Bab 8✅

734 29 9
                                    

Kompleks B, Jakarta Pusat, 19.00 WIB.

"Kak lo sebenarnya kenapa, sih? Diam mulu kalau ditanya. Dikit-dikit ngelamun, lo ada apa? Galau diputusin Zaina? Ck, zaman udah maju tapi galau tetap jadi permasalahan utama remaja, mau jadi apa bangsa ini kalau generasi mudanya seperti lo?"

Seorang cowok dengan gaya bercelotehnya yang khas dan selalu mengkait-kaitkan permasalahan dengan hal yang tak berguna. Wujud laki-laki tetapi memiliki mulut seperti perempuan. Haish, lihat saja wajah sok tahunya itu.

Ingin sekali Akhsyar pukul muka sok polos dan sok tahu adiknya itu. Hah, jika bukan saudara kandungnya sudah dari dulu Akhsyar pukul muka itu. Sayangnya, takdir berkata lain. Cowok didepannya ini adalah adik kandung yang selisih usianya hanya 1 tahun. Yap, Akhsyar memiliki adik laki-laki yang kerap disangka kembar oleh orang-orang. Meski wajahnya mirip, Akhsyar kerap menyangkal bahwa jelas lebih gantengan dia daripada adiknya ini.

Ia melempar batu pada kolam belakang rumahnya---rumah yang baru ia tempati kembali setelah beberapa bulan berada di Kota Udang. Rumahnya terletak di Kompleks Perumahan B di Ibukota Jakarta. Rumahnya biasa saja, tak terlalu menonjol. Hanya terdapat satu lantai dengan halaman belakang yang cukup untuk dibuat kolam kecil---untuk pembiakan ikan Reza---adiknya, yang kini tengah berdiri disebelahnya---berisi ikan koki milik Reza serta beberapa tanaman milik Mamanya.

"Eh, nanti kesayangan gue pada mati lo mau tanggung jawab, hah?!" Sentak Reza ketika Akhsyar masih terus melempari kolam itu dengan batuan kecil hingga membuat ikan-ikan disana kelabakan.

Semilir angin malam membuat sedikit kulitnya menggigil, tetapi ia hiraukan.

Tatapan Akhsyar beralih pada langit yang bertaburan bintang. Ditambah Sang Dewi Malam yang bersinar terang seolah berada diatas kepalanya. Malam ini terlalu indah jika harus memikirkan seseorang yang---entahlah---berhasil menjatuhkan hatinya.

Untuk pertama dan terakhir kalinya---sampai saat ini---Akhsyar benar-benar tak pernah bertemu kembali dengan gadis itu. Gadis dengan pancaran teduhnya.

Akhsyar kembali terbayang wajah cantik didepannya kala itu. Betapa cantiknya gadis yang tengah membawa arum manis itu. Mulai dari dahi yang putih bersih tanpa beruntusan sedikitpun mungkin karena sering terbilas air wudu. Lalu turun ke alisnya, sepasang alis tebal yang sangat pas dipadukan dengan mata bulat nan lentik hingga memancarkan sebuah ketenangan. Bolamata itu seakan sebuah magnet kuat yang menarik Akhsyar untuk berlama-lama menatap bolamata itu. Lalu hidungnya yang mancung bagaikan perosotan ditaman kanak-kanak. Dan terakhir bibirnya. Bibir gadis itu berwarna merah muda. Tipis dan...

Puk!

"WOY!" Tepukan keras dengan dibarengi jeritan ditelinganya seketika membuat Akhsyar mengerjapkan matanya. Seolah ia dipaksa tersadar dari sesuatu.

Tak hanya matanya yang reflek mengerjap tetapi jantungnya pun ikut reflek bertalu kencang. Akhsyar menatap tajam ke arah Reza.
"Apa, sih, Za? Bisa nggak, sih, lo nggak gangguin gue sehari aja? Ck!" Akhsyar berdecak kesal.

Bayangan wajah gadis itupun menghilang begitu saja bak lenyap bercampur dengan udara.

Akhsyar memejamkan matanya menahan kesal.

"Kak gue daritadi nanya lo nggak jawab. Dan dengan seenaknya lo malah mau ngebunuh semua kesayangan gue. Gimana gue nggak kesal?!" Balas Reza.

Sontak Akhsyar menoleh cepat,"siapa yang mau ngebunuh ikan lo, sih?!"

"Elo. Ngapain coba disini sendiri, ditanya diam, terus ngelemparin kesayangan gue pakai batu dan sekarang.. tiba-tiba lo senyam-senyum nggak jelas gini. Lo nggak gila kan, Kak?"

BIDADARI BERCADAR ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang