Part 1

66.2K 3K 736
                                    

NEW YORK, MARET 2016

"Sejak Mommy memutuskan untuk mengadopsimu sepuluh tahun yang lalu, Mommy hanya ingin kau melupakan masa lalumu. Selamanya," Mommy berkata tanpa menatap Zee, tangannya sibuk mengoleskan selai di rotinya.

"Sekarang kau memiliki Mommy, Daddy, Mark, dan Charless. Untuk apa kau mengungkit masa lalumu yang menyakitkan itu?" lanjut Mommy. Matanya menyembunyikan rasa sakit yang mendalam.

"Aku hanya ingin tahu seperti apa wajah pria yang telah menyakiti Kak Nada. Itu saja," kata Zee lirih. Kak Nada, satu-satunya kakak kandung yang dimilikinya.

"Hanya itu?" Mommy menatap Zee tidak percaya.

"Iya," suara Zee hampir tidak terdengar. Hanya ingin melihatnya, lalu sedikit bermain-main, selanjutnya mengantar pria itu ke hadapan malaikat maut.

Mommy menghela nafas kasar, gelisah. Berulang kali ujung jarinya mengusap sudut mata. Zee tahu, wanita itu tidak ingin anak angkatnya berbuat sesuatu yang buruk. Jika memang benar, sebuah dendam terkadang membutakan mata hati seseorang. Menghalalkan segala cara demi pelampiasan dendamnya.

Mommy sangat menyayangi Zee, sama halnya dia menyayangi anak kandungnya yang bernama Mark. Membahagiakan Zee, dengan harapan gadis berumur 25 tahun itu melupakan kenangan buruknya di Indonesia. Kenangan buruk yang akan selalu menjadi mimpi buruk saat Zee memejamkan mata.

"Apa yang akan kau lakukan seandainya kau menemukannya nanti?"

"Mungkin menamparnya, memukulnya, dan--"

"Membunuhnya?" potong Mommy cepat. "Mommy tidak merawatmu untuk menjadikanmu seorang pembunuh, Zee."

Zee menggeleng putus asa. "Aku berjanji Mom, aku tidak akan membunuhnya!" Kecuali jika aku tidak bisa mengendalikan diri lagi.

Sebesar itukah rasa khawatir Mommy? Zee meraih jemari Mommy, menggenggamnya erat. Menatap matanya, memastikan bahwa dia akan selalu menjaga diri.

"Sekarang tolong katakan, di mana pria bernama Alif itu berada," Zee memohon.

Air mata wanita itu mulai menetes. Mengumpulkan ingatannya sepuluh tahun yang lalu, hal yang seharusnya tidak dilakukannya. Bagaimanapun juga, Mommy adalah orang yang paling tahu penderitaan yang dirasakan oleh Zee. Menyaksikan seperti apa kondisi psikis Zee yang menangis berhari-hari di dalam kamar.

"Dulu Nada mengatakan bahwa pria itu memiliki sebuah hotel di Jakarta. Entah apa nama hotel itu. Nada meminta Mom dan Dad untuk menghapus semua kenangan burukmu. Karena itu, kami sengaja menjauhkanmu dari Indonesia. Dan tidak menyelidiki lebih lanjut siapa pria yang bernama Alif. Kakakmu ingin semuanya diakhiri Zee, jadi jangan ungkit hal itu lagi."

Pemilik hotel di Jakarta. Sepertinya tidak terlalu sulit untuk mencarinya, bisa dimulai dari google. Pemilik hotel di Jakarta bernama Alif. Not bad.

"Daddy sudah meminta bantuan temannya di Indonesia. Tapi katanya, tidak ada pemilik hotel di Jakarta yang bernama Alif. Mungkin dia sudah menjualnya. Lagipula sepuluh tahun adalah jangka waktu yang panjang. Ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi," kata Mommy lagi, mematahkan semangat Zee.

Zee mendesah. Yah, sepertinya pria pengecut itu sengaja menghilangkan jejaknya. Atau ada satu kemungkinan lagi. Saat berkenalan dengan Zee dan Nada, dia memakai identitas palsu. Alif bukanlah nama aslinya. Astaga, jadi dia benar-benar sudah merencanakan semuanya? Betapa bodohnya Zee dan kakaknya saat itu.

Zee memijat keningnya, ingatan saat kecelakaan itu terjadi melintas di kepalanya. Dia duduk di kursi depan mobil, di samping Papa. Sementara Mama berada di kursi belakang. Jeritan Mama yang menyakitkan itu memekakkan telinga Zee, dan dia masih teringat jelas saat mobil Papa meluncur ke dalam jurang. Kecelakaan yang menewaskan kedua orang tuanya, dan merenggut indra penglihatannya. Ya, menjadikan Zee seorang remaja 15 tahun yang buta.

The Second Mistake Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang