Sempiternal : 2. Kesabaran Ayuna

825 52 3
                                    

Ayuna memasuki apartemen yang selama hampir setengah tahun ini ia tempati dengan terburu-buru. Hari ini ia pulang telat, ada satu pasien yang membuatnya harus pulang lewat jam biasanya. Langkah kakinya dengan terburu-buru menuju kearah pintu bercat coklat.

Dengan tergesa-gesa ia buka kenop pintu itu, dan kedua retinanya menangkap sosok yang sedang mendekap gitar kesayangannya di kursi balkon kamar. Yuna melangkah mendekati sosok lelaki yang hampir setengah tahun ini menikahinya. Yuna tersenyum simpul, mendapati lelakinya menghentikan petikan gitarnya. Menandakan ia tahu jika ada dirinya disekitarnya.

"Maaf aku baru pulang, tadi ada pasien yang gak mau ditinggal!" Tanpa diminta, Yuna meminta maaf dan menyertakan alasan kepada suami nya.

Yuna duduk disamping Satya suaminya,"Sat, pasien aku ini kasian deh. Namanya Arum, dia udah gak punya ibu. Tadi waktu aku mau pulang tangan aku dipegang eraaaat banget sama dia. Dia minta suapin gitu Sat, aku gak tega deh jadi ya udah aku suapin dan aku telat deh pulangnya. Kamu gak marah kan Sat?" Yuna bercerita panjang lebar, mengabaikan wajah tanpa minat Satya.

"Terus ya Sat, tadi ada anak yang setiap aku infus selalu dia lepas. Sampe aku pindahin berapa kali aja lo, dari tangan kanan ke kiri sampe kaki. Aduuh pokoknya luar biasa banget deh tu anak. Dibuat keringetan parah akunya."

Selalu seperti ini, sebanyak apapun ia bercerita, sebanyak apapun ia berkisah dan bertanya tak kan ada satupun kata tanggapan dari suaminya ini. Yuna menutup kedua matanya rapat-rapat, sebelum membuang napas kasar dan menampilkan senyumnya lagi.

"Kamu belum makan kan? Aku siapin ya!" Yuna berdiri dari duduknya, membelai pipi tembem sang suami sebelum pergi kedapur.

Sepeninggalan Yuna, Satya meletakkan gitar kesayangannya. Mengusap kasar wajah tampannya dengan kedua telapak tangannya.

"Mau sampe kapan Ay, lo bertahan kayak gini?" Lirihnya tertahan dengan pandangan mata menatap lurus kearah depan, menerawang.

Sudah hampir setengah tahun ia membiarkan Yuna tersiksa dengan hidup bersamanya. Bukan karena dirinya membenci gadis berperawakan mungil itu, demi apapun ia menyayangi gadis itu.

Hampir seluruh hidupnya ia habiskan untuk membahagiakan Yuna. Hampir setiap waktunya ia habiskan bersama Yuna. Namun bagaimanapun ia adalah manusia biasa yang bisa kecewa.

Satya kecewa dengan keputusan Yuna yang dengan tanpa pikir panjang meminta untuk dinikahi. Padahal Satya tahu saat itu, Yuna sudah memiliki Dinar kekasih yang sangat dicintainya.

Namun, Satya adalah Satya yang tak pernah bisa menolak keinginan Yuna sahabat kecilnya.

Satya menyayangi Yuna melebihi apapun, tapi ia juga tahu diri jika ia takkan pernah pantas untuk gadis polos seperti Yuna. Karena Satya hanya lah pria buta yang hidup bersama Yuna karena belas kasihan gadis itu.

Salah satu fakta yang melukai harga dirinya sebagai pria.

"Sat, makan yuk aku udah gorengin ayam buat kamu!" Suara cempreng milik Yuna terdengar jelas dikedua telinga Satya.

Satya berdiri, meraba dinding sebagai aksesnya menuju meja makan. Mengabaikan Yuna yang Satya tahu ada dibelakangnya, mengawasi setiap langkah rapuhnya.

Mereka selalu melewati waktu makan di meja makan dengan cerita Yuna. Cerita yang disampaikan dengan menggebu dan ceria. Tak jarang terdengar tawa Yuna yang menggelegar saat ia bercerita tentang kesialan yang ia alami hari ini. Yuna terus saja berceloteh, walau tak ada satu kata pun yang diucapkan Satya. Suaminya tetap diam dengan ekspresi kosong dan datar.

Menghabiskan makan dengan pelan dan tanpa suara. Terkadang tak ada makanan yang masuk dalam sendoknya. Yuna hanya bisa melihat tanpa bisa membantu. Jika membantupun Satya tak kan mau menerimanya. Sudah untung Satya mau memakan masakannya.

Sempiternal [DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang