Kim Myungsoo. Myungsoo tampak elegan dengan pakaian yang biasa ia kenakan, jaket kulit dengan kerah yang ditegakkan. Cahaya bulan menerangi tubuh Myungsoo yang setengah berbalik membelakanginya. Tubuhnya merunduk ke arah sesuatu yang tergolek di atas kedua tangannya.
Tunggu, bukankah itu tupai?!
Dua tupai lainnya tergeletak bagaikan sapu tangan di dekat kaki Myungsoo. Kondisi sepasang tupai malang itu tampak mengerikan dengan bagian perut mereka yang terkoyak.
Area sekitar mulut Myungsoo berlumuran cairan merah yang diyakini Jiyeon sebagai darah ketiga tupai itu. Merah. Kontras sekali dengan kulit tubuhnya yang putih pucat.
"Oh Tuhan... tidak..." Jiyeon tergagap. Ia mundur beberapa langkah, hampir tak menyadari apa yang dilakukannya. Otaknya tidak dapat menangani semua kengerian ini, pikirannya panik dan tubuhnya sukses menegang.
"Andwae..." Jiyeon hanya mengulang-ulang kata-katanya tadi.
"Jiyeon!"
Hal yang paling mengerikan dari apa pun adalah melihat ekspresi liar pada wajah Myungsoo. Ekspresi itu berubah menjadi ekspresi terkejut dan putus asa. "Jiyeon, kumohon jangan..."
"Andwae!" Jeritan itu tercekat di tenggorokannya. Ia mundur lagi dan tersandung saat Myungsoo mendekat ke arahnya. "Tidak!"
"Jiyeon... hati-hati..." mata Myungsoo yang sekarang berwarna merah seperti mengejarnya.
Jiyeon jatuh terjerembab ke belakang saat melangkah mundur lagi. Refleks, tangan kanannya terjulur untuk meraih apa pun yang bisa digapainya.
Dengan sigap, Myungsoo memegangnya.
"Jangan sentuh aku!" isak Jiyeon sambil menyentakkan tangan pria itu. Kemudian ia menjerit keras saat gerakannya itu membuat punggungnya membentur pagar besi. Besi itu sudah terpasang selama hampir setengah abad dan telah berkarat di mana-mana.
Kepanikan Jiyeon membuat bobotnya semakin menekan. Detik berikutnya, ia mendengar derak patah logam kayu bercampur teriakannya sendiri. Tidak ada apa pun di belakangnya untuk menahan tubuhnya.
"Aaahh!"
Jiyeon terjatuh, tetapi bayangan tubuh remuk secara mengenaskan itu tidak pernah terjadi.
Segera saja ada sepasang lengan merengkuhnya, menahan tubuhnya seolah bobotnya seringan kapas. Jiyeon jatuh tepat di atas lengan penyelamat itu.
Selama beberapa saat, suasana hening.
Lagi-lagi Jiyeon tidak percaya. Ia jatuh dari atap lantai tiga dan dirinya masih hidup, bahkan tanpa luka sedikit pun. Perlahan, Jiyeon memberanikan diri untuk mendongak dan menatap wajah sang penyelamat.
Myungsoo. Jiyeon tak bisa bereaksi apa-apa lagi. Ia hanya menatap Myungsoo dengan tatapan takjub. Rasanya konyol memikirkan Myungsoo buru-buru menuruni tangga sampai ke halaman untuk menangkapnya. Mustahil kecepatan pria itu menuruni tangga lebih kilat dibandingkan gravitasi yang membuatnya jatuh. Namun, tentu saja, Myungsoo bahkan tidak menggunakan tangga.
Ada semacam kesedihan, kegetiran, dan kebencian pada diri sendiri terpancar dari mata Myungsoo. Jiyeon tak tahan lagi melihatnya. "Myungsoo?" bisiknya memanggil sang kekasih. Jiyeon mendapati mata Myungsoo yang tak lagi merah dan mulutnya yang sudah bersih dari sisa-sisa darah.
Pria itu masih menggendong Jiyeon saat berjalan ke arah bangunan yang selama beberapa hari belakangan ini menjadi markasnya. "Masuklah," ujar Myungsoo pelan sembari menurunkan tubuh gadis itu.
YOU ARE READING
The Signs and The Truth
Fanfiction[Book 2 of Vampire Series] This book is all about the beautiful lies and painful truth. She has to find the truth about him, about them, and also about herself. "Aku harus mengetahuinya. Aku berhak mengetahui kebenarannya." -Park Jiyeon "Setelah in...