Bagian 2

112 3 0
                                    

      Hari ini ibu masak sayur kesukaan gue yang emang gue idam-idamkan dari sebelum gue pulang kerumah, yaitu sayur kangkung dan ikan asin goreng. Gue emang selalu pesen makanan yang harus dimasak sama ibu sehari sebelum gue sampe rumah dengan tujuan, badan capek gue karena perjalanan bakal terobati dengan masakan khas yang dibuat oleh ibu dirumah. Dan hari ini, gue kebetulan pesen salah satu makanan favorit gue dari SD yang bagi kebanyakan orang, kangkung cuma dianggap sebagai "tongkrongan kodok" karena habitatnya yang ada di rawa-rawa dan biasa jadi tempat berkumpulnya kodok rawa. Apapun itu, gue nggak peduli, karena kalo udah ada di tangan ibu gue, tumbuhan yang tadinya hanya sebagai tongkrongan kodok pun, akan menjadi masakan yang luar biasa buat gue.

      Hari-hari dirumah gue lalui seperti biasa, gue cuma makan, nonton tv, nganter adek gue sekolah, makan lagi, nonton tv lagi, makan lagi, kemudian malemnya baru gue bisa maen ke tempat temen gue (karena kebanyakan temen-temen gue udah pada berkeluarga dan nikah muda, jadi siang hari mereka kerja), dan pulang untuk tidur. Sebenernya rutinitas gue selama dirumah sangat membosankan dan sebisa mungkin gue harus menahan semua hasrat buruk gue untuk minum, ngerokok, dan nyari induk untuk "tidur". Dua bulan gue menahan semua rutinitas menyenangkan itu dirumah, membuat gue kayak di penjara dan kembali lagi ke lingkungan pesantren yang dimana semuanya serba haram dan serba dosa. Ini bukan kehidupan gue lagi, gue udah membuang lencana santri itu sejak lama. Dan sekarang yang gue butuhkan adalah kebebasan, yang dimana nggak gue dapatkan ketika gue SMA. Tapi bagaimanapun juga, gue harus tetep kelihatan sebagai mantan anak santri selama gue berada dirumah. Karena kalo gue katauan nakal atau minum atau ngerokok sama bokap gue, bisa-bisa peluru SS-1 yang ada dirumah bakal bersarang di kepala gue dan besoknya gue dimakamkan di pemakaman umum deket komplek rumah. Bokap adalah seorang Letnan angkatan darat aktif yang tegas terhadap keluarganya, termasuk kepada gue dan juga kedua adik gue. Beliau selalu berprinsip bahwa nggak boleh ada anak-anaknya yang nakal ataupun ngikutin trend-trend anak muda yang sukanya minum-minuman keras dan juga rusak masa depannya karena harus nikah muda. Dan karena itulah, selesai SD gue langsung di drop ke pesantren ternama dengan tujuan untuk mendidik gue dan melindungi gue dari perilaku-perilaku yang bisa merusak masa depan gue. Sejujurnya gue merasa bersyukur karena pernah masuk pesantren dan mengerti ilmu agama, karena gue yakin, suatu saat nanti gue akan membutuhkan itu dan gue bakal hijrah dari semua kehidupan buruk gue selama ini. Seenggaknya gue udah punya bekal dari awal.

      Ayah dan ibu merupakan pasangan yang serasi. Ayah seorang letnan yang tegas dan ibu adalah seorang bidan yang lemah lembut serta penyayang. Mereka berdua saling melengkapi. Jika salah satu anaknya sedang diserang ataupun dimarahin bokap, pasti ujung-ujungnya ibu gue yang akan membela anaknya dan menenangkan bokap yang lagi naik pitam. Dan untungnya, semenjak gue kuliah, jadwal bokap marah ke gue udah nggak pernah lagi atau bisa dibilang, bokap udah percaya dengan gue dan menganggap gue sudah terlalu dewasa untuk dimarahin. Sekarang adalah jadwalnya kedua adik gue untuk siap-siap dimarahin oleh seorang letnan angkatan darat jika memang terbukti ngelakuin salah yang memang udah keterlaluan. Adik gue dua laki semua. Yang satu masih SD kelas 6, dan yang satunya masih duduk di bangku kelas 2 SMA. Sebenernya kedua adik gue ini mau dimasukkin ke pesantren yang sama kayak gue dulu, tapi gue cegah karena memang pada dasarnya kedua adik gue ini menolak. Bukannya apa-apa, gue takutnya kalo anak dipaksa untuk ngelakuin atau masuk ke dunia yang emang dia nggak suka, takutnya malah membuat mereka menjadi berontak dan ngelakuin hal-hal nakal demi dikeluarkan dari tempat tersebut. Karena di pesantren gue udah banyak kasusnya, murid yang emang gak cocok di lingkungan itu sengaja membuat kasus agar dirinya dikeluarkan dari sekolah gue. Dan gue bilang ke bokap bahwa, nggak papa adik-adik nggak ke pesantren, yang penting masukkin mereka ke sekolah unggulan dan punya track record yang baik, serta panggil guru ngaji untuk ngajarin mereka ngaji dirumah. dan entah gimana prosesnya gue juga lupa, ayah menyetujui usulan gue karena mungkin, gue juga memikirkan yang terbaik untuk adik-adik gue.

Bad Story From Bad GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang