7. akrab

19 1 0
                                    

Pukul 10.00
Nesya mulai melangkahkan kakinya keluar dari kelas. Dia memang sengaja keluar pas pada jam. Biasalah orang Indonesia. Acara jam 10.00 berangkatnya juga baru jam 10.00,-
Sebenarnya Nesya hanya membaca 3 kali puisi itu. Dia kurang bersemangat. Apalagi, puisi yang kini Nesya bawakan adalah bergenre Mello. Sudah dipastikan ia harus bisa membawa pembaca pada oerasaan hanyut terhadap puisinya.

Ia ragu. Nesya sedikit khawatir ketika kakak kelas 11 berserta beberapa anak kelas 10 yang mencoba lagu bunda secara bersama. Nesya hanya takut ia tidak dapat membawa pendengar dalam puisinya

"Iss.. Kok deg deg-an gini sih"
"Apa mendingan aku ndak latihan aja ya."
"Kan bisa tuh, pura pura sakit. Dan bisa juga aku digantikan sama yang lain. Kan yang bisa baca puisi bukan aku saja"
"Iyaa.. Aku harus kabur !"

Ketika Nesya mulai membalikkan badannya. Pandangan yang masih menatap sepatunya. Dan bisikan setan yang mengajaknya kabur mulai memenuhi pikiranya.

Sebentar, kaki nesya bertemu dengan dua pasang sepatu warna hitam yang ia tebak harganya cukup mahal. Dia masih menunduk. Nesya belum berani melihat siapa pemilik sepatu itu.

"Kenapa ndak masuk ? Udah dimulai kan ?"

Deg..

Nesya tau suara itu. Nesya mulai gemetar. Sebenarnya ia bukan sedang terkena serangan jatuh cinta ya. Ia harus takut dimarahi karena mencoba kabur.

Pemilik sepasang sepatu ber merk itu tak lain dan tak bukan adalah Kak Atma
Benar. Dia juga yang sedang berbicara dengan Nesya. Dengan gugup Nesya mulai berani mendongakkan kepalanya.

"Ehh..hehe. Kak atma"

Nesya mulai berbicara dengan cengiran khasnya. Ia terlalu gugup berbicara dengan orang ganteng.

Kak atma : "kenapa ndak masuk ? " dengan wajah yang mulai curiga

Nesya : "hehe ini kak.. Emm.. Ini anu.. Itu.. Emm anu"

Kak atma : "anu itu anu.. Bilang apa sih dik. Ayo masuk"

Nesya : "hehe iya kak ayo"

Hemm

Rencana Nesya kini gagal. Ia tidak bisa kabur dari latihan kali ini. Ia memang belum diselamatkan oleh dewi Fortune. Yaa walau bagaimanapun ia harus memanuhi kewajibannya sebagai anak bertalent puisi. Bukan spesialis sih. Hanya akrab bersama dunia yang berbau puisi.

Sementara Nesya yang sedang sibuk dengan pikiran gagalnya. Atma membalikkan badannya. Ia sedikit bingung dengan kelakuan anak itu. Dia masih diam.

"DIMANA ANAK YANG DITUGASKAN UNTUK MEMBAWA PUISI !!"

Haa.. Nesya tersadar dari lamunannya. Sedangkan Atma, ia langsung menghentikan aktifitasnya memandangi anak kecil yang sedang melamun itu.

"Maaf pak. Tadi saya lihat dik Nesya yang bagian membaca puisi izin ke kamar mandi"

Guru pembina paduan pun mengganguk paham. Nesya mematung. Ia sibuk dengan pikirannya.
"Kenapa kak atma menyelamatkanku dari amukkan pembina?"

Tanpa Nesya sadari. Ternyata senyuman manisnya keluar dengan sempurna di sebelah jendela kaca ruang musik. Ia tersenyum atas kebaikan sang Atma.

Tidak.. kak Atma kan memang baik ke siapa saja

Perlahan pikiran kecil Nesya menepis kebaperannya. Ia akui, Nesya tengah baper saat ini.

Dengan cepat ia melangkahkan kakinya

"Maaf pak saya terlambat"

****

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 30, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Untuk HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang