2

339 20 3
                                    

Kesempatan Kedua

"Setiap manusia berhak mendapatkan kesempatan kedua. Namun jika ia mengulangi kesalahan yang sama, cukupkan saja. Jangan kembali memberi kesempatan, karena semakin banyak kesempatan yang ada, semakin sering ia menyepelekannya. "

◇◆◇◆

Awan hitam menyelimuti langit di pagi hari. Rintik hujan mulai berjatuhan. Menimbulkan suara yg khas, diiringi langkah kaki para penghuni SMA Mahardika. Sama seperti pagi sebelumnya, hujan masih Setia membasahi bumi pertiwi.

Rey melangkah menuju tepi lapangan, melihat seberapa deras hujan yang datang. Ia mengehela nafas perlahan, kemudian memijat pelipisnya. Sudah satu minggu terhitung saat ia dinobatkan sebagai Ketua OSIS Mahardika, tidurnya mulai tak teratur.

Pikirannya pun tak setenang biasanya.
Tugas barunya benar-benar membutuhkan tenaga ekstra. Makan yang tak teratur sempat membuatnya tumbang,  meski begitu Rey tetap berusaha menjalankan tugasnya dengan baik.

Menyusun program kerja sesuai dengan kalender pendidikan, sosialisasi tentang tata tertib yang baru, hingga kegiatan seminar di luar sekolah yang harus ia hadiri. Belum lagi persoalan dengan bundanya yang sama sekali belum ia selesaikan.

"Jangan ditampung sendiri, OSIS itu oganisasi yang di dalamnya bukan cuma ada lo."

Bryan bersandar dipembatas antara tepi lapangan dengan koridor kelas. Sedangkan Rey masih tetap diam di posisinya, tanpa menoleh sedikitpun ke arah Bryan.

"Hari ini biar gue yang ambil alih tugas lo. Lo sosialisasi sama anak-anak. Gue yang hadir di seminar. "

Bryan masih mencoba berbicara dengan Rey. Dan kali ini ia berhasil, Rey menoleh.

"Gue masih bisa handle. Seminar dulu baru sosialisasi"

Kali ini Rey yang bersuara. Bryan hanya berdecak menanggapi jawabannya. Sudah terlalu sering Rey memaksakan kehendak untuk menghadiri ke dua acara di hari yang sama.

"Lo anggap gue apa sih? Wakil atau cuma orang yang numpang nama di organisasi? Kita satu organisasi, man. Lo kira dengan lo kaya gini pengurus yang lain baik-baik aja? Lo salah. Gue. Mereka. Kita ngerasa gak pernah dianggap sama lo. Lo selalu handle semuanya sendiri, seolah-olah lo jagoan diantara kita."

Bryan menghela nafasnya sejenak. Niat awalnya yang ingin bicara baik-baik, namun gagal. Emosinya memuncak. Ia tak mampu untuk mengontrolnya.

"Sekarang terserah lo. Kalau lo masih anggap kita satu tim. Seenggaknya lo bagi beban lo sama kita. Apalagi beban yang lo tanggung itu beban tim, bukan beban perorangan."

Setelah mengatakannya, Bryan pergi menjauh dari Rey. Ia tak ingin adu jotos dengan sahabatnya sendiri. Ditambah lagi ini masih pagi hari. Dan Rey sukses membuat moodnya hancur berantakan. Bukannya menuju kelas Bryan malah melangkahkan kakinya menuju kantin. Mungkin secangkir teh hangat mampu mengembalikan moodnya..

Berbeda denga Bryan, Rey masih ditempat yang sama. Ia menghembuskan nafasnya kasar. Satu hal yang ia sadari, Bryan benar. Selama ini ia hanya menjalankan aktifitasnya tanpa memperhatikan pengurus yang lain.

Rey beranjak dari tempatnya menuju kelas, mengingat tak lama lagi bel pasti berbunyi.


***

Bel istirahat berbunyi, para siswa berlarian menuju kantin. Berbeda dengan Rey, ia masih betah duduk di tempatnya, sedangkan Bryan sudah beranjak keluar kelas tanpa mengajaknya.

Selamat TinggalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang