" Jadi dia akan datang?" Rick menyodorkan segelas cola dingin pada Wei dan duduk di samping Wei dengan santai. Wei mengangguk pelan dan menerima cola itu. Ia merasa agak risih dengan kehadiran Rick tapi Wei berusaha untuk tidak terlalu mempedulikan perasaannya.
Wei baru saja menghubungi Oscar tadi malam dan cowo itu setuju datang ke kampung halaman Wei. Wei memang belum menceritakan masalahnya tetapi begitu dia sampai besok Wei pasti akan menceritakannya.
" Kamu ngga kerja?" tanya Wei melihat Rick tampak sangat santai sekali. Penampilannya berbeda sekali saat di terminal waktu itu. Sekarang dia benar-benar mirip Rick yang dulu. Urakan dengan kaos oblong dan celana pendek, rambut ngga disisir, sendal jepit butut. Yah kecuali kulitnya yang dulu gelap sekarang lebih cerah.
" Hari ini kan Sabtu." Jawab Rick dengan santai. Ia melipat koran yang tadi ia bawa dan mulai mengipas-ngipaskannya. Udara siang ini memang panas sekali. Bahkan lebih panas dari kemarin. Rasanya seperti mau kiamat.
" Duh, panas banget!" dengan gemas Rick membuka kaos oblongnya dan terlihat dengan jelas badannya mandi keringat. Bahkan kaos kutangnya sampai basah sekali.
Wei sendiri kepanasan, tetapi karena di Jakarta ia sudah terbiasa dengan panas, ia tidak terlalu merasa risih.
" Kamu ngga kepanasan apa?" tanya Rick sambil terus mengipasi tubuhnya dengan koran. Wei menggeleng dan melihat mimik wajah Rick yang merengut karena kesal, tanpa ekspresi.
" Untung hari ini hari Sabtu kalau ngga aku pasti udah pingsan. Kantorku kan panas banget ngga ada AC-nya. Aku minta sama Oom malah ngga dikasih, katanya ngga baik buat kesehatan. Dia malah ngasih kipas angin."
" Memangnya kamu kerja apa di kantor Ayah?"
" Ya ngawasin tanah perkebunan. Liat perkembangan hasil perkebunan, kesehatan tanaman dan lain-lainnya. Kamu 'kan tahu kalau aku ini insinyur pertanian."
Wei mengangguk pelan. Ia lupa kalau memang sejak dulu Rick bercita-cita untuk mengembangkan dan menjaga perkebunan yang ada di kota ini. Entah apa yang membuatnya begitu mencintai perkebunan di kota ini.
" Mau jalan-jalan ke perkebunan? Udah lama ngga ke sana 'kan?" tawar Rick penuh semangat. Wei berpikir beberapa saat dan memang lebih baik ia keluar rumah. Ia tidak mau bertemu ayahnya. Lagipula Wei memang sudah lama tidak melihat kebun apel keluarga.
" Boleh."
" Ayo. Naik sepeda ya?!"
Tanpa menunggu jawaban Wei, Rick segera berlari ke rumahnya dan mengeluarkan sepeda dari garasinya. Penuh semangat Rick menggoes sepedanya dan berhenti di depan Wei. Rumah Wei dan rumah Rick memang bertetangga tanpa ada pagar sehingga dengan mudahnya mereka dapat langsung masuk ke area halaman tetangganya.
" Ayo!"
Wei meletakkan gelasnya dan duduk di boncengan sepeda. Ia merasa agak kagok harus dibonceng. Sudah lama sekali ia tidak naik sepeda.
" Pelan-pelan Rick." Pinta Wei.
" Tenang aja!" seru Rick sambil menggoes sepeda semakin cepat. Wei yang ketakutan karena guncangan sepeda memegang kaos Rick kuat-kuat.
Untungnya jalanan ke arah kebun sudah diaspal walau ada beberapa polisi tidurnya. Tapi tak apa daripada dulu, banyak lubang dan jalanannya masih berbatu.
" Wei, inget ngga kalau dulu yang suka dibonceng 'kan aku. Kamu mana mau dibonceng."
Wei mendengus pelan mengingat cerita Rick. Dulu Wei memang sangat tomboy. Ia selalu ingin menjadi lebih kuat dari Rick. Ia tidak mau dianggap lemah dan cengeng. Sekarang, masalah itu tidak penting lagi buat Wei. Tidak ada lagi yang penting buat Wei sejak ibunya meninggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA TERTUTUP LUKA [FINISHED]
RomanceWei punya seorang ayah yang beristri dua. Tidak, tepatnya punya istri simpanan dan membawanya pulang ke rumah saat Wei masih remaja. Rasa sakit hatinya tidak pernah bisa Wei hapus. Lalu ia meminta Wei pulang dengan alasan sedang sakit. Wei merasa s...