LDR? We're The Winner

19 6 0
                                    

    
      Kita adalah satu mimpi yang terpisah.

                            💐💐💐

Indah dengan lantunan musik pop yang anggun, lebih tepatnya membuatku nyaman mendengarnya. Lirik yang menyentuh disetiap kata-katanya. Mengingat kejadian lampau yang membuatku harus tegar, membuatku paham bahwa perasaan itu haruslah peka terhadap apapun.

Ketika luka harus berpadu padan dengan kekerasan.

Ketika tangis berteriak kepada malam.

Di saat kau menyudahi semuanya, apakah kau tidak memikirkan satu hal yang lain? Percuma mengingatnya sudah tidak penting lagi bagimu.

Perlahan aku harus bangkit, hanya tersisa air mata. Apa kenangan? Telah ku buang jauh-jauh memori itu.

Aku mampu bangkit sekarang. Aku mampu menuntaskannya, iya. Tanpa dirimu. Tak ada gunanya. Bodoh, sungguh sangat bodoh.

Kulewati semua waktuku dengan kesibukan, datang kembali, pulang dan pergi. Hingga tepat aku benar-benar menghapusmu di sini. Ada seseorang yang mengetuk kerasnya batu yang menutupi dirimu. Menyapa manis namaku. Meskipun tidak bertatap langsung.

Jariku terus mengetik huruf membentuk kata perkenalan. Sejam, dua jam, hingga berminggu-minggu kita berbincang. Tidak, kita tidak pernah bertemu. Bertatap langsung, sungguh sekalipun tak pernah.

Tanpa aku sadari. Dirinya mengungkapkan segala keluh kesahnya. Mungkin hal itu membuatnya lega. Aku tertawa membacanya. Pagi sepoi, angin pagi nan sejuk yang menusuk kulitku perlahan. Tiba-tiba membuat hatiku bergedup kencang. Tentu tidak, aku tidak menemuinya. Hanya melalui komunikasi.

   "A.. a.. aku menyukaimu. Ke tingkat lebih tinggi. Apa kau ingin itu?"

Ya, begitulah dia mengungkapkannya. Sederhana tetapi cukup membuatku kagum akan dirinya. Humoris, pandai bergaul, peduli, dan ya. Kisah anak remaja. Tertawa geli saat itu diriku.

Aku sedikit mengerjai dirinya. Seakan menolak tetapi hati ini mengiyakan keinginannya. Saat kuucapkan "iya aku inginkan itu," senyum sumringah yang dirinya tunjukkan kepadaku. Meskipun aku tak bisa melihatnya. Tetapi, jiwaku mengerti bahwa dia bahagia.

Selangkah, manis sekali. Dua langkah, tetap manis bersamanya. Tiga langkah, manis meskipun terkadang masam itu muncul. Empat langkah, tak pernah kita melupakan hal itu meskipun kecil. Lima langkah, di antara kita mungkin sudah mulai ada keretakan.

Aku mulai mengatakan itu, ingin menyudahi semuanya. Tapi aku tak mampu. Hingga akhirnya, aku mengurungkan niatku. Dirinya tak ingin aku pergi. Bagaimana tidak? Kita berusaha saling mengingatkan sebuah janji yang terikat satu sama lain.

"Hey, ingat 9 tahun lagi. Apa kau tak inginkan itu? Kuharap kau mampu bertahan denganku di sini. Ingatkah bahwa kesetiaan itu sakral untuk kita."

Untuk menepis kalimat itu aku tak bisa. Menatap wajahnya secara langsung pada saat itu. Segera kututup kedua mataku. Menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku. Aku tidak mampu. Aku sayang. Iya aku menyayanginya.

Sampai saat ini kuingat selalu kalimat itu. Kemana-mana ada namanya dan kalimat itu. Mengertilah bila kita percaya satu sama lain. Hati tidak akan pernah goyah untuk terus bertahan.

Teruntuk kamu pemilik harapanku.

R.I

SharingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang