Part 15

429 24 6
                                    

Welcome back:)

*
Ari dan Abi masih tidak mengerti dengan penjelasan Arga.
"Yaudah yuk kesana Ri" ajak Abi yang membuyarkan lamunan Ari. Lalu mereka menyusul Arga yang sepertinya berusaha menahan emosinya.
"Yaudah yuk kita main sekarang aja anak Mama." ucap Daffa dengan seringaiannya.
"Bacot." balas Arga dingin.
Teman-teman Daffa melihatnya pun hanya tersenyum remeh.
Lalu Arga dan Daffa pergi ke lapangan dengan Raffi (teman Daffa) yang menjadi wasitnya.

Pritt

Permainan di mulai dengan bola dikuasai oleh Arga, seolah tidak terima Daffa akhirnya merebut bola tersebut tapi tak bertahan lama bola itu sudah diambil alih oleh Arga. Permainan tersebut berlangsung dengan sengit. Skor keduanya hampir imbang 7-5 yang dimenangkan oleh Arga.
Waktu tinggal 15 menit lagi. Daffa menatap Arga dengan penuh kebencian lalu merebut bola dengan mendorong Arga sampai tersungkur jatuh. Arga berusaha bangkit, dia melihat Raffi dengan sengit karena itu tadi sudah termasuk pelanggaran. Ari dan Abi yang melihat itu ingin membantu Arga tapi sudah dicegah oleh teman-teman Daffa, mereka memberontak tapi apa daya karena mereka kalah jumlah.
Arga bangkit dari posisinya lalu mulai merebut bola kembali.

Lagi-lagi Daffa mendorongnya tapi tidak sampai disitu dia juga menginjak kaki Arga.
"Arrrgghh" teriak Arga kesakitan. Namun Daffa malah menekan kakinya hingga terdengar bunyi yang memekakkan telinga tapi Daffa tidak peduli lalu dia menendang Arga dengan sekuat tenaga sampai kepala Arga terbentur batu yang ada disamping mereka. Semua melongo melihat kejadian tersebut terlebih lagi Arga yang hampir tidak sadarkan diri.

Kedua sahabat Arga memanfaatkan kesempatan tersebut untuk lolos dari teman-teman Daffa lalu langsung berlari menuju Arga. Ari menatap sengit Daffa yang sedang memandang remeh mereka. Daffa dan teman-temannya beranjak pergi dari situ tanpa memerdulikan Arga dan kedua sahabatnya.

Ari dan Abi menatap Arga panik karena dahinya mengeluarkan darah.
"YaAllah Ga berdarah." panik Ari sedangkan Arga hanya tersenyum lalu sudah tidak sadarkan diri.
"Ga bangun jangan bikin gue panik." sekarang giliran Abi yang panik.
"Kita bawa Arga ke rumah sakit." putus Ari.
"Lo tunggu sini gue cari taksi." ucap Abi lalu pergi mencari taksi.
"Lo kenapa mau aja sih diajak duel sama Daffa! Dia itu licik Ga" ucap Ari memarahi Arga tapi percuma karena Arga yang pingsan. Lalu Abi datang dengan nafas terengah-engah.
"Kita bawa dia ke rumah sakit." akhirnya mereka menggotong Arga menuju taksi yang sudah di berhentikan Abi. Mereka melupakan motor mereka karena panik dengan keadaan Arga.
"Pak jalan ke rumah sakit. Cepetan!" ucap Ari terburu-buru.

Sesampainya di rumah sakit Arga langsung mendapat penanganan di ICU. Ari dan Abi menunggu dengan harap-harap cemas karena kondisi Arga yang memprihatinkan.
Sudah 2 jam mereka menunggu tapi belum ada tanda-tanda dokter akan keluar.

Ceklek

Pintu terbuka menampilkan sosok pria dengan dibalut kemeja putihnya menghampiri Ari dan Abi.
"Dok! gimana keadaan teman saya?" tanya Ari tidak sabaran.
"Syukurlah benturan di kepala pasien tidak terlalu keras, dan untuk kakinya sementara harus di gips dan usahakan jangan terlalu banyak bergerak. Untuk membantunya berjalan dia harus memakai tongkat untuk sementara dan jangan sampai dia tertekan atau banyak pikiran supaya tidak mengganggu otaknya untuk bekerja lebih keras." jelas dokter tersebut yang diketahui namanya Suherman atau biasa dipanggil Herman. Ari dan Abi mendengarkan ucapan dokter Herman sempat melongo tidak percaya tapi untungnya luka tersebut tidak terlalu berbahaya.
"Syukurlah, terima kasih banyak dok. Apa kita boleh bertemu pasien?" Tanya Abi.
"Oh ya silahkan tapi usahakan jangan berisik karena pasien masih istirahat." ucap dokter Herman yang hanya diangguki keduanya lalu mereka meninggalkan dokter tersebut karena ingin cepat-cepat melihat Arga.
Ari dan Abi memasuki ruangan tersebut dan melihat Arga yang sedang memejamkan matanya yang tampak damai. Lalu mereka mengampiri bankar Arga dengan saling tatap. Ari berusaha untuk menahan emosinya dengan memejamkan matanya seraya mengepalkan tangannya. Abi yang melihat itu pun hanya bisa menghela nafas.
"Gue harus bales dia." ucap Ari penuh penekanan.
"Lo boleh bales dia tapi nggak sekarang Ri. Gue juga pengen bales dia tapi gue sadar ini bukan waktunya. Lebih baik kita fokus sama kesehatan Arga dulu." nasehat Abi untuk mencegah Ari melakukan hal yang tidak tidak.
"Lo bener Bi kita harus fokus sama Arga, sama penyembuhannya. Tapi gue gak akan maafin Daffa." ucap Ari menggebu-gebu. Abi yang melihat itupun hanya tersenyum dan menganggukkan kepala.

Jam menunjukkan pukul 8 malam tapi Arga belum juga bangun dari tidurnya karena efek dari obat tidur.
Ari mendekati bankar Arga dengan tatapan sedihnya lalu duduk dikursi yang disediakan sedangkan Abi pergi keluar untuk mencari makan. Mereka memang tidak memberitahu siapa-siapa karena mereka tau Arga pasti akan terganggu. Saat Ari ingin beranjak dari duduknya dia mendengar suara erangan yang berasal dari mulut sepupunya. Arga mengerjapkan matanya lalu matanya mulai menyapu seisi ruangan dan menangkap sosok sepupunya yang memandangnya khawatir. Saat Ari ingin pergi tangannya dicekal oleh Arga.
"Kenapa? Gue mau panggil dokter dulu, lo tenang aja." ucap Ari cepat-cepat namun hanya dijawab gelengan lemah Arga.
"Yau-" belum selesai Ari berbicara, pintu kamar Arga terbuka menampilkan Abi dengan menenteng keresek yang berisi makanan. Abi yang melihat itupun terkejut sekaligus bahagia karena Arga sudah sadar lalu bergegas memanggil dokter. Arga yang melihat itupun hanya bisa pasrah karena kepalanya yang tiba-tiba pusing.

Dokter datang bersama Abi lalu memeriksa Arga yang memejamkan mata untuk mengurangi pusingnya.
"Syukur Alhamdulillah keadaannya mulai membaik." ucap dokter Herman. Ari dan Abi menghela nafas lega.
"Yasudah saya permisi kalau begitu, kalau ada apa-apa hubungi saya." ucap dokter Herman lalu pergi dari kamar Arga.
"Alhamdulillah lo gak kenapa-napa Ga." ucap syukur Abi lalu mendekati bankar Arga.
"Emangnya gue kenapa sampe lo berdua bawa gue kesini?" ucap Arga pura-pura tidak tahu.
"Gak usah sok polos lo onta, lo itu udah bikin khawatir tau gak? Jantungan gue liat lo tadi teriak-teriak gak jelas." omel Abi yang hanya ditanggapi senyum geli Arga.

"Oh iya gue mau pulang." ucap Arga yang membuat kedua sahabatnya melongo.
"Lo itu baru sadar udah main pulang aja! Gak boleh!" ucap Ari membantah.
"Gue gak betah Ri, pokoknya gue mau pulang. Kalo nggak gu-"
"Mau gak ngomong sama kita? Yaelah Ga udah basi sekarang lo gak boleh pulang." sela Abi sebelum Arga menyelesaikan omongannya.
"Gak mau! pokoknya gue mau pulang, arrgh..." saat Arga ingin membantah, dia tiba-tiba mengerang kesakitan sambil memegangi kepalanya.
"Eh Ga lo kenapa?" tanya Ari panik dan tambah panik ketika Arga tidak sadarkan diri.
"Panggil dokter Bi cepet!" titah Ari. Abi yang masih terkejut pun langsung pergi memanggil dokter Herman. Datangnya dokter Herman dan seorang suster beserta Abi. Suster tersebut menyuruh mereka untuk tunggu diluar.

15 menit kemudian, Dokter Herman keluar dari ruangan Arga.
"Kenapa Arga bisa pingsan lagi?" tanyanya langsung. Akhirnya Abi menceritakan yang sebenarnya terjadi.
"Saya mohon untuk menjaga emosi pasien supaya tidak terus mendoktrin otaknnya bekerja lebih keras, dia butuh istirahat yang cukup." ucapan dokter Herman hanya diangguki keduanya.


Hai hai
Gimana nih ceritanya? komen dong
 



Oke see you guys 😘

MencintaimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang