Part 4

324 61 46
                                        

Jiyeon terbangun dengan posisi duduk sambil berteriak kencang. Dadanya naik turun, napasnya terengah, dan keringat dingin bercucuran. Ia mencoba menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya. Mengapa ia terus-terusan mendapat mimpi buruk? Jika dipikir-pikir, Jiyeon mulai bermimpi buruk seperti ini setelah ia mengetahui identitas asli keluarga Kim. Apakah benar karena itu?

Dengan tangan yang masih gemetar, Jiyeon meraih gelas air putih yang berada di nakas kirinya. Detik itu juga tubuhnya kembali menegang.

Kim Myungsoo.

Pria itu sedang berdiri kaku di sudut ruangan yang gelap.

Prang!

Gelas itu meluncur begitu saja dari tangan Jiyeon dan mendarat sukses dalam bentuk pecahan beling di lantai kayu. Sang gadis meneguk salivanya. Ia bahkan tampaknya tidak sadar telah memecahkan gelas.

"Myungsoo?" panggilnya dengan lirih.

Namun, saat ia memfokuskan pandangannya untuk mengonfirmasi, sosok pria tampan itu telah menghilang. Jiyeon mengerjapkan matanya beberapa kali dan mengedarkan pandang ke seluruh penjuru kamar. Percuma, tidak ada Kim Myungsoo di sini.

Melihat sosok Kim Myungsoo di dalam kamarnya pada dini hari seperti ini jelas sekali itu hanya halusinasi belaka. Jiyeon melipat kedua lututnya dan membenamkan wajahnya. Apakah karena ia masih kerap memikirkan Myungsoo sehingga alam bawah sadarnya membentuk sebuah fatamorgana? Tak bisa dipungkiri, Jiyeon memang sangat merindukan mantan kekasihnya itu. Namun...

Brakkk!

Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Bomi masuk sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Jangan mengganggu tidurku dengan teriakanmu itu! Berisik! Berteriak tengah malam seperti ini, kau sudah gila ya?" serang Bomi dengan bentakan.

"Bomi!" tegur Seungho yang baru masuk dengan tergesa-gesa. Ia memberikan tatapan memperingatkan pada adiknya itu sebelum menghampiri Jiyeon dan bertanya, "Ada apa?"

Bomi mendengus sebal. "Oppa! Sebenarnya adik kandungmu itu siapa? Aku atau dia?!" Gadis bertubuh gempal itu menghentakkan kaki lalu pergi keluar sambil membanting pintu.

"Tidak apa-apa. Aku hanya bermimpi buruk," ucap Jiyeon pelan.

"Lagi?" Seungho membulatkan sepasang matanya. "Apakah ini mimpi yang sama?"

Jiyeon mengangguk.

"Aku mendengar suara benda terjatuh, apa kau terluka?"

Jiyeon menggeleng.

Seungho menyalakan lampu tidur di atas nakas dan saat itulah ia melihat pecahan gelas serta ceceran air. Pria itu dapat menduga apa yang telah terjadi sebelumnya tapi ia tidak akan bertanya. Jiyeon lebih membutuhkan sesuatu yang bisa menenangkannya ketimbang pertanyaan bertubi-tubi.

Seungho mengelus puncak kepala sang adik sembari mengulas sebuah senyuman. "Aku akan membuatkan susu coklat hangat untukmu. Kata orang, meminum susu hangat pada malam hari akan membantu kita untuk tidur nyenyak."

"Gomawo, Oppa..." gumam Jiyeon ketika sang kakak beranjak dari kasurnya untuk pergi ke dapur.

Setelah mendengar derap langkah Seungho yang menuruni tangga, Jiyeon lantas mengambil buku hariannya

7 Maret

Aku bermimpi buruk. Lagi. Mimpi itu terasa begitu nyata seperti aku benar-benar berada di sana atau aku pernah mengalaminya. Opsi pertama tampaknya lebih meyakinkan. Jika aku pernah mengalami kejadian dalam mimpiku, mustahil aku melupakan insiden sebesar itu, bukan? Namun, bagaimana bila aku terjebak dalam mimpi buruk itu selamanya?

The Signs and The TruthWhere stories live. Discover now