Part 1

612 67 41
                                        



22 Januari

Aku merasa sangat lemah meski tidak tahu apa penyebabnya. Terlalu lelah untuk bangun dan bahkan terasa sakit ketika bergerak. Namun, aku memaksakan diri untuk menulis. Aku mengikuti saran Myungsoo untuk tidak masuk sekolah hari ini.

Tok...tok...tok...

"Masuklah, Oppa," jawab Jiyeon lemah. Tangan kanannya langsung menyembunyikan buku harian itu ke dalam selimut hangatnya. Punggungnya bersandar pada headboard kasur yang telah diberi bantal untuk menyangganya.

Seungho melangkah masuk sambil membawa sebuah nampan berisi makanan dan segelas minuman. "Bagaimana keadaanmu? Sudah merasa baikan?"

Jiyeon menggeleng pelan sebagai jawaban.

"Aku sudah menelepon sekolahmu, memberitahu mereka bahwa kau tidak bisa masuk hari ini. Kondisimu begitu buruk," ujar Seungho setelah meletakkan nampan itu di atas nakas.

"Gomawo. Ya! Oppa! Kau tidak berangkat kuliah?" Jiyeon melirik jam weker yang bertengger di atas meja belajarnya.

"Aku menggunakan jatah bolosku," jawab Seungho dengan nada acuh tak acuh. Ia pun duduk di kasur Jiyeon.

"Ei, seharusnya kau tidak perlu melakukan itu. Aku hanya perlu istirahat," ujar Jiyeon tak setuju dengan keputusan sang kakak.

"Oppa-mu ini pintar. Dia tidak akan ketinggalan pelajaran," balas Seungho dengan senyuman manisnya. "Ah, sudahlah. Hentikan pembicaraan tentang kuliah ini. Kau harus sarapan. Aku sudah membawakan bubur dan teh hangat untukmu."

Jiyeon memandang Seungho, "Gomawo," ucapnya lirih. Meski kedua paman dan bibi serta adik tirinya sama sekali tidak peduli pada keadaannya, Jiyeon selalu memiliki Seungho. Setidaknya, ia bersyukur akan hal itu.

Seungho mengambil mangkuk putih itu beserta sebuah sendok.

"Oppa tidak berniat menyuapiku, bukan?"

"Coba saja hentikan aku," Seungho menjulurkan lidahnya.

Jiyeon menyipitkan kedua matanya dan mendecakkan lidah. "Tidak ada gunanya, kau pasti memaksa."

Satu sendok bubur hangat masuk ke dalam mulut Jiyeon. "Kau mengenalku dengan baik, Jiyeon ah."

Jiyeon tak perlu repot mengunyahnya karena bubur itu langsung melumer dan masuk ke tenggorokkannya. Lidahnya tak bisa mencecap rasa bubur itu. Hambar. Namun, tentu saja Jiyeon tidak akan mengeluh. Ia tahu Seungho telah susah payah memasak untuknya. Mungkin karena dirinya sedang sakit sehingga bubur itu tidak berasa apa pun di lidahnya.

"Jiyeon ah, dini hari Myungsoo membawamu kemari," ujar Seungho dengan nada hati-hati.

Gadis itu menoleh kepadanya begitu mendengar nama sang kekasih disebut.

"Aku hanya ingin tahu apa yang terjadi. Myungsoo sudah menjelaskan cerita singkatnya kepadaku. Namun, aku ingin mengetahuinya langsung darimu. Apa yang terjadi tadi malam?"

Jiyeon mengerutkan keningnya sejenak. Ia bahkan baru tahu bahwa Myungsoo lah yang membawanya pulang. Bukankah pria itu mengatakan ia masuk melalui jendela? "Aku tidak ingat apa pun," kepalanya menggeleng dua kali.

Seungho menghembuskan napas panjang lalu kembali mengantarkan sendok itu ke mulut Jiyeon. "Aku khawatir sekali saat Eomma bilang kau kabur dari rumah."

The Signs and The TruthWhere stories live. Discover now