Chapter 7

274 29 2
                                    


Aku tak mengerti apa yang dikatakan Jaehwan, aku semakin membenamkan kepalaku pada bantalku.

DRRT....DRRT...

Alarm ku berbunyi dan terpampang puul 22.00 pada layar ponselku.
“Sial aku terlalu lelah” umpatku. Aku mendapati pesan Dahyun

‘kita perlu bicara’

Kira-kira itu yang ia tulis pada pesan singkat itu, notifikasinya sudah sejam yang lalu, yang benar saja ia menunggu selama itu diluar dengan udara dingin seperti ini. Aku dengan cepat berlali menuju taman bermain tersebut.

Benar dugaanku, ia duduk di ayunan dengan jaket tipisnya

“Berapa kali aku harus mengatakannya, gunakanlah 3 lapis baju saat cuaca seperti ini” tegurku sambil menyampirkan jaketku padanya.
Dahyun tertunduk, ini bukan pertanda bagus.
“Minseok-ah jadi begini..” akhirnya ia bersuara

“Hmmm..?”

“Kita harus menyudahinya”

“maksudmu?”

“Percayalah jika kukatakn padamu, aku yakin kau juga berpikir beg-...”

“Hanya karena kau pindah kepusat kota kau ingin menyudahimya?!”

“Kau tahu?” tanya Dahyun lemah

“kenapa memangnya? Kau mengira aku akan mencari orang lain? Atau kau takut jatuh cinta lagi disana dengan orang lain?”

“Bukan, bukan begitu maksudku, hanya saja ini tak akan berhasil”

“Wahhh, kau memang sesuatu, menyudahi hubungan hanya karna masalah jarak, jujur saja padaku kalau kau memang tidak memiliki perasaan padaku!” aku sudah tak punya kendali akan emosiku.

“Minseok-ah bisa-bisanya kau berkata seperti itu” Dahyun sudah tak bisa menahan airmatanya.
“Baiklah jika itu maumu!” aku pergi meninggalkanya dengan emosiku yang masih memanas.

Author Pov’s

Dahyun terduduk di ayunannya, ia berusaha menahan air matanya dengan jaket Minseok masih tersampir di punggungnya.

***

“Hyun-ah istirahatlah, besok kita akan berangkat keluar kota, kau sudah mengurusi semua urasanmu kan dengan teman sekolahmu?” tanya ibu Dahyun dari ambang pintu kamar Dahyun.

Dahyun mengangguk dan kembali melanjutkan apa yang yang ia kerjakan.
“Ah iya, Minseok sudah kau beritahu, ia pasti akan sangat merindukanmu” tiba-tiba saja ibu Dahyun membahas Minseok. Dahyun pun mengangguk dengan terpaksa, ia sudah berbohong pada ibunya.

“Baiklah kalau begitu ibu akan tidur, selamat malam putriku” ucap bu Dahyun sambil mengecup manis kening putrinya.

Rasa ingin bertemu dengan Minseok sangat besar, ia rindu sekali saat-saat yang ia habiskan dengan Minseok selama ini, namun Dahyun tak habis pikir mengapa disaat ia berpisah dengannya justru tak bisa melakukannya dengan baik.
Air mata Dahyun kembali menetes, ia merasakan rasa sakit di dadanya. Ia pun dengan perlahan tertidur di bangku belajarnya. Malam itu entah kenapa semua kenangannya dengan Minseok muncul satu persatu di mimpinya seperti sebuah ‘medley’.

“Hey, kelinciku, sini, kemarilah ayo bermain bersamaku.. Hyun-ah..”

Dahyun mendengar seseorang memanggilnya dalam mimpi itu, ia sangat yakin bahwa itu adalah Minseok.
.
.
.
Dahyun terbangun dan mendapati semua kardus di kamarnya sudah hilang, hanya tersisa jaket dan tas berwarna merah muda miliknya.
“Hmm?” Dahyun kebingungan
“Hey cepatlah mandi, sebentar lagi kita akan berangkat, kau ingin memasukan sesuatu lagi ke tasmu? Jika tidak akan kumasukan ke mobilku” ucap Jaehwan yang menjawab kebingungan Dahyun
“Iya aku masih ingin memasukan beberapa barang, ngomong ngomong dimana semua kardusku?”
“Tentu saja sudah dipindah oleh kakak supermu” kata Jaehwan menyombongkan diri

“Tidak lucu dasar bodoh...” saut Dahyun

Jaehwan melihat raut wajah Dahyun yang tak enak, ia berusaha mengganti suasana.

“Hey, sudahlah, lagi pula kau tidak berpindah negara. Jarak dari sini ke pusat kota tidaklah jauh, kalian bisa menghubungi lewat ponsel bukan, jangan berlebihan, ck.. dasar anak muda jaman sekarang” celoteh Jaehwan yang tidak mengetahui apa-apa tentang semalam.

“Baiklah, kalau begitu aku tak perlu khawatir apapun, akan kusahakan” Kata Dahyun sambil meninggalkan kamarnya untuk bersiap.

***

“Yang ini letakan disitu saja pak” suara ibu Dahyun ribut didepan teras rumah mereka karena barang-barang rumah mereka.
“Wah tinggal ada tempat satu kardus lagi ini bu” kata pak Lee, jasa angkat barang di daerah situ.
Ibu Dahyun menengok ke segala arah untuk mencari barang apa yang belum terangkut.
“Rasanya sudah semua pak, tinggal berangkat saja” kata ibu Dahyun memastikan

“Oh baiklah kalau begitu kita tinggal berangkat” lanjut pak Lee sambil menutup pintu truk nya.
“Masuklah dan sarapan dengan kami” ajak ibu Dahyun yang diikuti anggukan pak Lee.

-

“Apa-apaan ini?” Dahyun kaget melihat sarapan spesial nan mewah tersaji di meja ruang makannya
“Nak, duduklah saja, tak usah protes” pinta Ibu Dahyun
“Bukan, tapi ada acara apa ini bu?” Dahyun masih belum mengerti.

“Hey bodoh, ini adalah sarapan terakhir kita dirumah ini, setidaknya kita harus meninggalkan kesan indah sebelum meninggalkan rumah ini” celoteh Jaehwan sambil meletakkan menu terakhir di meja.
“Banyak omong, dasar!” guman Dahyun

“Hey! Kalian berdua jaga perkataan kalian, tidak lihat disini ada pak Lee?” bentak Ibu Dahyun yang membuat kedua saudara itu tutup mulut.

“Tidak apa-apa, saya juga punya anak SMA di rumah, jadi saya sudah terbiasa” elak pak Lee
“Meskipun begitu mereka tetap harus diberi pelajaran pak” sambung Ibu Dahyun
“Ah ibu ini kopinya nanti dingin” Jaehwan berusaha menghentikan  pembicaraan yang membencikan ini.

“Ahhh enak sekali, setidaknya aku bisa sarapan seperti ini sebelum aku mati” puji Pak Lee
“Jangan berlebihan pak” kata Ibu Dahyun
“Baiklah kita berangkat sekarang!” ajak Jaehwan.
Mereka berempat pun meninggalkan rumah tersebut untuk yang terakhir kalinya.
Dahyun orang terakhir yang keluar dan ia harus mengunci pintu untuk yang terakhir kalinya. Saat ia beranjak keluar dari halaman tiba-tiba ia terhenti dan membalikan badannya menghadap rumah. Sesaat terlintas semua memori yang ia dapat dari rumah itu, dari yang menyenangkan, menyebalkan, hingga menyedihkan, dan tentu saja semua kenangan ayahnya tersimpan di dalam rumah tersebut. Air mata Dahyun jatuh tanpa ia sadari
“Heyyy sudahlah, ia sudah milik orang, cepat atau lambat kau akan mencintai rumahku nanti” hibur Jaehwan.
“Ayo kita pergi darisini” ajak Jaehwan sambil menarik Dahyun dan membukakan pintu mobil untuknya.

Dahyun Pov’s

“Terimakasih , mau menjadi tempat kami berteduh” setidaknya itu yang kudengar dari mulut kakakku sesaat sebelum ia menarikku ke mobilnya.

Mobil kakak berjalan dan mulai menjauhi rumahku. Sesaat aku sedih karena masalah rumah itu di lain sisi aku belum mengucapkan perpisahan pada Minseok.

Apakah semua yang ia katakan semalam benar? Bahwa nanti aku akan menyukai orang lain dan ia akan menyukai orang lain juga? . Tiba-tiba dadaku sakit setelah berusaha mengingat kejadian semalam.

Aku sangat menyesalinya, ingin rasanya memutar balik waktu, mengapa aku harus mengatakannya, harus bagaimana aku sekarang?


.
.
.
.
Maaf banget nih lama g update soalnya lagi ujian, ni aku kasih lanjutannya yaa. 2-3 chapter lagi tamat nih. Mohon dukungannya vomment 😆😆😆


Melted Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang