Aku bahkan lupa kapan ketikan kata-kata ini bermula, mengalir jadi cerita, yang kemudian aku candu pada kata-katanya. Yang entah cinta entah canda.
Tanpa temu kuputuskan sendiri beternak rindu serta anak-anaknya. Hingga pada masanya aku kembali bergelung tanya, pada semesta atau siapa saja.
Mengapa aku?
Tanya itu menggantung, mungkin ini delusi. Bisik putihku pelan. Ini maya, harusnya aku berhenti dan mulai mengerti adanya sosok lain yang mungkin ada dihidupmu sejak kemarau berucap salam.
Lagi, bisikan menggaung didekat telinga. Hitamku ikut andil, berprotes ria. Mengapa hanya aku yang harus mengerti? Sedang kamu, abai.
Diam ialah pilihan yang baik, menutup telinga dari suara-suara. Kembali tenggelam, pada genang tanya berjelaga.
Maka semesta atau siapa saja. Jawablah tanyaku, yang kugantung ragu diatas pundak biru.
Segala ku tak bertuan, kamu senang bermain tanda. Aku senang bermain kata. Kumaknai tanda-tandamu dengan kata-kataku yang tak kan pernah kamu sangka.
Aku takut, hanya aku yang terjebak dikandang rasa penuh tanda. Segalanya abuabu, begitu embuh-lah.
Ditengah ilalang, kupasrahkan pada Tuhan ta'ala. Perihal cinta: adalah rahasia pada keadaan kita.
Gusti Allah, kulo pasrah kalih kersanipun Njenengan..
Kepada wahd
Ruang tanya, 2017