sayang! Dan waktu itu elo orang yang gue sayang!" Sambil menaruh kedua tangannya di kedua bahu Varein.

Dan sayangnya itu kurang cukup fin, kalau perlu lo gak usah kembali.

"Gak Fin, sekarang semua udah beda." Ucap Varein dengan mencoba menahan air matanya yang mendesak ingin keluar. Kemudian ia bangkit dari tempat duduknya dan mulai berjalan keluar  melewati tempat duduk Dhefin. Akan tetapi Dhefin tak membiarkannya pergi begitu saja ia lalu mencekal pergelangan tangan Varein.

"Vaa, semuanya bisa diperbaiki. Gak gini caranya nyelesain masalah." Ucap Dhefin dengan tangannya yang masih mencekal tangan Varein.

"Apaan sih Fin, gue mau pulang. Lepasin tangan gue!" Ucap Varein dengan mencoba melepaskan diri dari Dhefin.

Kemudian Dhefin melepaskan cekalannya pada tangan Varein, namun sebelum Varein meloloskan diri kembali dia kemudian meraih Varein lalu merengkuh tubuhnya sangat erat seakan takut kehilangannya. Sedangkan yang dipeluk tubuhnya menegang merasakan pelukan yang selama ini ia suka, pelukannya bahkan masih hangat seperti dulu saat ia terakhir memeluknya.

Sedangkan di pintu kelas terdapat seseorang yang menatap mereka dengan cemburu. Dia mengepalkan kedua tangannya erat seakan melampiaskan amarahnya.

Sial.

Tbc.

Vomentnya jangan lupa..
Sorry kalau updatenya lama, soalnya di sekolah lagi banyak tugas..
Cek typo gaess...

Biru Abu-abuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang