《1》

222 23 37
                                    

"Di saat paras adalah ukuran sebuah hubungan."

~•~

Ingin rasanya aku melempar Sakti dari ketinggian seribu kaki. Kelakuannya kali ini benar-benar kelewatan. Aku telah menunggunya selama kurang lebih dua jam dan ia baru mengabari jika ia tak bisa datang. Andai saja ada pukulan online, aku akan mengirimkannya seribu pukulan dari tangan kananku dan seribu pukulan dari tangan kiriku.

Dengan perasaan yang masih kesal, aku pulang dan mengunci diriku di dalam kamar. Aku tak ingin ada gangguan dari siapapun, kecuali untuk memberikan asupan nutrisi untuk tubuhku ini.

Kuraih sling bag berwarna merah muda bergambar panda yang berada tidak jauh dari tempatku. Aku mecari benda balok pipih yang ada di dalamnya. Segera ku nyalakan ponsel yang dari tadi ku matikan usai menerima pesan dari Sakti.

Wallpaper dua wajah yang sedang tertawa dengan ikhlasnya itu membangkitkan kenangan dua tahun yang lalu. Kenangan di mana aku masih menjadi anak SMP yang hanya memikirkan makanan, makanan dan makanan dalam hidupku, sampai sekarang juga seperti itu. Intinya saat di mana aku dan Sakti masih baik-baik saja.

Tak ingin berlama-lama memandang kenangan yang tak akan kembali, aku pun membuka aplikasi Instagram. Betapa terkejutnya aku saat melihat postingan baru yang terpampang jelas di berandaku.

Amarahku semakin menjadi-jadi. Postingan foto satu jam yang lalu itu membuatku bukan hanya ingin melempar Sakti dari ketinggian seribu kaki, tapi ingin ku lempar dari luar galaksi bima sakti menuju bumi.

Postingan di akun Instagram milik Raina itu membuatku semakin membencinya. Perebut. Satu kata untuk Raina. Foto dua wajah yang sedang berbelanja di salah satu mall itu adalah wajah Raina sendiri sebagai pemilik akun dan orang yang sedang bersamanya, Sakti. Caption postingan itu membuatku berpikiran bahwa mereka punya hubungan lebih. 'Thanks for your free time Bim❤'. Begitulah caption postingan satu jam yang lalu itu.

Aku ingin menulis komentar pedas dan ingin memarahi Sakti atas kedekatannya dengan Raina. Tapi, apalah hakku melakukan itu semua? Apalah aku di mata seorang Sakti?

Aku menjatuhkan tubuhku ke atas kasur yang dengan setia melindungi agar badanku tetap aman. Tanpa kusadari, air mata menetes membasahi kasurku. Rasa sedih dan kecewa kian bertambah besar. Aku tak menyangka Sakti memilih mengisi hari Minggu ini dengan mengajak Raina jalan-jalan ke mall dari pada menyelesaikan tugas denganku.

Ponselku berdering.

"Oh... jangan sekarang!" batinku.

Kuhapus air mata yang tersisa di sudut mataku. Kuangkat ponselku ke atas, tepat di depan wajahku. Tertera nama Hadar di sana. Aku tak ingin bicara dengan siapa pun sekarang ini. Tapi aku juga tak bisa mendiamkan panggilan masuk itu.

"Halo," kuputuskan untuk menjawab panggilan itu.

"Halo. Tar, sekelompok sama siapa?" sahutan dari orang di seberang sana.

Aku diam sebentar. Tak ingin ku menjawab pertanyaan itu.

"Sama Bima kah?" tebaknya, mungkin karena terlalu lama menunggu jawabanku.

Aku mengangguk pelan. Aku tahu Hadar tidak akan tahu jika aku sedang mengangguk, mengiyakan perkataannya.

"Tadinya sih begitu," jawabku setelah beberapa detik terdiam.

Tentang Aku dan Sikapmu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang