"Harap tenang, anak-anak,"Ah, ini tempat segala buku berada, di sebuah tempat kecil, kira-kira setinggi enam meter, berbentuk segitiga siku-siku sama kaki, dengan alasnya sepuluh meter dan kedua sisi lainnya delapan meter.
Jadi, bukan volume ruang yang kita bicarakan.
Gadis itu, ya, yang berdiri di depan rak novel fiksi.
Sembari dia menggeledah isi rak buku itu, ia memencet-mencet ujung tombol bolpoin merah mudanya.
"Ctik, ctik, ctik, ctik,"
"Ctik, ctik, ctik, ctik,"
"Ctik, ctik, ctik, ctik,"
"Aduh, mbak, mohon tenang, ya," ujar ibu penjaga.
Tanpa berkata apa-apa, gadis itu terdiam sejenak, lalu menutup keras rak buku itu. Hantaman langkahnya berdentang sembari ia keluar.
Semua hening, semakin hening.
***
"Eh, Don, dia kenapa, sih?"
"Nggak tahu, serem,"
Sejak jam setengah tujuh tadi, sampai jam makan siang ini, gadis itu, ehm, Alicia, selalu duduk di bangkunya, persis siput dengan rumahnya. Ada apa gerangan?
"Ehm, halo, boleh aku menemanimu makan siang? Di sini?" ujar seorang gadis menemuinya.
Gadis itu menghentikan makannya sejenak. Ia terdiam, sembari menggerakkan kepalanya ke atas dan ke bawah, pertanda pengiyaan.
"Ah, terima kasih!"
Segera ia duduk di sebelahnya, dan membuka kotak bekalnya.
"Wah! Ravioli! Kamu bawa apa?"
"Bruschetta,"
Singkat, padat, jelas.
"Wahh, sudah lama aku ngga makan Bruschetta! Incipp dongg! Nanti kamu juga incip Ravioli-ku, dehh!" candanya panjang lebar.
Meregang senyuman tipis di bibirnya, memberi secercah kebahagiaan. Sedikit ia singkirkan rambut yang menutupi dahinya.
"Iya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
bello
General FictionDia, yang hidup dengan gelap, ingin menghilangkan segala keakromatikan dalam ingatannya.