Ke-empat

163 11 1
                                    

Aku tak pernah keliru akan rasaku. Mencintaimu sudah menjadi hal yang mutlak untukku.

"Sudah minum kopinya? Jangan ngelamun" ujar wanita hebat sambil mengambil cangkir kopi.

Aku tersenyum sambil melihat geriknya.

"Dewa. Jangan lihat aku kaya gitu" ujar wanita itu sambil melotot.

Aku lantas tertawa. Berdiri. Lalu mendekapnya.

"Nanti cangkirnya pecah loh kalo kamu kaya gini" ucap wanita itu di atas dadaku.

Aku melepas pelukan, mengambil alih cangkir lalu menyimpannya di atas meja.

Aku kembali mendekapnya. Mencium keningnya dalam dan lama.

"Kamu punyaku. Biarkan seperti ini sebentar saja" ucapku di sela kecupku.

Aku tahu dia tersenyum. Dia suka saat aku mencium kening. Dia bilang Geli, tapi karena kamu yang cium aku jadi nyaman, suka.

*****
J

akarta, 6 Juli 2012

Aku duduk termenung. Tak ada kabar dari mu sejak 15 menit yang lalu.

"Lu jadi galau nih bro?" Tanya Aldi.

Aku tersenyum tipis. Menyesap espresso.

"Jadi Athalla itu temen abang nya?" Tanyaku pada Aldi.

"Iya, dulu Rahma suka jalan bareng abang sama antek-anteknya. Wajar kalo selama ini gak ada yang gangguin dia" jawabnya.

"Terus kenapa dia di jemput sama Athalla?" Tanyaku.

Disinilah aku berpikir. Ini akan jadi percakapan seru karena menyangkut masa lalu. Walau hatiku sedikit sakit. Tak apa, ini tentangmu. Rahma.

"Emang selalu kaya gitu. Diam-diam dulu gue juga pernah naksir sama Rahma" jawabnya pelan.

Sudah ku duga.

"Tapi gak lama kok Wa, gue sadar diri. Athalla saingan yang berat. Abangnya kuliah di luar negeri, Athalla kerja di perusahaan Bapak nya. Dia tajir Bro" lanjutnya. Sambil melambaikan tangan dan tersenyum menggoda kepada seorang gadis yang mengunjungi caffe. Playboy.

Aku hanya mengangguk.

"Itu alasan kenapa Athalla yang jemput Rahma tiap hari Jum'at. Lu tahu kan? Jum'at itu hari terakhir kerja kayanya itu alasan kenapa Athalla suka jemput Rahma cuman di hari Jum'at" lanjutnya. Terus memperhatikan wanita itu yang sedang mencari tenpat duduk.

Aku kembali mengangguk. Masuk akal.

"Tapi Bro, dulu di kelas pernah ada desas-desus kalo Rahma itu di jodohin sama Athalla. Temen sebangku si Rahma sama dua orang di depannya ngomong gitu. Waktu itu Rahma izin sekolah, sangakaan mereka. Rahma pergi ke luar kota buat ngurusin pertunangan." Lanjutnya. Dia membelalakkan mata, wanita yang di taksir nya ternyata datang untuk kekasihnya.

Aku kaget bukan main. Aku lepas pandanganku dari Aldi. Merenung dalam tatapan kosong. Sejauh itu kah Rahma?.

"Terusin" titahku pada Aldi.

"Bentar gue haus" jawabnya lalu meneguk jus jeruk.

Aku menunduk. Aku tahu ini tak benar. Karena yang benar hanya menurut kata-katamu. Aku tak pernah percaya pada orang lain. Cukup padamu Rahma.

"Tapi sampai saat ini Rahma masih sekolah aja tuh. Dua hari setelah Rahma izin, kelas gak rame lagi soal Rahma tunangan sama temen Abangnya" lanjutnya.

Aku mengangguk. Sudah aku katakan. Mereka hanya berburuk sangka. Beraninya.

"Makanya, kalo lu gak mau sakit hati, mending udahan aja cinta sama si Rahma" ujarnya.

Aku hanya berdeham. Kembali menyesap espresso. Takkan aku tanyakan padamu Rahma. Sebelum kalimat pengakuan meluncur jadi bibir ranummu.

***

Katakanlah aku berlebihan, gelisah tanpa kabar sejak dua jam yang lalu. Kamu hilang.

Aku mencoba menelepon. Berdering satu kali.

"Halo Dewa" ujar mu diselingi tawa.

Aku tersenyum. Aku nyalakan perekam telepon.

"Halo Dewi" ujarku lalu tertawa. Aku bahagia sekali, sangat.

"Ada apa Dewa?" Tanyamu lembut.

"Aku rindu" jawabku.

"Jangan rindu Dewa, bikin sakit" timpalmu sambil tertawa.

"Rindu itu sakit ? Salah. Rindu itu indah, serupa wajahmu" timpalku lalu terkekeh pelan.

Kamu tertawa di seberang sana.

"Jangan menggombal" ujarmu.

Aku tersenyum, pipi kamu pasti memerah. Lucu. Ingin ku kecup, boleh ?.

Terdengar samar suara laki-laki di seberang sana. Siapa ?. Tanya lelaki itu.

Senyumku luntur.

"Kak Athalla, ini Dewa" jawabmu sepertinya menjauh.

"Coba bilang Halo Dewa" lanjutmu sepertinya mendekat.

"Halo Dewa, aku Athalla" suara lelaki itu di seberang telepon.

Aku tunangan Rahma, tersenyum sinis di seberang sana. Khayalku.

Aku tak lagi bisa tersenyum. Kamu sedang bersamanya. Aku cemburu. Padahal, aku bukan siapa-siapa. Maaf.

"Aku Dewa.." menggantungkan ucapanku. Menelan ludah.

"Temannya Rahma" lanjutku.

Kamu tertawa kecil di seberang sana.

"Dewa, sudah dulu ya aku mau pergi dulu, dadah" ucapmu mengakhiri.

Sambungan terputus. Juga harapanku yang pupus. Haruskah aku sudahi saja?.

Maafkan aku, Rahma. Aku bukan pengecut. Aku akan mengejar cintamu. Sampai kapan? Sampai kamu mau menerima cintaku.

Setelah telepon itu, aku tak berani meneleponmu, sakit rasanya. Rekaman telepon tadi pun tidak aku putar, ada suara lelaki itu.

Aku memainkan ponsel. Membuka Facebook untuk mencari nama Athalla dan ketemu. Berteman dengan akun Facebook punyamu. Aku sempat stalking, jujur saja. Dia memang pernah memposting foto kebersamaan kalian. Bahagia sekali.

Aku juga ingin. Bisa kah?.

Persetan dengan kata orang, aku tak peduli. Jika mencintai kamu itu sakit. Maka biarkan aku berdarah.

******

Hallo readers ❤

Aku publish setiap 2 hari sekali deal ? Oke deal 😁. Maafkan kalo typo bertebaran dimana-mana. Oleh karena ituuu

Jangan lupa vote dan comment. Kasih saran dan masukan. I love you ❤.

ig : @meliskafa

Masih tahan? Sabar ya beberapa chapter lagi 😂

PHILOPHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang