1

521 55 13
                                    

Cuaca hari ini lumayan bersahabat, matahari menampakkan sinarnya setelah beberapa hari ini tidak muncul,karena awan hitam selalu datang.
Aku membuka jendela kamarku, menghirup udara yang masuk dan sedikit meregangkan tulang persendianku.

Hari ini, adalah hari pertama aku masuk kuliah di salah satu Universitas terkenal di Seoul. Aku masuk di jurusan seni, seni musik lebih tepatnya. Entah sejak kapan aku mulai mencintai musik, yang pasti aku selalu ingin bergelut di bidang itu.

"Semoga hari ini menjadi hari yang menyenangkan" Aku mengikat tali sepatuku, dan mulai berjalan keluar apartemenku menuju halte bus.

Belum ada orang. Apakah aku berangkat terlalu awal karena terlalu bersemangat? Ya, benar. Bus akan datang pada pukul 06.20 sedangkan sekarang masih pukul 06.00. Aku duduk sendiri, sambil menikmati susu rasa pisang yang aku ambil dari kulkas sebelum aku berangkat tadi.

Tiba-tiba ada seorang laki-laki berpawakan tegap berjalan menuju arahku. Aku melihatnya, dia menunduk memainkan ponselnya dengan earphone yang terpasang di telinganya. Kemudian dia duduk, jarak kami jauh. Aku di ujung bangku halte, begitupun dengannya. Dia seperti bukan orang Korea, wajahnya lebih ke barat-baratan menurutku.
Entahlah, aku tak memperdulikan itu. Jam berlalu, samakin siang semakin banyak penumpang yang menunggu. Padahal tadi aku hanya sendirian, dan laki-laki itu.

Bus datang. Semua penumpang mencoba untuk cepat masuk, hingga akhirnya aku terhimpit dan kesulitan untuk bisa masuk. Ada tangan yang menarikku untuk masuk kedalam bus, ntahlah itu tadi tangan siapa aku tak tahu. Aku tak bisa melihat dengan jelas, karena badanku yang terhimpit penumpang lain yang ingin masuk. Tapi aku sangat terima kasih pada orang yang menarik tanganku tadi, aku sekarang sudah berada di dalam bus. Dengan begitu, di hari pertamaku masuk kuliah aku tak terlambat. Sudah tidak ada tempat untuk aku duduk, jadi aku harus berdiri. Lagi, aku bertemu dengan laki-laki tadi. Tapi bedanya, dia sudah tak memainkan ponsel dan tak memakai earphone. Dia duduk dengan santainya. Aku menatapnya, dia balas menatapku. Sadar karena dia membalas tatapanku aku langsung mengalihkan pandanganku

Aku berjalan melewati koridor, Universitas ini sangat besar. Aku mulai memasuki kelasku, kelas seni musik.
Baru hari pertama, aku sudah bisa akrab dengan teman-teman sekelasku. Roa dan Sowon, aku langsung bisa akrab dengan mereka. Pelajaran mata kuliah pertama telah usai. Dosen juga sudah keluar. Saatnya istirahat.

"Ayo kita pergi ke kantin, perutku sudah berbunyi dari tadi. Cacing di perutku mulai lapar." Roa menggandeng tanganku dan Sowon

"Kelihatannya cacing di perutmu benar-benar kelaparan Roa-ssi." Sowon mengejek Roa

"Kita langsung ke kantin saja." Aku menarik tangan mereka berdua menuju kantin.

Untuk ketiga kalinya. Aku melihat laki-laki tadi. Apa dia kuliah disini juga? Mungkin. Kenapa aku ingin tahu?. Ah sudahlah.

Aku, Sowon dan Roa mulai makan.

"Perutku kenyang sekali" Roa mengambil satu buah jeruk yang ada di nampan makan Sowon.

"Yak, itu jerukku! Bukankah kau sudah mendapatkan bagian sendiri? Bahkan kau bilang kau sudah kenyang. Tapi kenapa kau mengambil jerukku?" Sowon melepaskan sumpit dan sendoknya, ingin merebut Jeruknya yang diambil oleh Roa.

"Hey, kenapa kalian ribut seperti anak TK? Sowon, kau bisa ambil jerukku jika kau mau. Jangan berebut hanya karena satu jeruk" Aku tertawa melihat mereka berdua, bahkan mereka masih satu hari kenal. Tapi mereka sudah seperti ini.

Aku melihat laki-laki itu lagi. Ketika Aku, Roa, dan Sowon akan kembali ke kelas.
Dia sedang berbicara dengan temannya.

Tak terasa, hari pertama aku kuliah selesai. Tidak begitu buruk, kelihatannya akan sangat menyenangkan kedepannya. Karena aku memang sangat menikmatinya.

Aku berjalan sendiri ke arah apartemenku. Ada suara langkah kaki di belakangku. Ada yang mengikutiku? Ah tidak, mungkin ini hanya perasaanku saja. Semakin dekat, suara pijakan kaki itu semakin dekat denganku. Aku langsung menoleh dan melihat ke belakang. Lelaki itu lagi.

"Apakah kau seorang penguntit?" Tanyaku dengan nada sebal.

"Kau? Kau berbicara denganku?" Tanya dia sedikit bingung.

"Siapa lagi? Bahkan tak ada orang di belakangmu!" Aku menatap kesal ke arahnya.

"Ku kira kau berbicara dengan makhluk lain" Dia berlalu melewatiku dengan santainya. Dan berhenti di depan sebuah pintu apartemen. Memencet beberapa tombol dan masuk ke dalamnya.

Menyebalkan.

Tunggu. Aku mempermalukan diriku sendiri. Dengan menuduhnya sebagai penguntit?
Bahkan aprtemenku dan dia hanya bejarak 3 apartemen. Apa mungkin dia orang baru? Aku tak pernah melihatnya sebelumnya. Oh, ayolah Eunra kau baru saja mempermalukan dirimu sendiri.

Sekarang aku merebahkan tubuhku diatas tempat tidur. Aku menggulingkan badanku ke kanan dan ke kiri. Aku masih memikirkan kejadian tadi, bagaimana bisa mulutku dengan entengnya menyebutnya penguntit? Ah ini sangat memalukan.

Sudahlah, aku tak  akan memikirkan hal itu lagi. Kalaupun aku besok bertemu dengan dia lagi, aku akan bersikap tak pernah terjadi apa-apa.

Aku bangun dari tempat tidurku, dan langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badanku. Setelah mandi, aku langsung bergegas mengambil satu kantong sampah di dapurku dan satu kantong sampah di kamarku. Ya, aku akan pergi membuang sampah di depan.

Ketika aku akan membuang sampah, lelaki itu keluar dari aprtemennya dengan membawa satu kantong hitam. Ya, itu kantong sampah. Aku pura-pura tak melihatnya, dan aku langsung melengos. Padahal jelas-jelas aku tertangkap basah tak sengaja melihatnya.

“Hey, kau” teriaknya

Aku tetap berjalan, berpura-pura tak mendeengarkannya.

“Hey, apakah kau tuli?” teriaknya lagi
Aku berhenti dan membalikkan badan. Menatapnya tajam.

“Apa katamu barusan?” aku bertanya dengan muka kesal.

“Bisakah kau membawa kantong sampahku juga? Kau mau membuang sampah kan?” tanyanya santai.

“Hey, setelah kau bilang aku tuli seenak jidat kau menyuruhku untuk membuang sampahmu.”

“Apa kau bilang?” tanyaku dengan meletakkan dua kantong sampah yang ku bawa.

“Kau benar-benar tuli rupanya” dia langsung menyodorkan kantong sampahnya padaku, kemudian berjalan berbalik.

“Yak! Kau!!” teriakku

“Anggap saja itu permintaan maafmu karena kau sudah menuduhku sebagai penguntit” dia berbicara seperti itu tanpa menoleh ke arahku dan melambaikan tangannya.

“Bahkan aku tak tahu namanya. Seenak jidat dia menyuruhku. Kenapa aku harus punya tetangga seperti itu. Huft.”

Akhirnya, dengan berat hati aku keluar apartemen membawa tiga kantong sampah.

Kemudian aku kembali ke apartemenku, sebelumnya tadi aku sempat mampir ke minimarket sebentar untuk membeli beberapa camilan. Karena persediaan camilan di kulkasku menipis.
Saat aku akan memencet tombol apartemenku, aku melihat wanita berambut pendek sedang mengalungkan tangannya di leher lelaki. Ya, dia lelaki yang menyebalkan itu. Aku membuang muka.

Cih, jadi dia menyuruhku membuang sampahnya kerena ada pacarnya? Sangat menyebalkan
Aku langsung masuk ke dalam apartemenku. Dan menutupnya dengan kasar.

Silahkan komentar, menurut kalian gimana?
Terimakasih~

Serious, I love you!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang