8

5.3K 832 55
                                    

Jihoon dan Woojin sampai di apartemen sekitar pukul tujuh kurang. Sepanjang perjalanan dari sekolah menuju apartemen tadi Jihoon tertidur. Mungkin karena lelah sudah berlatih boxing, mungkin juga karena lelah moodnya berubah-ubah seharian ini.

Mobil mereka berhenti di lobby apartemen, lalu Kim Minho menaikkan Jihoon ke punggungnya karena Jihoon memang agak sulit untuk dibangunkan. Kim Minho sejak dulu memang sudah biasa menggendong Jihoon, tapi lama kelamaan berat badan Jihoon terus bertambah, sehingga kali ini baru saja melangkahkan kakinya ke dalam lobby apartemen, napasnya mulai tersenggal.

"Bangunin ajalah Jihoonnya," Woojin menepuk pundak Jihoon berkali-kali karena merasa kasihan pada Kim Minho yang harus menggendongnya selama di dalam lift, "bangun Hoon."

"Nngggggg----" Jihoon hanya mengerang lalu cemberut, namun matanya masih tetap tertutup dengan rapat, enggan untuk bangun dari tidurnya. Tangannya malah memeluk Kim Minho lebih erat.



"Kok Jihoon lucu gitu sih."



Woojin dan Kim Minho menoleh bersamaan kearah asal suara. Ternyata itu suara Guanlin. Ia terlihat memakai baju bebas dan sedang menenteng satu kantong belanjaan.

"Jadi lo beneran tinggal di apartemen ini?" Woojin mendapat anggukkan dari Guanlin.

"Lo juga disini?"

"Iya. Gua sama Jihoon tinggal disini juga," setelah itu Woojin kembali menepuk pundak Jihoon untuk membangunkannya, "Hoon ini ada Guanlin."

Mendengar nama Guanlin disebut, Jihoon berusaha membuka matanya. Namun setelah matanya bertemu dengan mata Guanlin, Jihoon malah menyembunyikan wajahnya di bahu Kim Minho.

"Itu om Minho berat tau gendong lo," Guanlin tertawa melihat tingkah Jihoon yang tampak manja pada Kim Minho.

Mendengar ucapan Guanlin, akhirnya Jihoon turun dari punggung Kim Minho, tapi ia malah memeluk Kim Minho dari belakang sambil masih menyembunyikan wajahnya karena malu pada Guanlin.

"Udah ayok jalan yang bener Hoon, gua gerah pengen mandi," Woojin menarik tangan Jihoon agar melepaskan pelukannya pada Kim Minho. 

Jihoon berhasil lepas dari pelukan Kim Minho, lalu matanya bertemu dengan mata Guanlin, kemudian ia merasa jantungnya berdebar kencang saat Guanlin melemparkan senyum padanya. Yang selanjutnya terjadi adalah Jihoon memeluk Woojin dari belakang dan menyembunyikan wajahnya di belakang leher Woojin.

Guanlin hanya tertawa melihat kelakuan Jihoon. Sementara Woojin memutar bola matanya kesal. Akhirnya ia menyeret Jihoon ke dalam lift, dengan Jihoon yang tidak mau melepaskan pelukan padanya.

Mereka berempat memasuki lift bersama-sama. Guanlin menekan tombol angka sebelas pada lift, lalu ia menoleh pada Woojin dan Kim Minho, "kalian lantai berapa?"

"Paling atas," kata Woojin.

"Sembilan belas?" tanya Guanlin sebelum memencet tombol angka sembilan belas.

"Dua puluh," kata Jihoon sambil masih belum merubah posisinya. Membuat Woojin mencubit tangan Jihoon yang masih melingkar di pinggangnya.

"Hah?" Guanlin kebingungan sendiri karena tombol di lift hanya sampai angka sembilan belas.

"Ya udah ke lantai lo dulu aja," kata Woojin akhirnya sebelum Guanlin bertanya lebih jauh.

Pintu lift tertutup dan mereka menuju lantai sebelas.

Guanlin melirik Jihoon yang masih belum mau menunjukkan wajahnya. Lalu tangannya bergerak menuju kepala Jihoon dan mengusaknya dengan lembut, "lo beneran gemes tau Hoon."

Pintu lift terbuka di lantai sebelas, "gua duluan ya," setelah itu Guanlin keluar dari lift dan melambaikan tangannya menunggu pintu lift tertutup.

Jihoon langsung melepaskan pelukannya pada Woojin begitu pintu lift tertutup. Jihoon terduduk di tempatnya karena lututnya mendadak lemas. Apa tadi Guanlin bilang? Gemas?

"Nggak usah lebay. Paling juga sama aja kaya bang Danik," ucapan Woojin yang ketus itu mendapat pukulan di betisnya oleh Jihoon.

Selama Jihoon dan Woojin sibuk dengan obrolan mereka, Kim Minho menscan kartunya di lift, hendak meluncurkan liftnya ke lantai paling atas, lantai dua puluh. Seperti yang Guanlin bilang sebelumnya, lantai paling atas yang di tunjukkan pada angka yang tertera dalam tombol lift hanya sampai sembilan belas. Sementara apartemen mereka berada di lantai dua puluh.

Kenapa bisa begitu? Karena apartemen Southpark tower adalah apartemen milik keluarga Park. Tepatnya milik Sjun Pte.Ltd. yang termasuk anak perusahaan dari Park Corporate. Apartemen ini sudah dirancang untuk tempat tinggal Jihoon dan memang tertera nama Jihoon pada sertifikatnya. Apartemen ini dirancang oleh Park Seojun untuk anaknya sebelum ia meninggal dunia. 

Sebenarnya Park Seojun meninggal sebelum apartemen ini di bangun, namun pembuatan tower ini direalisasikan oleh kakaknya yaitu ayah Woojin sebagai permintaan terakhir papa Jihoon sebelum napas terakhirnya.


2 - 9 - 5 - 9 - 9


Angka itulah yang di tekan secara berurutan oleh Kim Minho untuk membuat lift ini bergerak ke lantai dua puluh. Hal ini dilakukan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. Kode tersebut dibuat juga oleh Park Seojun dalam blue print rancangannya yang merupakan tanggal ulang tahun anaknya.

Saat lift terbuka di lantai dua puluh, Woojin langsung keluar dan segera memasuki apartemen mereka karena hari ini ia merasa sangat lelah. Sementara Jihoon masih terduduk di lift. Masih belum mampu menggerakkan kakinya yang terus bergetar.

Kim Minho menunggu Jihoon di depan lift, senyumnya tiba-tiba tidak dapat ditahannya ketika dilihatnya Jihoon merentangkan kedua tangannya, "om Minho gendong Jihoon dong," kata Jihoon sambil merengek.

Kim Minho langsung berjongkok dimembelakangi Jihoon, membiarkan Jihoon naik ke punggungnya, lalu ia menggendong Jihoon masuk ke dalam apartemen.

Sebenarnya Kim Minho adalah sekretaris pribadi papa Jihoon semasa hidupnya. Setelah papa Jihoon meninggal dunia, Kim Minho mengabdikan hidupnya untuk menjadi sekretaris Jihoon dan merasa memiliki tanggung jawab untuk merawat Jihoon. Maka dari itu ia sangat dekat dengan Jihoon dan bahkan menyayanginya lebih dari dirinya sendiri.

"Menurut om Minho, Guanlin suka sama Jihoon nggak sih?"

Kim Minho menurunkan Jihoon di sofa ruang tengah apartemen, kini ia berjongkok di hadapan Jihoon sambil menatapnya manis, "perasaan orang nggak ada yang tau Hoon. Kamu emangnya nggak takut kasusnya sama kaya Daniel?"

Jika di luar Kim Minho memang terlihat profesional dan kaku, berbeda dengan di apartemen yang sikapnya akan berubah menjadi lebih hangat. Jika di luar ia menjadi bodyguard bagi duo Park, jika di dalam apartemen ia akan berubah menjadi perawat atau kakak bagi duo Park.

Jihoon menggembungkan pipinya sambil cemberut. Semua orang mengaitkannya dengan Daniel, Daniel, dan Daniel.

"Pikirin dulu perasaan kamu baik-baik. Om cuma nggak mau papa mama kamu disana ngeliat kamu sedih. Om udah janji buat jagain kamu sama mereka," setelah itu Kim Minho menepuk kedua bahu Jihoon dan beranjak meninggalkan Jihoon.

Jihoon terdiam. Ia memikirkan kata-kata yang diucapkan oleh Kim Minho berulang-ulang.

"Oke. Pastiin dulu perasaan gue buat Guanlin, baru gue tentuin buat maju atau menyerah," setelah berkata begitu pada dirinya sendiri, Jihoon berjalan ke kamarnya.

***






Hello! Maafin yak kalo tulisannya cuma dikit. Aku anaknya bosenan jadi emang gabisa banyak-banyak. Doain aja biar sering updatenya hehe. Semoga suka sama ceritanya ya <3333

Aquiver - PANWINKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang