1

208 14 9
                                    

Hujan kala itu, saat senandung dibibir lebih indah dari rintik.
Saat nyanyian itu lebih hening dari sepi.
Ia tak sekedar ucap.
Ia hanya pikiran yang membelit seperti akar yang terus mencuat.
Debar itu juga, ia semakin cepat seolah semesta harus tau, padahal semesta lebih tau.
Apa yang lebih indah dari detak saat raga di depan mata tetapi hati di ufuk sana.
Menerka pun sudah dicoba.
Nyatanya waktu tidak sudi membiarkan kisahnya sederhana.
Konspirasi dalam rasionalitas pun terlaksana.
Hati diporakporandakan, pikiran dikacaukan.
Dinikmati seperti sunyi saat senja itu jauh lebih baik.
Ketimbang meratapi mengapa hatimu terpenjara di hati sana, di hati seseorang dengan sengaja merobek rasa, membuat luka.
Padahal belati sudah ia tancapkan tepat di dadanya.
Tidak berdarah.
Itu sama dengan ulah cupid gemuk bersayap yang kurang ajar memanah ke satu arah yang salah, baginya.
Padahal tidak pernah ada yang salah.
Di dunia ini, jika kau mau menerima dan berpikir mungkin kau akan terkagum-kagum.
Meski tidak sejalan dengan yang kau harapkan.
Tenanglah, ada yang menantimu disana dengan hati yang siap menerimamu jiwa dan raga, bukan teori basi semata.

-Syfr


LarasenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang