Dhimas
Aku mengikuti Herman ke halaman belakang sekolah. Untungnya, tidak ada anggota lain di sana. Hanya Jaka. Aku seperti tahu apa yang akan dilakukan Herman.
"Lo bilang lo mau jadi komandan. Wow, sungguh luar biasa. Dhimas balik ke KVLR. Dhimas yang benci KVLR jadi sayang lagi sama KVLR." Herman kedengeran kayak lagi ngomong sama anak kecil, dan aku benci nada suaranya. "Apa yang bikin lo sadar lo ternyata nggak bisa lepas dari KVLR, ha?"
Heran, tanganku belum bergerak untuk meninju Herman. "Gue cuma sadar kalau lo ada benernya. Kematian Dhika itu ... ada di masa lalu. Gue nggak seharusnya ngebiarin hal itu ngeganggu kesempatan emas yang lo kasih."
"Misalnya?"
"Posisi komandan KVLR."
Herman menyeringai, lalu menoleh pada Jaka. "Gue percaya sama elo, beneran. Tapi gue juga tau kalian punya kemampuan sendiri-sendiri. Biar adil, kalian bertarung."
Aku menatap Herman tanpa bergeming. Sudah merupakan tradisi bahwa calon komandan baru harus melawan komandan lama. Tradisi ini dilaksanakan waktu regenerasi. Para calon komandan akan bertarung melawan komandan yang saat itu sedang memegang jabatan dalam pertarungan satu lawan satu. Calon komandan yang menang melawan komandan lama akan jadi komandan baru.
"Gue nggak takut," ujar Jaka—dia kelihatan berkeringat hebat, padahal sekarang nggak sepanas itu. Tapi dia betulan nggak takut. Jaka adalah salah satu orang terkuat di KVLR. Tubuhnya lumayan kekar untuk ukuran anak SMA. Aku bahkan nggak akan heran kalau dia bisa mengalahkanku hari ini.
"Jangan sekarang. Ini istirahat siang, dan orang-orang bakal curiga kalau kita berantem sekarang. Mending pas balik. Gue dateng."
Herman terdiam, tapi lalu mengangguk. "Boleh. Lo dateng pas pulang nanti, atau posisi itu otomatis hangus."
Aku mengangguk, lalu balik ke kelas. Jaka keliatan memelototiku dengan tatapan marah, tapi dia diem aja dan menyusul Herman.
Kalau kalian penasaran, Herman udah lulus dengan nilai terlalu pas-pasan. Aku bahkan heran dia lulus. Setelah lulus, dia nggak kuliah, tapi malah melakukan entah apa di sekitar sini. Entah, mungkin dia terlalu sayang sama KVLR. Yang jelas, dia nggak keliatan ingin angkat kaki dari sini sesegera mungkin. Bahkan kayak barusan, dia masih pakai seragam SMA. Heran.
Tempat dudukku nggak jauh dari Anggit. Dia ... masih menyukaiku. Aku? Entahlah. Aku bahkan nggak bisa mendefinisikan perasaanku dengan baik. Emang harus kuakui, aku juga masih merasakan sesuatu saat berada di dekatnya. Aku masih pengin megang tangannya tiap kali kami deketan. Aku masih ingin—
Tunggu. Apa barusan kedengeran suara ambulans?
Kelas IPS berada di area depan, jadi bisa langsung keliatan halaman depan sekolah. Sebuah mobil ambulans terlihat memasuki halaman, dan seseorang diangkut ke dalamnya. Dari penampilannya, kayaknya itu Jaka. Aku memperhatikan bingung.
Kenapa Jaka sampai diangkut ambulans?
whoops ;) btw, TsNT hampir selesai ditulis lho gengs :3
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] There's No Tomorrow
القصة القصيرةKomandan terakhir Kavaleri; Fight like there's no tomorrow.