1. Arsakha Untuk Naraya

170 27 24
                                    

Sejak sepuluh menit yang lalu, Sakha sudah menunggu Raya di depan ruang dosen. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan pada wanita cantik itu. Persetan dengan komentar teman-temannya yang mengatakan Sakha tak normal karena menyukai wanita yang lebih tua. Ia suka Raya karena dosennya itu terlihat dewasa dan mampu membuat hati Sakha menghangat hanya dengan melihat senyumannya saja. Segombal itu? Iya segombal itu. Karena Sakha, Raja Gombal yang tak punya malu jika sudah menyukai seseorang.

Selama bendera kuning belum berkibar, ia akan terus berjuang. Memperjuangkan wanita yang ia percaya, bahwa pada dialah calon anak-anaknya nanti akan dibesarkan.

Tapi tiba-tiba...

Lah... calon istri gue ke mana?

Sakha panik begitu mengintip dari balik kaca jendela ruang dosen, Raya sudah tak ada lagi di tempatnya, padahal baru di tinggal ke toilet sebentar.

Ia pun bertanya pada salah satu dosen yang ada di situ. Setelah mendapat info bahwa Raya sudah melangkahkan kaki menuju kelas untuk mengisi materi bagi para peserta ospek, maka dengan langkah seribu Sakha segera menyusul ke sana.

Resiko cewek cantik, nggak bisa ditinggal meleng sedikit. Cepet banget ngilangnya, batin Sakha dalam hati.

Perjuangan yang harus dilalui Sakha demi menemui Raya tidaklah mudah. Pertama, ia harus merelakan kakinya 'pengkor' kalo istilah orang Jakarta karena mengitari luasnya Millenium University hanya dengan berlari. Lalu yang kedua, pandangan dedek-dedek gemes, para peserta ospek yang hampir saja meluluhlantakan imannya. Sungguh godaan berat karena juniornya terlihat cantik dan kinyis-kinyis. Tapi Sakha sudah bertekad, secantik apapun wanita di luaran sana, hati dan jiwanya hanya untuk Raya seorang. 

"Ibu kenapa bawa mobil? Kan saya udah bilang, nanti saya yang nganter," tanya Sakha ngos-ngosan. Ia kecewa karena Raya ternyata membawa kendaraan sendiri.

Kemarin Sakha sudah berjanji untuk mengantar Raya. Ia sudah berharap, ilmu modusnya yang tingkat dewa itu bisa ia pergunakan lagi. Namun nyatanya ia harus menelan kekecewaan. Karena Raya tak peka seperti harapannya.

"Kamu bilang saya harus modal helm dulu kalo mau dianter. Mahalan harga helmnya dari ongkos saya naik ojol dong?" Betul juga, pikir Sakha. Resiko menyukai dosen. Hitung-hitungannya pasti lebih jago dari pedagang sayur di pasar.

"Ya udah Bu, kalo gitu saya yang bawain helm besok. Bonus deh,  masker sama shower capnya sekalian," canda Sakha seperti biasa. Rasa lelahnya hilang setiap kali melihat wajah cantik satu ini.

Raya tertawa.

Aduh... aduh, senyum calon pacar manis banget, batin Sakha. Lama-lama ia bisa meleleh jika Raya terus menerus tertawa seperti ini.

"Ojol dong kamu?" cetus Raya tak mau kalah.

"Nggak apa-apa Bu kalo penumpangnya calon istri saya." Nah kan! Jangan pernah memberikan Sakha ruang untuk menggombal, maka ia tak akan pernah menyia-nyiakannya.

"Berapa banyak cewek yang kamu gombalin?" tanya Raya iseng. Dia tak bermaksud untuk kepo. Namun, jika dilihat dari cara bicara dan sikap mahasiswanya ini, ia tahu Sakha mudah membuat orang lain jatuh cinta. Tapi hal itu tak berpengaruh untuk Raya. Karena berondong bukanlah tipenya.

"Dulu-dulu sih banyak. Tapi begitu ketemu ibu, ilmu gombal saya buat cewek lain mendadak abis, nggak  ada sisa lagi." Raya mendadak mual mendengar kalimat yang dilontarkan Sakha. Tapi ia tahan dan hanya bisa berucap...

"Receh kamu. Ya udah saya masuk kelas dulu," pamit Raya mulai melangkahkan kaki. Baginya lebih baik mengajar, mencerdaskan generasi penerus bangsa daripada mendengar gombalan gembel lelaki satu ini.

NascentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang