Mimpi. Terkadang aku bisa gila memikirkannya. Memikirkan akan cara mendapatkannya, pengorbanan untuk mendapatkannya, dan khayalan indah jika mendapatkannya. Aku sering terlena jika sudah mendapatkan impian kecilku. Dia itu bagaikan bola besi yang dengan mudah memecahkan kaca dengan sentuhannya.
Hari ini, tanggal 6 September tahun 2017. Aku kembali memijakkan kaki di Negara tercinta, Indonesia. Aku adalah Dinda Risyada, mereka memanggilku dengan nama Dinda. Kata mereka aku adalah remaja 16 tahun yang menyukai piano dan skateboard. Dua hal itu sudah melekat pada jiwaku, terkadang dua benda itu yang melawan rasa emosionalku.
Aku bahagia bisa kembali di tempat ini, danau buatan yang dulu sering aku kunjungi bila aku merasa lelah. Semuanya belum berubah. Dari pohon srikaya yang masih terukir namaku, pulau-pulau kecil yang dipenuhi pepohonan hijau, perahu kuning dengan dua dayung kayu, dan semuanya masih terasa sama. Hanya saja, ada beberapa penjaga yang tidak ku kenali.
Ini adalah hari pertama aku masuk di sekoah baruku. Tidak ada halangan untuk hari ini, semua terasa seperti hari pertama sekolah pada umumnya. Bertemu teman baru, guru baru, dan suasana baru. Tadi aku duduk di bangku paling ujung, ada dua kursi di sana, tapi kosong, hanya ada aku. Kata Arum itu bangku Dharma. Dharma tidak masuk hari ini karena ada ijin, dia sakit. Aku tidak menyangka jika aku banyak menemukan teman baru dengan mudah, mereka semua baik, banyak diantara mereka yang duduknya satu bangku dengan lawan jenis. Kata Arum dan Dio itu sudah menjadi tradisi SMA 7 Bandung. Dio adalah teman sebangku Arum, mereka banyak cerita kepadaku sampai akhirnya hari pertamaku masuk sekolah berakhir.
Kelas sudah sepi, tinggal beberapa orang saja yang masih berada di kelas. Aku membereskan beberapa buku tulis dan memasukkannya ke dalam tas biru kesayanganku. Aku harus segera menemui penjaga koperasi untuk mengambil seragam dan beberapa buku paket yang harus dibeli untuk keperluan nantinya. Ibu sudah mengurus semua administrasi, aku hanya diberi pesan untuk mengambil beberapa barang di koprasi. Tadi guru kesiswaan juga mengingatkanku untuk mengambil seragam dan buku paket di koperasi sekolah. Jadi tidak ada alasan untuk lupa ataupun semacamnya.
Ruang koperasi berada di sebelah taman biologi, aku mengetahuinya dari perempuan yang tidak sengaja berpapasan denganku waktu aku keluar kelas. Aku berjalan melewati taman biologi, mataku tak sengaja melihat ada produk inovasi yang lucu di green house. Aku membaca artikel di label produk, ternyata itu adalah tanaman yang ditanam dengan popok bekas. Terkesan menjijikkan, namun itu lucu.
Aku berjalan ke arah koperasi, namun tiba-tiba ada sesuatu yang menempel di bajuku. Mataku mengerjab dengan sendirinya, tidak sempat berteriak ketika seember pupuk basah mengenai bajuku. Aku menoleh ke arah samping dan belakang namun tak ada yang ku temui. Namun terdengar samar, seperti ada segerombolan orang yang tertawa. Berlahan suara itu semakin mendekat dan berjalan melewati koperasi. Aku yakin pasti mereka yang melakukan ini. Aku berlaari mendekati mereka, mereka berjumlah sekitar 7 orang, empat perempuan dan tiga laki-laki. Tanganku dengan refleks mendorong seorang perempuan yang beradadi barisan paling belakang. Dia terjatuh di hadapan teman-temannya. Semuanya diam, termasuk aku.
“Maksudnya apa lo ndorong Asya?” Tanya seorang perempuan dengan wajah tak terima jika temannya diperlakukan seperti itu. “Nyari masalah sama kita?!”
Aku diam, bukannya apa-apa. Tapi perempuan itu terlihat sangat menakutkan, tatapannya tajam. Perempuan yang tadi aku dorong mendekati perempuan itu. “Udah Bi, gausah diladeni, keburu sore nanti” katanya sambil menarik tangan perempuan yang dipanggil Bi tadi.
“Kalian ga ada niatan untuk minta maaf sama gue?” Ujarku, perempuan tadi menatapku tajam. Oke, sekarang bukan hanya perempuan itu saja, tapi semua anggotanya menatapku. Aku balas menatap mereka, percayalah aku menyesal mengatakn hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinda
Teen FictionAku adalah Dinda. Kata Aden, sekarang aku berbeda. Semua itu karena rasa. Perlu kalian tahu, Aden itu kakakku, dia beda usia 2 bulan denganku. Aku paham semuanya, semua berawal dari Dharma yang memberiku bolpoin. Saat mata kami saling beradu sesaat...