Untuk saya, yang malu untuk menyapa. Yang lebih memilih diam meski kamu di depan mata. Degup yang sangat berasa sampai terdengar telinga.
Untuk saya yang hanya berani menulis kamu bersama tarian pena, tak berani berkata. Memendam rasa lewat sajak-sajak indah. Berharap tanganmu yang tak sempat saya sentuh membacanya.
Saya sadar, mungkin tidak seharusnya begini. Saya tahu mencintai itu wajar. Tapi ini aneh, kita sama-sama mencintai. Saya mencintai kamu, kamu mencintai yang lain.
Saya sebenarnya enggan, ketika saya mencuri-curi pandang dari kamu. Melihat-lihat apakah kamu ada. Mencoba menyatukan kejadian satu dengan kejadian lainnya. Menjadi satu simpul yang dapat saya pahami sendiri.
Meski saya tahu, ini bukan sepenuhnya kesalahan kamu, begitu juga saya. Rasa dalam hati begitu saja hadir, dan kita hanya perlu menerima. Meski tidak selalu sejalan dengan yang saya rencanakan.
Saya juga tidak memaksa kamu untuk mengetahui seberapa dalam cinta saya. Saya sendiri tidak bisa mengukurnya. Saya hanya bisa mencoba memahami semuanya, termasuk bagian dari kamu.
Kamu yang hadir dalam setiap angan, setiap malam menjelma menjadi siluet dan menghantui setiap mata saya memandang.
Kamu, tak pernah ingin berhenti menari di kepala. Saya tidak bisa mengusirnya maka dari itu saya menikmatinya.
Menikmati setiap kesempatan yang ada. Karena saya cukup tahu diri. Saya tidak bisa meminta atau menuntut sesuatu perihal kamu, apalagi perihal hatimu...
Hati yang sudah menjadi milik orang lain.
-Syfr