Sakura berdecak sebal. Dengan sangat terpaksa, ia menghentikan acara jalan cepatnya. Ia berjalan ke pinggir, merapat pada tembok yang ada di belakangnya.
Tasnya terus menyalurkan getaran yang mengganggu, karena itulah Sakura harus mengobrak-abrik isi tasnya agar suara berisik itu dapat dihentikan. Begitu tangannya meraih benda persegi panjang itu, ia menghembuskan napas.
Getaran berisik itu sudah berhenti. Akibatnya muncul satu notifikasi baru pada layar ponselnya.
Satu panggilan tak terjawab dari Ibu.
Sedetik kemudian, ponselnya kembali bergetar. Kali ini tidak terlalu heboh, hanya bergetar beberapa kali saja. Satu notifikasi baru kembali muncul.
Satu pesan baru dari Ibu.
Tidak mau diterror lebih jauh lagi, Sakura memutuskan untuk menghubungi Ibunya. Dengan cekatan ia menekan kombinasi nomor telepon Ibunya lalu menekan tombol hijau di sana. Lalu, ia menempelkan ponsel itu ke telinga kanannya.
"Halo? Ada apa, Bu?" Sakura bertanya to the point begitu teleponnya tersambung. Berkat pertanyaan dengan nada ketus itu, satu decakan sebal terdengar dari seberang sana.
"Ibu hanya mengingatkanmu! Jangan pulang terlambat!"
Sakura mendengus. "Aku tidak akan keluyuran, Bu! Lagipula aku bukan anak kecil pelupa yang harus selalu diingatkan tentang segala hal!"
Sakura menjawab sambil kembali melangkah. Ia berjalan lurus, menuju halte bus yang berjarak beberapa meter dari tempatnya berdiri.
"Cih! Tidak usah bicara sok seperti itu! Kau saja selalu lupa memasukkan pakaian kotor ke tempatnya. Bahkan dalamanmu selalu tertinggal di kamar mandi. Kau juga-"
"IBU!!!"
Sakura berteriak lantang dengan suara cemprengnya. Otomatis, semua orang yang ada di halte dan sekitarnya memandangnya dengan berbagai tatapan. Yang lebih dominan adalah tatapan aneh.
Tersadar akan kelakuannya, Sakura segera menundukkan kepalanya beberapa kali sambil menggumamkan kata maaf. Beruntungnya, perhatian mereka teralihkan pada bus yang sudah berhenti tepat di samping halte.
Berbondong-bondong orang masuk ke dalam sana melalui barisan yang rapi. Sakura adalah orang terakhir yang masuk sehingga ia harus berdiri karena semua kursi telah penuh.
"Aku sudah di dalam bus." Sakura bergumam super pelan.
Suara decakan sebal kembali terdengar. "Kenapa kau berbisik seperti itu? Kemana suaramu yang super lantang itu?" Ibunya menjawab dengan nada sarkas.
Sakura menarik napas kemudian menghembuskannya pelan-pelan, berusaha meredakan panas yang memenuhi dada dan ubun-ubunnya.
"Di sini sangat ramai. Suara Ibu tidak kedengaran. Aku tutup ya, Bu? Dadah Ibu!"
Tanpa mendengar balasan dari Ibunya, Sakura memutuskan sambungan telepon itu secara sepihak. Ia memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas lalu menghembuskan napas.
"Ini akan melelahkan." Gumam Sakura saat melihat betapa macetnya jalan raya saat ini. Mobil dan motor berdempet, berusaha saling mendahului satu sama lain.
Tepat setelah empat puluh lima menit ia berdiri di dalam bus, ia bisa bernapas lega. Pasalnya, halte tujuannya sudah di depan mata. Buru-buru ia turun setelah membayar ongkosnya.
Perjalanan menuju rumahnya masih harus diteruskan dengan berjalan kaki. Berjalan kaki sepuluh menit bukanlah masalah. Hanya saja, hari ini Sakura lelah. Tapi tetap saja, ia harus berjalan. Lagipula siapa yang mau mengantarnya ke rumah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Super Wife Sakura
FanfictionHaruno Sakura memang berwajah manis. Badannya mungil dan kulitnya putih. Sayangnya, ia dianugerahi mood yang cepat berubah dan tempramen yang turun-naik seperti jungkat-jungkit. Uchiha Itachi adalah pria mapan plus wajah rupawan dengan kepribadian h...