SEMENJAK kemarin, pertemuan tidak disengajanya bersama laki-laki bernama Akhsyar itu mendadak perasaan Arumi dilanda kegelisahan. Arumi tidak tahu mengapa dirinya gelisah seperti ini. Hatinya cemas dan terkadang pikirannya membayangkan laki-laki itu.
Sungguh, ia tak sengaja memikirkan Akhsyar. Memori ingatannya sendiri yang tiba-tiba menghadirkan sosok pemuda berkaos hitam kemarin itu. Ah, Arumi malu sendiri.
Dalam benaknya terbesit pertanyaan yang dirinya pun tak dapat menjawabnya. Mungkinkah ia jatuh cinta pada sosok Akhsyar? Tapi rasanya, Arumi tak seharusnya jatuh cinta diusia yang masih dini. Bahkan lulus SMP pun belum, lalu bagaimana bisa ia jatuh cinta?
Berbicara jatuh cinta, Arumi yakin ia tidak merasakannya. Ralat, belum lebih tepatnya. Ia masih sekolah. Masih pelajaran yang menjadi prioritasnya. Bukan hal ambigu yang saat ini melandanya.
Pukul dua siang. Biasanya, tukang jualan siomay sudah ngider di depan rumahnya. Tapi sekarang, tak ada tanda-tanda bunyi dari kentongan tukang siomay.
Tok..tok!!
Pintu kamarnya diketuk seseorang. Arumi yakin, itu Ummi.
"Rum, Ummi boleh masuk?" Tanya suara lembut dari luar pintu.
Arumi sudah bisa menduga. Ia mengubah posisinya yang tadi tiduran terlentang kini menjadi duduk bersila.
"Masuk saja, Ummi, tidak dikunci pintunya." Sahut Arumi.
Ummi Nida masuk ke dalam kamar putri satu-satunya. Harum khas kamar pun menguar ke udara. Deretan barang tersusun rapi disana. Membuat siapapun akan merasa nyaman dengan suasana kamar Arumi. Tak jarang, jika Arumi akan betah seharian penuh berada di kamarnya.
Ummi Nida mendekati putrinya. Perempuan paruhbaya itu kemudian duduk di sisi ranjang tidur Arumi.
"Rum, Ummi ingin bicara tentang sesuatu sama kamu, Nak." Ucapnya tanpa ada basa-basi sedikitpun.
Arumi heran, mengapa Umminya langsung to the poin? Tak biasanya seperti ini.
"Bicara apa, Ummi? Bicara saja," Jawab Arumi.
Tampak Ummi Nida berpikir sejenak. Ekspresi nya tak bisa ditebak. Sesekali ia juga menghembuskan nafas gusar. Seperti bimbang ingin mengatakan atau tidak. Jari tangannyapun saling berkaitan.
Arumi yang tak mendapat balasan ucapan Ummi pun akhirnya memegang pundak Ummi nya.
"Ummi berangkat saja. Rum tahu, Ummi dan Abi pasti akan pergi ke Manado. Rum tidak apa-apa, kok, disini. Lagian, paman juga pasti butuh abi untuk ditemani."
Ummi Nida terperanjat disana. Ia cukup terkejut bahwa Arumi dapat mengetahui tujuannya kemari. Dalam hati ia bertanya darimana Arumi dapat mengetahui perihal itu padahal ia dan suaminya belum juga memberitahu. Meski cukup terkejut, tapi tak urung menerbitkan senyuman lebarnyapun. Ummi Nida jadi tak perlu khawatir akan penolakan Arumi tentang rencananya yang akan pergi ke Manado.
"kamu tahu darimana, Rum?"
Arumi tersenyum lebar menampilkan deretan gigi putihnya. Ia juga mengggaruk pipinya yang sama sekali tak gatal.
"Afwan, Ummi, saat Rum akan mengambil air minum di dapur, Rum tak sengaja mendengar pembicaraan Abi dan Ummi. Bukan maksud, hanya saja.. Rum sudah terlanjur mendengarnya. Jadi, ya sudah, Rum lanjutkan mendengarnya. Tidak sampai selesai sih," Arumi menerawang ke beberapa jam lalu.
Arumi melangkah pergi ke dapur. Tenggorokkannya terasa kering kerontang menandakan ia membutuhkan air untuk membasahinya. Cuaca di luar sangatlah panas membuat tubuhnya bercucuran keringat.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIDADARI BERCADAR ✔
SpirituellesCERITA INI DIPLAGIAT 3KALI DAN KARENA ITU SAYA MEMUTUSKAN UNTUK TIDAK MELANJUTKAN. MOHON MAAF JIKA ADA YANG TIDAK BERKENAN. DI BANDING RASA KECEWA KALIAN KARENA TIDAK ADA KELANJUTAN KISAH INI, SAYA JAUH LEBIH KECEWA DENGAN SI PLAGIAT ITU. Tentang...