Bab 1.2

13.4K 1.5K 65
                                    

Yuk, baca lanjutannya kisah Gebri dan Rion! Jangan lupa vote, comment and share ya. Happy reading.

Instagram: @alsaeida08

" PULANGLAH!" potong Rasti lagi yang kini meninggikan nada suaranya.
Gebri sedikit terperanjat. Selama ini Rasti sangat jarang menyerukan suara lantang. Bisa dihitung jari. Tapi bila hal itu terjadi, berarti beliau memang sedang dalam kondisi marah. Mungkin sama seperti hari ini. Maka mau tak mau, dengan berat hati Gebri menjauh dari ruang inap Galang.

Dan sejak hari itu, Gebri menyadarinya. Meskipun selama ini Rasti tidak pernah menunjukkan secara gamblang, ternyata sang Bunda membencinya. Mungkin sangat membenci dirinya dan semua berawal dari aib itu.

Lamunan Gebri membuyar saat ponsel di atas meja kembali bergetar. Balasan dari Galang. Kabar tentang bundanya dan beberapa kata di kalimat terakhir yang membuat bibirnya tersungging lebar.

[LINE 12:38 PM]Galang

Minggu nti ak ke kosan Mbak ya

Kalimat itu terkesan biasa, tetapi berbeda bagi Gebri. Kalimat singkat itu seperti penguat dirinya. Masih ada yang mau memedulikannya. Memberikan sedikit pelindungan untuknya. Setelah semua peristiwa kelam yang terjadi, tidak banyak orang yang mau berinteraksi dengannya. Bahkan sanak saudara dari pihak ibu dan almarhum ayahnya tampak enggan untuk berdekatan.

Sejak ayah mereka meninggal, Galang memang selalu menjadi pelindung. Seperti perisai. Siap menangkis berbagai hantaman pedang yang hendak menghunus. Semakin beranjak usia, remaja itu semakin terlihat seperti pribadi ayah. Galang selalu menjaga keluarga kecil mereka. Gebri benar-benar sangat bangga dengannya.

"Aku duduk di sini ya!"

Gebri memalingkan kepala dari ponsel, menghadap ke sosok perempuan yang telah duduk di sampingnya dan sedang menyesap cairan kuning dari dalam gelas. Mata Gebri sedikit membulat. Terkejut. Mengapa sekarang mau berdekatan dengannya?

Padahal beberapa jam lalu, ekspresi dan sikap tidak suka terlihat jelas dari gestur Koning. Bahkan selama perkuliahan Pak Edy, mereka tidak saling duduk berdekatan. Gebri memilih duduk di depan, sedangkan Koning tetap di belakang seperti rencana awal. Biasanya, kalau hanya ada satu kursi kosong di belakang, mereka pasti memutuskan untuk duduk di mana saja, yang penting berdua.

"Kenapa?" tanya Koning yang merasa sedikit risih dengan tatapan tak percaya dari perempuan di sebelahnya.

Gebri menggeleng. "Nggak. Hanya-"

"Aku minta maaf, mungkin sikapku pagi tadi keterlaluan." Koning menghela napas sedikit. "Nenekku pernah berkata, seburuk atau sekelam apapun masa lalu kita, yang perlu diketahui adalah masa depan masih tetap suci dan akan baik," lanjutnya dan kembali mengambil napas sebelum menghela panjang. "Jadi nggak ada salahnya kita berteman dan menurutku, kamu adalah sosok teman yang baik selama sebulan ini," kata Koning lagi sambil menyungging senyum lebar. "Dan besok maukah kamu menemaniku ke Hartono Mall?" tanyanya sebelum menyeruput jus jeruk yang ada di hadapannya.

Gebri mesam-mesem melihat tingkah gadis di sampingnya, kemudian mengangguk. Inilah sosok Koning yang dikenal selama sebulan ini. Sosok yang sangat ceria dan mudah bergaul dengan siapapun tanpa melihat status, atau mungkin latar belakang.

Tapi tak ada manusia yang sempurna. Sangat disayangkan, Koning memiliki sifat yang sedikit boros. Hal itu mungkin karena Koning terlahir dari keluarga yang sangat berada. Ayahnya merupakan anggota DPRD Provinsi Riau dan kakeknya memiliki kebun sawit yang berlimpah di sana. Jadi sangat wajar apabila Koning sedikit menghambur-hamburkan uang dengan berbelanja, membeli sesuatu yang menarik matanya meskipun barang itu tak terlalu berguna. Tak peduli seberapa mahalnya harga barang tersebut.

Seperti Bekas PakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang