Part 3

38.4K 2.3K 283
                                    

Zee mengetuk-ngetuk meja dengan jari tangannya. Sesekali matanya menelusuri barang-barang yang ada di ruangan Devan. Sungguh, menunggu adalah hal yang paling membosankan. Tiga puluh menit serasa setahun.

Mata Zee menatap papan nama di tengah meja. DEVANDRIA. Tanpa sadar dia tertawa perlahan. Nama yang aneh, seperti nama perempuan. Mungkin lucu kalau pria sombong itu dipanggil dengan sebutan Ria.

Zee beralih ke sofa di sudut ruangan. Duduk di sana dengan nyaman, menyilangkan kedua lengan di depan dada. Sebenarnya dia tertarik dengan buku-buku yang tersusun di rak, tapi takut untuk menyentuhnya. Kalau sampai ada barang yang hilang, maka Zee akan menjadi tersangka utama. Sudah cukup dia dicurigai sebagai teroris tanpa alasan yang jelas.

Teroris. Gadis itu mengacak rambutnya dengan kesal. Apa-apaan itu? Melihat bom saja tidak pernah, apalagi meletakkannya di dalam tas. Pria itu benar-benar sudah gila.

Suara ketukan di pintu melegakan hati Zee. Akhirnya pria itu selesai meeting sebelum 60 menit. Dia sudah tidak tahan jika harus menunggu lebih lama lagi.

Namun rasa senangnya memudar saat membuka pintu ruangan. Tidak ada Devan, yang ada hanya seorang wanita berambut pendek memamerkan senyum termanisnya.

"Selamat siang, Nona. Pak Devan mengirimkan ini untuk Anda," wanita itu menunjukkan sebuah tas belanja berlogo merk pakaian wanita. "Pak Devan meminta Anda untuk mengganti baju sekarang juga."

Zee melebarkan mata. Permainan apa lagi ini? "Di mana dia? Dan kenapa harus mengganti baju?"

"Saya tidak tahu alasannya, Nona. Saat ini Pak Devan masih meeting. Sepuluh menit yang lalu dia menelepon dan menyuruh saya untuk memilihkan baju untuk Anda."

Bagaimana jika Devan berniat macam-macam? Astaga, bagaimana jika yang di dalam tas itu adalah sebuah lingerie, mungkin. Memikirkan hal itu, ingin rasanya Zee kabur saat itu juga. Tapi percuma. Semua uang dan ponsel ada di dalam tas yang sedang disita oleh Devan. Dan dia tak bisa pergi tanpa benda itu.

"Terima kasih," Zee menerima tas itu dengan terpaksa.

Masih dengan rasa penasaran bercampur takut, Zee kembali duduk di sofa. Sambil menahan nafas, tangannya menyentuh isi tas berisi pakaian tadi. Bagaimana jika isinya benar-benar sebuah lingerie? Tidak. Tidak. Tidak.

Zee menumpahkan isi tas itu di atas meja. Sebuah celana jeans panjang dan T-shirt berwarna hijau muda. Mata gadis itu melebar menatap kedua benda yang hampir membuatnya gila karena memikirkannya. Ternyata hanya itu? Bayangan sebuah lingerie pun memudar begitu saja.

Tidak! Zee tidak mau mengganti bajunya. Memangnya dia boneka, yang bisa sesuka hati diganti pakaiannya sesuai dengan keinginan pemiliknya? Lagipula Zee jelas-jelas bukan milik Devan. Hei girl, kenapa jadi memikirkan tentang sebuah kepemilikan?

Cukup. Pria itu benar-benar sudah merusak otaknya. Empat puluh menit mengenalnya, otak Zee sudah tercemar kegilaan pria itu sebesar 5%. Dia harus benar-benar menjaga otaknya baik-baik agar tidak terpengaruh oleh pria gila itu lagi.

***

Zee mengerjap-ngerjapkan matanya. Astaga, dia baru saja tertidur karena terlalu bosan menunggu Devan. Apakah pria itu sudah menyelesaikan meetingnya? Dia memulai meeting jam 10.30, dan mengatakan akan selesai setelah 60 menit. Zee melirik jam dinding.

Jarum pendek jam itu sudah berada di angka 1. Yang benar saja, Zee tertidur di ruangan itu selama 2 jam. Di mana Devan, kenapa dia tidak membangunkannya? Gadis itu mulai mencium gelagat yang tidak beres. Apa kabar tas branded-ku?

Tanpa menunggu lama, Zee keluar dari ruangan terkutuk yang sudah membuatnya tertidur. Dia berlari menuju lift, turun ke lobi. Berharap semoga tasnya baik-baik saja.

The Second Mistake Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang