Zee mengelap keringat di dahinya dengan sehelai tissu. Berani taruhan, lima menit lagi make up-nya akan tampak mengenaskan. Dia terlihat lelah, setelah berkali-kali mendatangi beberapa hotel untuk mencari informasi tetapi tidak ada satupun info yang memuaskan. Dari lima hotel yang didatangi oleh Zee, tidak ada satu pun pemilik hotel yang bernama Alif. Atau setidaknya yang usianya tidak lebih dari 33 tahun.
"Maaf, Nona. Nona ini mau menginap di hotel atau mau mencari jodoh?" kata receptionist dengan nada sedikit kasar. Wanita itu terlihat kesal karena Zee terus memberondongnya dengan berbagai pertanyaan padahal jelas-jelas dia sudah menjawab 'tidak tahu'.
Ingin rasanya Zee memukul wajah wanita itu dengan menggunakan high heels yang dipakainya. Berani sekali dia menghinanya, apa wajah Zee terlihat jelek sehingga harus mempromosikan diri pada setiap pemilik hotel? Hah, bahkan wajah wanita di balik meja itu hanya memiliki kecantikan 5% dari kecantikan yang dimiliki oleh Zee.
"Kau tahu? Aku bisa mengadukanmu karena kalimatmu yang terkesan tidak menghormati tamu. Dan sepertinya kau harus mengganti warna lipstick ungu-mu itu. Kau terlihat tua!" Zee menunjuk bibir wanita di hadapannya, lalu memutar badan dan meninggalkan wanita yang semakin mengerucutkan bibirnya.
Cukup. Dia tidak ingin memperpanjang masalah dengan si receptionist yang menyebalkan. Waktunya akan terbuang sia-sia. Entahlah, bagaimana mungkin pihak hotel mau memperkerjakan orang seperti itu. Bukankah seorang receptionist harus selalu bersikap sopan apapun kondisinya? Sekalipun tamunya menyebalkan seperti Zee!
Ah, ralat. Zee bukan tamu. Hanya gadis iseng yang menggali informasi tentang pemilik hotel. Lagaknya cerewet seperti pembawa acara gosip di televisi.
"Astaga, ini sudah sore. Dan aku belum mendapatkan info apapun," Zee mengeluh. Mungkin pencarian hari ini cukup sampai di sini. Dia akan melanjutkan besok.
***
Zee menatap bangunan megah di depannya. Di bagian depan terdapat tulisan 'CENTER HOTEL'. Menurut info di google, ini adalah salah satu hotel bintang lima terbesar di Jakarta. Kebetulan lokasinya tidak terlalu jauh dari apartemen Zee. Dengan semangat dia berjalan menuju lobi.
"Selamat pagi, Nona. Ada yang bisa kami bantu?" seorang wanita tersenyum ramah menyambut kedatangannya.
"Ehm... Begini, Mba. Saya ingin tahu, siapa nama pemilik hotel ini?" tanya Zee.
"Hotel ini milik Bapak Danu Setiawan. Anda ingin menginap di sini?" wanita itu menatap Zee heran. Baru kali ini ada tamu hotel yang menanyakan nama pemiliknya.
"Apa dia masih muda?"
"Maaf, sebelumnya. Apa Anda seorang wartawan? Rasanya pertanyaan itu terlalu pribadi. Saya tidak punya wewenang untuk menjawabnya. Selama ini Pak Danu tidak pernah mau bertemu dengan wartawan."
Jawaban yang sama sekali tidak nyambung. "Apa muka saya terlihat seperti seorang wartawan? Ya ampun, pertanyaan itu cukup simple. Hanya menjawab apakah masih muda atau sudah tua?"
"Dia masih muda dan sangat tampan. Tolong jangan tanyakan apa-apa lagi. Saya tidak bisa menjawab bila pertanyaannya terlalu pribadi."
Masih muda. Apa dia orang yang sama dengan Alif? Dan sangat tampan. Bukankah Kak Nada juga mengatakan bahwa Alif sangat tampan? Zee menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Dia bingung harus melakukan apa lagi. Haruskah dia melanjutkan penyelidikannya? Sepertinya kata 'tampan' dan 'muda' adalah kata kunci dari pertanyaan Zee selama ini.
"Apa klien dari biro wisata sudah datang?" suara baritone seorang pria membuyarkan lamunan Zee.
"Belum, Pak. Pak Devan bisa menunggu di ruangan yang sudah disiapkan," receptionist itu menjawab pertanyaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Second Mistake
Romance✨✨ Cerita pindah ke Dreame ✨✨ Meski sepuluh tahun telah berlalu, tapi kenangan itu akan selalu menjadi mimpi buruk setiap kali Zeefaya Hawkins memejamkan mata. Dia mengenal pria itu, tapi tidak pernah melihat wajahnya. Namun, keinginan Zee untuk mem...