(n.) harmony or accordance in opinion or feeling; a position or result of agreeing.
——————————
"So, how's Europe, bro?"
Bukannya berbasa-basi menanyakan kondisi saudara kembarnya, Narendra justru menyambut Kailendra dengan cara demikian. Berbasa-basi bukanlah hal yang penting lagi bagi kedua pria yang telah berbagi banyak hal sejak dalam kandungan tersebut.
Kai tersenyum kecut. "Gue pasti masih seneng-seneng di sana, kalau aja Bunda nggak kasih kabar mengejutkan kayak gitu." Kai memijat pelipisnya pelan. Setelah mendengar cerita tentang pertemuan—tak terduga—antara Ibunya dan Clemenza, Kai memutuskan untuk mengambil penerbangan paling awal untuk tiba di Indonesia. Itu artinya Kai terpaksa meninggalkan liburannya di Eropa demi meluruskan masalah yang sedang dihadapi olehnya.
"Jadi, lo bakal ngomong apa sama Bunda?" Naren melirik ke arah Kai yang sudah duduk di sampingnya, di dalam mobil yang ia kendarai.
Kai hanya membuang muka ke arah jalanan. Pikirannya kosong. Ia sama sekali tidak memiliki ide tentang bagaimana ia harus menjelaskan situasi yang sesungguhnya kepada Bunda, sebelum masalah berubah semakin pelik. "Gue clueless, Ren."
Naren melirik ke arah Kai sekilas sebelum kembali fokus pada jalanan. "Then you should meet her."
"Who?" Kai menaikkan sebelah alisnya ketika menoleh ke arah Naren.
"Kak Jasmin." Naren memutar bola matanya jengah. "Ya Klee, lah. Siapa lagi?"
Kai mendengus. Sejujurnya, Kai sempat memikirkan hal serupa. Akan tetapi, ia segera mengurungkan niatnya saat teringat bahwa Klee tidak akan mungkin bersedia berjumpa dengan dirinya. Bahkan Klee mungkin mengutuk pertemuan tidak sengaja mereka di Paris beberapa hari yang lalu. "Mana mau dia ketemu sama gue, Ren." Tiba-tiba saja, bayangan ketika keduanya berjumpa di Paris terlintas dalam benak. Kai masih mengingat ekspresi Klee saat itu dengan jelas.
"Udah pernah lo coba?"
Kai tidak menjawab. Ia memang tidak pernah mencoba untuk menghubungi apalagi nekat menemui Klee dengan sengaja sejak berpisah, tetapi ia sudah tahu bahwa Klee tidak akan pernah bersedia melihatnya atau bahkan sekedar mendengar suaranya. Ekspresi Klee saat di Paris telah cukup untuk menjelaskan segalanya.
"Lo jangan asal judging, dong. Klee mungkin benci lo, tapi gue yakin, dia pasti butuh penjelasan buat masalah ini."
"Hmmm." Kai hanya menggumam pelan. Mungkin, usul Naren kali ini memang ada benarnya. "Lo ngelihat pas Bunda ngajak ngobrol Klee itu, nggak?"
"Nggak, sih. Gue diceritain Bunda sama Kak Jasmin."
"Kak Jasmin ngobrol sama Klee juga?" Kai menatap Naren tidak percaya.
Naren mengangguk. "Malahan, Kak Jasmin yang nyelametin Klee waktu itu."
Kai tertegun.
"Kak Jasmin kasihan sama Klee. Secara, Klee 'kan nggak tahu apa-apa. Biar sopan sih, aturannya lo harus ketemu Klee, ajak ngobrol dia baik-baik, jelasin semuanya sama dia. Siapa tahu, dari situ, lo bisa ketemu jalan keluar buat selesaiin masalah sama Bunda." Naren berbicara panjang lebar tanpa melirik sedikit pun ke arah saudaranya.
Kai mengangguk. "Okelah. Nanti gue pikirin lagi."
—
Karena Kai tidak akan pernah tahu, jika ia tidak mencoba, maka pria itu nekad mengirimkan pesan kepada Klee yang menyatakan bahwa ia ingin bertemu gadis itu. Secara mengejutkan, Klee memberikan balasan bahwa mereka bisa bertemu—tak lupa menyebutkan waktu dan tempatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Polaris
General Fiction[ SEQUEL OF ENDING PAGE ] (n.) A fairly bright star located within one degree of the north celestial pole, in the constellation Ursa Minor. One of circumpolar stars. ---------- Bagi Kailendra, Clemenza adalah Polaris-nya, bintang malam yang akan sel...