Sepuluh

17.2K 813 34
                                    

Bilang sama Nanda kalau ini cuma mimpi! Atau hanya delusi matanya saja. Nanda mengerjapkan matanya sebanyak mungkin, berharap apa yang dilihatnya, hanyalah bayangan semu. Namun, sebanyak apapun Nanda berkedip, apa yang dilihat matanya tetap sama. Tidak ada yang berubah.

Nanda mengeluh dalam hati. "Ini ujian, harus kuat."

Ini benar-benar di luar dugaan. Apa dosa dan kesalahan Nanda ya Allah, sehingga Engkau menguji hamba dengan ujian yang tak sanggup Nanda jalani.

"Dosamu banyak, Nan!" Bagian hati kecil Nanda mengingatkan.

Kalau sudah begini, yang dapat Nanda terima hanyalah ikhlas. Kuatkan iman dan hati.

"Ayo! Nan, kita kesana menemui suami kamu," Sharen yang berada di sebelah Nanda mengingatkan. Bukan apa-apa, sedari tadi Nanda hanya berdiam diri tanpa mau menemui suaminya. Apa saking terpesonanya, Nanda sampai bertransformasi menjadi patung?

"Bentar, aku nenangin diri dan hati dulu." Nanda menghirup napas sebanyak-banyaknya. Seakan bila nanti Nanda menemui suaminya tidak akan kehabisan napas. Jadi, Nanda menyiapkan stok cadangan oksigen buat jaga-jaga. Siapa tahu nanti Nanda kenapa-napa, 'kan bahaya.

Ini sudah hampir lima menit mereka bertiga berdiri di ambang pintu yang menghubungkan antara ruang tengah dengan ruang depan yang menjadi acara sakral tadi berlangsung. Selama itu juga, yang dilakukan Nanda hanya menghirup oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida.

Di sampingnya, Anggi dan Sharen berbisik-bisik akan tingkah aneh yang dilakukan Nanda. Mereka beranggapan, Nanda terlalu gugup untuk bertemu dengan suaminya. Jadi, yang dilakukan Nanda hampir lima menit itu adalah untuk menhilangkan rasa gugupnya. Semoga saja Nanda berhasil.

"Nanda mau sampai kapan sih di sini? Apa kamu nggak mau nemuin suamimu," ucap Anggi.

"Aku nggak jadi deh!"

"Nggak jadi apa sih? Jangan ngelakuin yang aneh-aneh ah!" Sharen menahan tangan Nanda yang akan pergi ke belakang.

"Aku nggak sanggup. Coba kalau kalian tuker posisi sama aku, kalian juga pasti nggak bakalan sanggup merasakan apa yang aku rasa."

"Jelaslah, Nan! Kalau aku jadi kamu juga, aku pasti nggak bakalan sanggup melewati ini semua. Cobaan ini begitu berat," kata Anggi seakan bisa merasakan apa yang Nanda rasakan.

Sharen selaku manusia yang masih waras, menarik tangan Nanda agar ikut bersamanya menemui suami Nanda. Saat Nanda hendak berontak, dia sudah berada tepat di depan orang tua dan suaminya.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang Ya Allah," batinya histeris.

"Assalamu'alaikum, Mas Herman," ucapnya spontan. Nanda mengulurkan tangannya, orang itu--yang Nanda anggap suaminya--menerima uluran tangan Nanda. Nanda hanya meletakkan tangan itu di keningnya, tidak berani untuk mencium punggung tangan lelaki itu. Bahkan, Nanda juga tidak berani bertatap muka langsung. Jadi, yang dilakukan Nanda hanya menunduk.

Nanda sedih, tentu saja! Tidak diduga ternyata orang yang menikahinya adalah dosen yang mengajar di kampusnya. Pak Herman, begitu, biasa dipanggilnya, memang seorang duda beranak dua. Usia anaknya bahkan tidak jauh beda dengan Nanda. Masa Nanda punya anak tiri yang seumuran dengannya? Kan lucu, nanti dikira Nanda juga anaknya Pak Herman lagi.

Inikah yang namanya jodoh datang tanpa diduga? Pas datang hampir saja membuat Nanda serangan jantung mendadak. Gimana nggak syok, Pak Herman ini usianya lebih tua daripada Ayahnya. Gimana tanggapan teman-temannya nanti di kampus, jika tahu istri barunya Pak Herman adalah Nanda? Bisa gempar seantero kampus. Lalu, nasib Nanda ke depannya akan seperti apa?

Khitbah Cinta √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang