: 1.1:

4 0 0
                                    

Gadis itu kira-kira berumur dua puluh satu tahun, ia selalu mengunjungi salah satu tempat umum di Depok, kota yang ditinggalinya beberapa tahun terakhir. Ia jarang-hampir tidak pernah absen untuk datang ke tempat kerumunan orang menunggu itu.

Dengan membawa sebuah kantong kanvas kecil warna krem berisi uang logam lima ratusan sekitar dua puluh lima keping. Orang-orang sekitarnya mengenal dirinya sebagai pribadi yang pendiam tapi ramah, murah senyum. Rambutnya sebahu yang dibiarkan terurai bersama lambaian angin.Kulitnya kuning langsat terlihat bersinar di bawah matahari, pakaiannyasederhana. Celana jeans tiga per empat dijodohkan dengan kaos lengan pendek bergaris yang dimasukkan ke dalam celananya. Beralaskan sandal jepit hitam yang menemaninya ke mana-mana.

Siang itu sekitar pukul satu, ia sudah sampai disebuah telepon umum. Tempat yang tak pernah absen ia kunjungi tiap minggunya. Antrean siang ini cukup banyak, sekitar tujuh orang. Paling lama mereka bertelepon tiga puluh menit, tapi ada yang hingga satu jam. Entah apa yang dibicarakannya. Sampai-sampai ada seorang ibu-ibu membawa dua anak, satu anak digendongannya menangis kepanasan, satunya lagi digandeng di sampingya, menarik-narik kaos yang dipakainya lalu merengek meminta dibelikan es dawet ijo di seberang jalan tapi tak kunjung dibelikan ibunya. Ibu itu memaki habis-habisan kepada orang itu. Tak usah disebutkan siapa dia, karena ini rahasia pribadi. Aib katanya.

Kalau saja ia bisa datang sekitar pukul delapan, pasti tidak ada orang yang mau menelepon sanak saudaranya pagi-pagi, mungkin ada satu. Yang isi pembicaraannya meminta kiriman uang tambahan dari kerabatnya, dengan suara yang dibuat-buat seolah-olah sengsara. Setelah ditagih uang sewa kost bulanannya yang menunggak tiga bulan lebih serta diancam diusir jika sorenya tidak membayar, padahal uangnya dibelikan untuk membeli kaos-kaos musisi terkenal. Mengapa ia bisa tahu? Berkat karunia Tuhan, dua kupingnya sangat tajam didukung suara penelepon yang keras, sepertinya sengaja diloudspeaker. Tenang saja, ini bukan bagian dari rahasia agen FBI maupun CIA. Atau para penjahat penyeludupan barang haram.

Telepon itu bukan satu-satunya yang tersisa di Kuniran, hanya saja tempatnya yang terdekat dari kost yang ia tinggali beberapatahun terakhir. Tidak bisa dikatakan baik juga tidak buruk keadaannya. Catnyaberwana merah menyala yang sudah mengelupas di beberapa tempat. Stiker bertempelan acak. Sedikit berdebu. Kabelnya masih kuat, belum dimakan para tikus yang tidak berdasi. Pencetan tombol masih aman, meski agak sulit untuk menekan tombol nomor sembilan. Harus ditekan berkali-kali dan diiringi doa.

Mila, orang-orang penunggu telepon memanggilnya ketika tiba urutan menelepon. Saat ini tersisa satu orang laki-laki di depannya yang sedang menelepon Pak Polisi karena urusan sepeda motor bebek miliknya yang ditilang seminggu silam. Kenapa gadis itu bisa tahu juga? Ah, kebanyakan para penunggu di sini menceritakan terlebih dahulu tentang apa yang akan ditelepon dan kepada siapa mereka menelepon. Hi-hi-hi ini lucu 'kan? Tidak ada rahasia diantara para penunggu telepon umum.

Oh tidak, terkecuali Mila. Dia tidak pernah menceritakan kepada para penunggu telepon. Hanya sebagai pendengar saja. Bila ditanya, hanya dijawab gelengan kepala olehnya, pernah menjawab singkat "Tidak penting saudara-saudara." Yang dibalas oleh anggukan kepala. Antara mengerti, tidak mengerti, tidak peduli itu sebelas-dua belas-tiga belas. Kali ini tibalah gilirannya.

"Assalamualaikum Ndhuk." suara seseorang di seberang sana, pertanda awal pembicaraannya dengan sosok yang dirindukan setengah mati. (Baca: Assalamualaikum Nak)

"Alaikumsalam Mak. Mak pasti sehat, suara Mak lebih nyaring dari minggu kemarin. Ibarat suara berlian, Mak. Bukan emas. Berlian jauh lebih mahal dan berharga." jawabnya disertai tawa tipis darimulut kecilnya. "Sayang Mak, aku tak punya duit buat membelikan itu Mak." sambung gadis itu, matanya menyorotkan cahaya mendung. Mengingat uang bulanan miliknya minta diisi kembali. Tapi, Mila tak sampai hati buat mengungkapkan hal itu kepada Mak.

"Rapopo cah ayu. Mak rindu kowe.Pulanglaaaaaaaahhhh." jawab Mak dengan nada manjanya lalu disusul tawa dari seberang. (Baca: Tidak apa-apa anak cantik. Mak rindu kamu.Pulanglaaaaaaaahhhh)

"Iya Mak, aku pasti pulang. Rame banget ya Mak?" tanyanya menenangkan kerinduan Mak

"Wong-wong padha kumpul. Babe, Pakde Jo,Bude Sum, Bulik Min, Mbah Sastro, Bu Nyai ro adik-adikmu. Ono tumpeng barang. Syukuran cilik-cilikan kembar, adikmu. Bar munggah kelas papat." jawab Makpanjang lebar. (Baca: Orang-orang pada kumpul. Ayah, Pakde Jo, Bude Sum, Tante Min, Kakek Sastro, Bu Nyai, dan adik-adikmu. Ada tumpeng juga. Syukuran kecil-kecilan kembar, adikmu. Setelah naik kelas empat)

"Pastilah rame Mak. Semua tahu. Apalagi saat kembar berubah menjadi power rangers berpakaian daster. Berlari-larian mengelilingi kampung. Membawa senapan dari pelepah pisang." jawabnya disertai tawa khas miliknya, mengingat kejadian satu tahun silam saat lebaran

Di belakangnya suara bisik-bisik terdengar diindera pendengarannya. Lebih ke arah sindiran tajam untuk segera mengakhiri telepon. Padahal baru sepuluh menit ia bertukar cerita. "Ya sudah Mak besok minggu sambung lagi. Salam alaikum." ucapnya dengan berat hati

Kemudian gadis itu segera berbalik memandang sesorang tampak asing di pengelihatannya.

Ternyata ada seorang ibu-ibu baru penunggutelepon ini. Berpawakan besar, rambutnya sebahu dipenuhi dengan roll gulung. Dandanannya lebih mirip untuk aktor jatilan. Alisnya tidak simetris, lebih tebal sebelah kanan, namun lebih panjang sebelah kiri. Aneh. Mungkin orang baru, pindahan dari pulau seberang. Lalu terdengar lagi gunjingan dari mulut ke mulut mengenai gadis itu. Suaranya membuat gendang telinga rusak.

Siapakah dalang dibalik keributan siang ini?

:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

J/N

Siapa Hayo?

Hell-o J kembali dengan membawakan seuntaian kata seperti ini.

Di BAGIAN ada beberapa cerpen dengan bagian berbeda-beda.

Untuk bagian : 1: judulnya Gadis Penunggu Telepon

Jadi, pada bagian-bagian berikutnya bakalan ada bagian 1.1 , 1.2, dst. sampai end cerpen Gadis Penunggu Telepon bagian : 1 :

Selamat bereksplorasi menyelami bualan J!

Regards,

jjaswindwer 💃

// 03.05.2018 //

BAGIAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang