Siapapun itu, dimanapun ia berada pasti memiliki keinginan yang sama denganku.
Membina rumah tangga yang diberkati oleh cahaya Ilahi.
Bukan aku tidak bersyukur. Bahkan dari awal ini adalah keinginanku untuk menjadi istrinya.
Namun, bagaimana jika hanya aku yang menginginkan pernikahan ini?
Pernikahan kami bukan karena alasan klasik perjodohan.
Bukan juga karena alasan tragis sebab hamil duluan.Aku dan dia sudah saling mengenal lama.
Bahkan selalu menghabiskan seluruh waktuku bersamanya.
Dia sosok penyayang yang menyayangiku. Pria hangat yang menjagaku dan kasih sayangnya sama seperti Papa yang menyayangiku.Namun, itu dulu sebelum kecelakan itu merenggut dua hal yang berarti dalam hidupnya.
Kecelakaan yang disebabkan karena menolongku. Lalu salahkah jika aku rela ia nikahi untuk membalas budinya?
Aku menikah bukan karena mencintainya, aku menikah karena rasa bersalahku yang semakin hari semakin besar.
Aku tahu aku kejam !
Tapi, salahkah jika akupun ingin mendapat ucapan dan kecupan selamat paginya?
Setidaknya dengan begitu aku tahu dia menganggapku ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sempiternal [DITERBITKAN]
Short Story[Complete] Sebelum sejauh mentari kita pernah sedekat nadi Sebelum sejauh lautan lepas Kita pernah sedekat napas