Prahara

171 13 4
                                    

Gadis berkerudung merah jambu tersebut sibuk memainkan ujung kemeja yang ia kenakan. Merasa tidak nyaman berada disalah satu gubuk kecil ditengah hamparan hijaunya sawah yang luas. Matahari dengan enggan mulai turun ke peraduan, menciptakan semburan jingga menyejukkan mata. Menghangatkan hati yang meradang sebab kerasnya dunia fana.

"Hanya saja aku mencintaimu, Bang!" Zaenab, gadis berkerudung merah jambu tersebut mengeluarkan suaranya yang tidak lebih seperti cicitan tikus. Gadis ayu tersebut mencoba berbisik, berterus terang. Persetan dengan apa yang akan ia dapatkan nantinya.

Zaenab melirik pemuda disampingnya yang sedang terduduk kaku. Pemuda yang mengajaknya bertemu ditempat biasa mereka menghabiskan waktu bersama lainnya. Pemuda yang entah sejak kapan menawan hatinya.

"Butuh balasan?" pemuda disampingnya bertanya dengan ragu, merasa kaget dengan apa yang baru saja ia dengar dari sahabat perempuannya.

"Tidak! Aku mencintaimu tanpa alasan maka akupun tidak membutuhkan balasan bang!" Dengan sendu Zaenab mengutarakan alasannya.

Keduanya terdiam, membiarkan suara angin memenuhi kedua indra pendengaran mereka. Beberapa kali suara jangkrik mulai bersautan, menandakan malam akan segera menguasai jagat.

Zaenab berdiri, sebelum akhirnya menarik secarik undangan yang sedari tadi berada dalam genggaman pemuda tersebut.

"Semoga kamu bahagia, tapi maaf aku tidak akan pernah bisa datang di pesta pernikahanmu!"

Zaenab berlalu meninggalkan Zakarya yang terdiam termangu menatap tubuh Zaenab yang mulai berjalan menjauh darinya.

"Cinta bukanlah kata murah dan lumrah yang dituturkan dari mulut ke mulut Nab. Andai kamu membutuhkan balasan, akan kubalas cintamu tanpa sisa. Persetan dengan pernikahanku." Zakarya menatap langit lepas yang mulai dipenuhi bintang. Menerawang masa kemarin, masa yang lebih banyak dihabiskannya bersama Zaenab. Gadis ayu penggiat kegiatan desa. Sekretaris Karang Taruna dengan segudang kreatifitas.

Seluruh masa mudanya ia habiskan bersama Zaenab guna memajukan desa mereka. Menjadi contoh untuk pemuda lainnya. Penggerak semangat dan perekonomian warga. Sifatnya yang terbuka membuatnya mempunyai banyak teman. Membuatnya disayang oleh siapapun yang mengenalnya, baik muda baik tua, baik gadis-gadis seusianya ataupun pemuda-pemuda sedesa.

Tidak sedikit yang terang-terangan menyatakan cintanya, atau sekedar memberikan perhatian-perhatian manis guna menarik simpati Zaenab. Semua perlakuan tersebut selalu mendapat balasan menyenangkan dari gadis multitalenta idaman para pemuda. Walau akhirnya tidak sedikit yang menyadari jika memang begitulah karakter Zaenab, terbuka dan tidak peka. Menganggap perhatian-perhatian tersebut bukan tanpa maksud tertentu.

Zakarya sendiri tidak memungkiri jika ia pun sama dengan para pemuda-pemuda lainnya. Menyukai Zaenab si gadis multitalenta. Apalagi dengan jabatannya sebagai Ketua Karang Taruna yang membuatnya hampir setiap saat bersama dengan Zaenab. Hanya saja Zakarya merasa tidak pantas bersanding dengan gadis bermata indah tersebut. Mustahil jika Zaenab akan menerima dirinya.

Tapi sekarang, saat pernikahannya tinggal menghitung hari ia mendengar jika gadis yang ia puja juga menyimpan rasa untuknya. Zakarya membuang napasnya kasar, beranjak pulang dengan langkah gontai. Menyesali setiap jengkal keraguannya.

Zakarya menyadari jika saat ini ia telah salah memilih tempat untuknya berpulang.

S e k i a n

fsastra/prahara/shortstory/2018

Sempiternal [DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang