Halaman 5

246 84 46
                                    

Arkan menutup pintu kamarnya lalu berjalan dengan sedikit berlari sembari menyanyi merdu, ia ingin mencari beberapa cemilan di dapur untuk mengisi kekosongannya. Namun sebelum sampai tempat tujuannya, ia menangkap seseorang di sofa tengah duduk termenung menatap telivisi dengan wajah datar seperti memikirkan sesuatu.

"Lo hari ini ada temen baru ya, Met?" Tanya Arkan lalu menyambar kentang goreng yang dipegang Metta.

"Apaan, sih. Goreng sendiri sono!" Bentak Metta menarik kembali kentang gorengnya yang direbut Arkan.

"Siapa namanya?"

"Siapa namanya siapa?" Metta menautkan alis bingung.

"Teman baru lo, elah!" Arkan kesal. Ia menjewer pelan kuping kanan gadis itu.

"Aduh! Sakit, bego." Jerit Metta.

"Manja."

"Sakit seriusan nih," Metta mengusap kupingnya dengan pelan, "bego ah!"

"Lebay."

"Beneran!"

"Iye, iye." Pasrah Arkan. Kali ini ia menyambar gelas berisi kan air putih dingin milik gadis itu tanpa izin kemudian meneguknya.

"Ohiya," ujar Metta tiba-tiba. "Namanya Gilang."

BYUUURRR


Seketika air yang tadinya berada di mulut Arkan, kini menyemprot dan mendarat dengan sempurna di wajah Metta. Ia terkejut mendengar nama yang dilontarkan gadis itu hingga ia tersedak air yang diminumnya sendiri, dan berakhir pada Metta sebagai korbannya.

Metta membuka pelan matanya dan menangkap Arkan dengan tatapan murka miliknya. Ia memandang lelaki itu yang melihatnya dengan memasang wajah bingung, namun beberapa saat kemudian lelaki itu menampilkan cengiran khasnya yang ingin sekali ia tabok.

Kini Metta menautkan alisnya lalu menajamkan indera penciumannya, ada sesuatu yang aneh di sana. Ia seperti mencium bau ... liur.

"MAMAAAAA! LIURNYA KAK ARKAN BAU!!" Teriaknya dengan suara yang hendak menangis.

"Kamu kenapa teriak-teriak mulu?" Tanya Anita, Ibunya menghampiri mereka secara tiba-tiba.

Anita sedikit terkejut dengan tampilan anaknya yang terlihat kacau. Wajah yang dipenuhi air, bagian atas bajunya yang basah, dan beberapa bercak air membasahi celananya yang sepanjang lima sentimeter di atas lutut itu.

"HAHAHAHA!"

Berbeda dengan Arkan, sejak Metta meneriaki aroma liurnya, sejak itu juga ia tertawa tanpa berhenti. Ia memegangi perutnya dan mengatur nafasnya yang tak terkontrol. Wajah polos dan tingkah Adiknya yang begitu kekanak-kanakan, cukup menghibur kekosongannya.

"Arkan nyemprot, Ma!" ucapnya mengadu, ia sempat melirik Kakaknya itu dengan sinis.

"ARKAN!" Tegas Ibunya, tersirat peneguran pada sorot matanya yang dibalas Arkan dengan mengangkat lengan kanannya membentuk angka dua sebagai bentuk perdamaian.

ThymosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang