It's love?

735 92 41
                                    

Matahari tak menampakkan sinarnya, sepertinya Tuhan berencana menurunkan rahmat-Nya berupa hujan siang ini.

Kubawa kakiku melangkah menuju sebuah taman disudut kota -tempat yang memang sedikit sepi- entahlah aku hanya ingin menenangkan diri. Kuhela napasku, bersyukur akhirnya berhasil meloloskan diri sejenak dari rasa penat karena pekerjaan yang menumpuk.

Jaehwan sebagai rekan kerjaku bahkan tak membantu sama sekali, beberapa minggu terakhir ia lebih sering tersenyum lebar seperti orang bodoh sambil menatap layar handphonenya.

'Cobalah untuk jatuh cinta, hyung. Maka kau akan mengerti.' Jawabnya saat aku mencoba menegurnya. Jawaban yang membuatku ingin melayangkan sepatu tepat pada kepala besarnya.

Namun karenanya juga aku jadi bertanya-tanya, cinta? Apa itu cinta? Apa seajaib itu hingga mampu membuat seseorang seperti kehilangan kewarasannya?

Butiran air bening menetes mengenai puncak kepalaku, membuyarkan lamunanku. Kuangkat wajahku, menatap awan hitam yang kini menumpahkan airnya. Setengah berlari kucoba mencari tempat berteduh, dan kakiku berhenti dibawah pohon besar yang setidaknya sedikit melindungiku dari guyuran air hujan.

Mataku sedikit menyernyit saat atensiku menangkap seseorang dengan surai karamel yang memunggungiku hanya terdiam disana, membiarkan dirinya diguyur derasnya air yang jatuh. Ia rentangkan kedua tangannya kesamping, lalu ia berputar dengan kepala yang sedikit diangkat keatas. Hingga kini dapat kulihat wajahnya, kulit putih yang dipadu dengan bibir merah, juga pipi bulat yang memerah karena udara yang dingin. Manis. Kontras sekali dengan bahunya yang lebar dan perawakannya yang tinggi.

Ia kemudian berlari dengan senyum yang terlukis diwajahnya. Tanpa kuperintah kakiku melangkah dengan sendirinya, berlari kecil mengikuti langkahnya. Tak kupedulikan tubuhku yang kini basah, yang kutahu ada perasaan aneh yang membuatku tak ingin kehilangan jejaknya.

Ia berhenti di depan air mancur yang memang berada di tengah taman ini, berlari mengelilinginya dengan tawa dan kebahagian yang terpancar dari parasnya. Tingkahnya sungguh kekanakkan namun tampak begitu menggemaskan.

Tungkainya melangkah lagi, dan tanpa ragu aku kembali mengikutinya. Ia berhenti lantas duduk di bangku taman, memejamkan matanya, menarik napas dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Terus begitu selama beberapa saat, seakan menikmati rintik hujan yang menerpa wajahnya yang tampak begitu tenang. Senyum indah tak juga luput dari parasnya, membuatku tanpa sadar ikut menarik kedua sudut bibirku.

How can someone be so beautiful?

"Daniel-ah!" Kudengar teriakan seorang yang berasal dari belakangku. Namun tiba-tiba pria yang duduk tak jauh dariku itu menghentikan aktivitasnya, menolehkan kepalanya ke arahku dan lalu melambaikan tangannya dengan semangat.

Daniel. Namanya Daniel.

Masih dengan senyumnya yang secerah sinar matahari, ia kemudian berlari kecil kearahku. Seiring dengan langkahnya surai karamelnya yang basah bergerak hingga meneneskan butiran air. Membuatnya beribu kali terlihat lebih mempesona.

Langkahnya semakin dekat denganku, hingga kini fokusku hanya tertuju padanya, seakan dunia gelap dan hanya ia yang dapat kulihat. Kurasakan sesak didadaku seakan jutaan kupu-kupu terbang disana dan siap keluar kapan saja. Darahku mengalir cepat menuju jantungku membuatnya berdegup begitu kencang.

A-apa yang terjadi?

Ini...

Perasaan apa ini?

Kini dia berhenti dihadapanku yang memang menghalangi langkahnya, dia mengangkat wajahnya hingga mata kami bertemu. Obdisian coklat jernih yang senada dengan surai karamelnya memancarkan keteduhan dan kehangatan. Membuatku berharap waktu akan berhenti sekarang juga hingga ia tak akan melihat pada yang lain dan hanya menatapku.
Ia memiringkan kepalanya, mengerjapkan matanya beberapa kali karena aku tak kunjung memberinya jalan, dan kemudian bibirnya dengan ragu berkata, "Permisi?"

Aku hanya terdiam, otakku seakan berhenti bekerja hanya dengan mendengar suaranya. Serak dan dalam.

Melihatku yang masih bergeming, ia menatapku dengan raut bingung diwajahnya, hingga setelahnya kesadaranku akhirnya kembali. Dengan kaku kubungkukkan kepalaku sebagai tanda permohonan maaf dan lalu menggeser tubuhku kesamping, memberinya jalan.

Sebelum berlalu ia juga membungkukkan kepalanya sambil tersenyum, mata sipitnya membentuk bulan sabit. Manis sekali. Sungguh.

Aku membalikan badan setelah berhasil mengambil kembali nafasku yang bahkan aku tak sadar sempat ia curi. Menatap punggungnya yang perlahan menjauh di bawah payung putih bersama pria tinggi yang tadi memanggilnya dengan lengan pria itu mendekap erat bahunya.

Aku masih bergeming sampai mataku tak mampu lagi menangkap sosoknya. Menyentuh dadaku, bisa kurasakan jantungku masih berdebar hebat karenanya.

Perasaan ini...

Inikah yang mereka sebut... cinta?

.................

Aku tau kok ini boring. Wkwkwk
Tapi pengen nyoba nulis lagi, meski remake sih. Haha

Ini one shot sih, tapi kalau ada yang mau lanjut mungkin aku bisa pikirin plot nya. Hehe

It's love? || OngnielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang