Harry membuka pintu kamarnya kasar. Ia segera menggeser sebuah meja berukuran sedang ke tengah kamarnya, dan membuka lebar-lebar jendela kamarnya. Niall yang baru saja tiba dan masih mengatur napasnya dibuat heran akan tingkah Harry yang serba cepat untuk memindah barang-barangnya ke tepi kamar.
"Harry, kita semua disuruh mengungsi ke gereja terdekat. Langit semakin gelap dan angin berhembus semakin kencang!" seru Niall.
Harry masih tak menggubris Niall. Diraihnya buku dongeng lama yang tadi ikut ia lempar entah ke mana, kemudian ia letakkan di atas meja belajar yang sudah diposisikannya di tengah ruangan. Zayn serta Niall mengawasi Harry, tak ada sedetik pun mata mereka lepas dari gerak-gerik Harry.
Harry membolak-balikkan buku tersebut, walau hanya empat lembar, Harry terlihat begitu sibuk. Hingga akhirnya ia berhenti di halaman terakhir, di mana kertas bagian bawah buku itu tersobek, dan ia tahu jika itu adalah kertas yang diberikan Louis tadi.
"Sial, kalimatnya jelas tapi tidak lengkap!"
Zayn bertanya gugup, "Apanya yang jelas?"
Harry menarik napasnya dalam-dalam, menelan salivanya susah. Ia kemudian menjelikan penglihatannya pada kertas pemberian Louis tersebut .
"He was born by the hurricane. The one without sword but keep step forward. The darkness will disappear when the prince is coming."
Seketika angin kencang yang masuk melalui celah jendela berhenti. Bahkan suara kekacauan di luar juga perlahan mulai tenang. Ajaib, sinar matahari yang meski hanya sedikit masuk melalui celah jendela.
Harry menutup buku tersebut, membalikkan tubuhnya dengan sempurna hingga menghadap ke arah jendela besarnya. Matanya masih melotot sedikit karena keanehan yang tiba-tiba ini terhenti karena keanehan yang lain pula.
"Tidak bisa dipercaya. Kau membaca beberapa kalimat aneh dan gelap serta angin datang, lalu kau mengusirnya juga dengan kalimat-kalimat lain," ujar Niall. "Apa kau memiliki kekuatan yang kau sembunyikan, Tuan Styles?"
Harry menggeleng pelan selagi tubuhnya membelakangi lawan bicaranya. Zayn masih diam, berusaha mencerna keanehan yang sudah melampaui batasannya untuk memercayai semua ini.
"In—"
BRUK!
Ketiganya kembali fokus ke arah jendela, di mana asal suara sesuatu tersebut jatuh. Keras, mustahil jika itu pot bunga yang ada di atap atas. Bagaimana pun juga, pot itu sudah pernah Harry ikat erat dengan tembok.
Zayn mengeratkan tangannya pada meja. "Apa itu?"
Perlahan, Harry berjalan mendekati jendela. Tirai yang tertiup angin walau sudah Harry menyibak benda itu sebelumnya, membuat situasi makin terasa mencekam. Walau sudah tak seberapa gelap, tapi tetap saja semilir angin sanggup membuat bulu kuduk siapa saja berdiri.
Begitu tiba di bibir jendela, Harry langsung menengok ke bawah. Di atas sebuah bak sampah hijau besar, seorang gadis yang Harry asumsikan sedang mengaduh kesakitan tengah duduk di sana. Harry memicingkan matanya, gadis itu menyibakkan rambutnya ke belakang selagi mengelus-elus kepala bagian depannya.
Harry berbalik, menghadap Zayn dan Niall dengan wajah datar. "Seorang gadis baru saja terjatuh."
"APA?!" teriak Zayn dan Niall bersamaan. "Dan kau masih diam di tempatmu? Di mana hati manusiamu, Harry?" sambung Zayn yang setelahnya langsung mengambil langkah seribu untuk pergi ke gadis tersebut.
Niall menghela napas hingga mengeluarkan suara dari napasnya yang keluar. "Harry, kau keterlaluan jika tetap diam di sana. Ayo, turun."
Pun akhirnya Harry mengikuti Niall ke bawah. Selagi menuruni anak tangga terakhir, Nyonya Payne yang tengah berdiri dengan tongkatnya di sana menyabut dengan wajah sumringah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Utopian
FanfictionNegeri dongeng adalah sebuah tempat di mana kau akan menemukan banyak sekali makhluk khayalan yang sejatinya tidak nyata. Tempat di mana anak-anak kecil menemukan kebahagiaan dalam mimpinya. Juga tempat di mana segala sesuatunya dapat menjadi kenyat...