Bab 7✅

351 22 2
                                    

Pertama-tama, aku minta maaf  ya untuk cerita ini. Jujur, aku benar-benar kesusahan untuk meng-Up cerita ini. Barangkali bosan atau lelah silahkan cari cerita lain. Karena dari aku sendiripun aku nggak tahu kapan akan update lagi.

Terimakasih banyak yang sudah rela menunggu cerita Bidadari Bercadar ini!

Happy reading!!❤❤

Tak terasa waktu berjalan semakin cepat. Sudah 1 hari berlalu semenjak perginya orangtuanya, hari ini adalah hari terakhirnya berada di Kota udang. Ya, Arumi akan meninggalkan kota yang memiliki banyak kenangan ini.

Arumi berada di kamarnya saat ini. Kamar dengan motif hijau tak lupa banyak tempelan origami didinding yang berisi kata-kata juga segala hal yang berwarna hijau. Itu warna kesukaan Arumi selain warna pink.

Arumi menghembuskan nafas untuk kesekian kalinya. Bukan, ia tak ragu. Hanya saja, ia memikirkan respon dari keluarganya.

Sebuah kain berwarna hitam. Begitu istimewa untuk sebagian wanita yang menutup auratnya. Dan Arumi.. teringin mengenakannya.

Arumi berjalan menuju sebuah kaca yang tertempel di lemarinya. Tangannya sedikit gemetar saat akan memasangkannya di wajahnya.

Dan kain itu telah terpasang sempurna. Hanya menyisakan mata dan sedikit dahinya. Ya, cadar.

Ia tampak cantik dengan cadarnya.

Arumi menatap intens bayangan dirinya itu. Lalu, sebuah senyuman yang hanya diketahui olehnya---dan Dia---tersungging dibalik niqabnya.

Arumi tak menyesal. Justru sebuah ketenangan tiba-tiba menyergap relung hatinya. Apakah ini yang Arumi cari selama ini?

Arumi berjalan keluar menemui keluarganya dibawah yang tengah berkumpul. Siapa lagi kalau bukan Bibi, Paman dan Milka.

Dengan berhati-hati ia menuruni undakan anak tangga itu. Namun rupanya derap langkahnya telah berhasil mencuri perhatian mereka.

Milka menatap seorang perempuan yang benar-benar tertutup---pakaiannya---hingga yang terlihat hanyalah matanya. Ia membuka sedikit mulutnya, lalu..

"Oh, daebak! I--itu.. R--rum?" Dengan tergagap ia menatap Mamanya. Dan tatapan merekapun bertemu.

Bibi Nindi menghampiri Arumi.
"Rum? Ini beneran Rum?" Tanyanya sambil memegang kedua bahu Arumi.

Arumi lagi-lagi tersenyum hingga matanya nampak membentuk bulan sabit.
"Bibi, Rum izin mengenakan niqab. Boleh, kan?"

Bibi Nindi berkaca-kaca melihat perubahan keponakannya. Ia tahu betul bagaiamana perasaan Arumi. Hal yang Arumi hadapi memanglah tidak mudah. Tapi dengan Izin-Nya, Arumi mampu melewatinya hingga kini.

Bibi Nindi segera mendekap keponakannya itu. Dan satu tetes airmata berhasil lolos dari pelupuk matanya.

"Boleh, sayang. Selagi itu positif dan membuat Rum lebih baik, Bibi akan selalu mendukung."

Arumi mengelus punggung adik dari Uminya ini. Mereka berdua persis.

"Terimakasih," lirih Arumi.

Milka mendekat,"serius?"

Arumi yang mendengar suara Milka, akhirnya melepas pelukannya. Ia beralih menatap sepupunya yang masih dalam ekspresi setengah cengo. Lihat saja, mulut terbuka dan mata yang seolah bertanya. Ingin sekali Arumi tertawa karenanya.

"Apanya yang serius?" Arumi balik bertanya.

"Rum bercadar?" Tanyanya. Dan diangguki oleh anggukan mantap Arumi.

BIDADARI BERCADAR ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang