Nama gue Angga Pramesa, seseorang remaja lulusan sekolah semi pesantren yang kini menetap di Semarang dan mengambil S1 jurusan Manajemen di salah satu kampus terfavorit disana. Gue hidup sebagai anak perantauan semenjak gue lulus SD dan ini menjadikan gue lepas kontrol dari orang tua gue. Bedanya anak cowok sama anak cewek kalo merantau adalah, kebanyakkan anak cowok akan jarang berkomunikasi atau dicariin dan ditanyain macem-macem sama orangtuanya dirumah. Gue telponan sama bapak gue aja bisa diitung pake jari, paling sebulan sekali, dan itupun kalo ada pembicaraan yang memang urgent banget baru ngubungin satu sama lain. Jauh dari orang tua, kurangnya kontrol dari orang tua, pergaulan yang mungkin terlalu bebas disini, mengingat Semarang gak kalah metropolitan dengan kota-kota besar lainnya, dan kemudahan akses konten negatif di internet, membuat pola hidup gue berubah drastis dan gue ngerasa 6 taun waktu yang gue lalui dulu di sekolah semi pesantren menjadi seperti omong kosong doang. Gue sama sekali nggak nyalahin sekolah gue karena gagal mendidik gue menjadi seseorang yang istiqomah, baik, dan bebas dosa, gue juga nggak nyalahin orang tua gue yang nggak rutin ngontrol anaknya lagi dimana dan lagi ngapain, gue juga nggak nyalahin temen-temen gue yang mungkin juga memberikan pengaruh yang negatif terhadap pola hidup gue. Gue nggak nyalahin siapa-siapa, gue cuma kadang berpikir, kok semudah itu gue dipengaruhi oleh budaya baru yang mungkin dulu waktu gue SMA mandangnya sebagai hal-hal yang buruk, yang pasti giring kita ke neraka, yang dilarang agama, dan lain sebagainya, tapi entah kenapa hal-hal yang dulu gue jauhin, sekarang malah jadi gaya dan pola hidup gue. Gue seperti melakukan hal biasa, seperti melakukan sebuah rutinitas. Padahal gue paham, itu adalah hal-hal yang sangat salah untuk gue kerjakan. Tapi entahlah ya, mungkin hidup gue berubah semenjak gue pergi semakin jauh dari kampung halaman gue. Gue seperti merasa bebas dari pengawasan orang tua sehingga gue nggak takut untuk melakukan hal-hal baru yang berbau negatif di kehidupan gue. Dan inilah gue, cerita yang gue buat karena penyesalan yang teramat dalam dan bagi kalian yang masih menganggap bahwa nakal itu keren, coba kalian pikir lagi, nakal itu nggak keren kok. Coba ubah mindset kalian yang masih menganggap untuk nakal dulu baru sukses, itu adalah pikiran keblinger abad 21.
Entahlah, beberapa malem ini gue nggak bisa tidur dan terus ngerasa nyut-nyutan kepalanya. Badan rasanya mau copot semua dan gue masih berbaring di kasur yang super berantakan sambil memandangi 4 botol yang udah kosong sisa-sisa semalem di depan gue. Pikiran gue masih belum ngumpul semua, entah masih pada mencar kemana. Gue liat jam beker di meja gue menunjukkan hari udah amat siang, jam 15.00, tapi rasanya badan gue belum mau bangun juga dan masih ada sisa-sisa rasa ngilu pada setiap sendinya. Gue udah masuk semester 5, mata kuliah udah tinggal sedikit nggak kayak awal-awal jadi mahasiswa. Dan sekarang pun udah masuk minggu-minggu ujian semester, sehingga waktu kuliah gue pun jadi nggak setiap hari dan hanya hari-hari tertentu aja gue masuk untuk ujian. Gue juga udah nggak ada kegiatan kampus karena setaun gue menjabat jadi anggota BEM fakultas, gue keluar karena pada kenyataannya menjadi seorang anggota BEM itu nggak sekeren pemikiran awal gue ketika mendengar kata BEM. Gue awalnya ngira kalo kita masuk BEM, maka kita akan menjadi wakil dari aspirasi mahasiswa dan menjadi orang yang memerjuangakan hak-hak dari mahasiswa, Namun nyatanya, gue setahun masuk BEM yang didahulukan adalah kepentingan golongan mereka-mereka saja dan memonopoli proyek kampus yang tentunya menghasilkan pundi-pundi rupiah. Apa bedanya BEM dengan para koruptor yang mereka demo?
Semenjak trauma ikut organisasi itulah, sekarang kerjaan gue kalo pulang kuliah nongkrong, kalo ada tugas ya nugas, kalo nggak ada tugas ya maen. Sifat males gue muncul begitu aja, entah dimulai sejak kapan, dan emang sudah menjadi pola hidup gue selama bertahun-tahun menjadi seorang mahasiswa. Ya meskipun gue menjadi mahasiswa atau seseorang yang pemales, tapi itu nggak membuat nilai-nilai mata kuliah gue menjadi jelek. Bukannya sombong, tapi gue bukan orang bodoh, dan saat gue SMP sampe SMA, gue selalu menduduki peringkat atas, yaa meskipun bukan peringkat satu ataupun dua. Gue juga sering mengikuti lomba-lomba akuntansi saat SMA, pernah ikut lomba cerdas cermat dan mewakili sekolah gue untuk ikut lomba akustik di Mall of Indonesia. Gue sebenernya orang bener, bertalenta, dan berprestasi. Namun semenjak gue kuliah, gue merupakan orang paling males di dunia dan udah nggak ada niatan lagi untuk mengembangkan semua potensi yang gue miliki sejak dulu. Mungkin, dulu prestasi gue adalah juara 3 lomba akuntansi tingkat kota, tapi sekarang gue baru bisa dikatakan berprestasi kalo gue udah bisa ngabisin 3 botol minuman keras tanpa ambruk, dan itu membanggakan buat gue serta kawan-kawan gue.
Untuk urusan asmara, gue nggak buruk-buruk amat. Dengan sistem pertemanan gue yang seperti ini, gue bisa aja bawa gadis mana aja yang gue temui di caffe atau diskotik untuk sekedar bermalam di kosan gue dan melupakan kejadian semalem gitu aja keesokan harinya. Bebas, dan terlalu bebas memang. Tapi dengan kita berteman dengan orang-orang yang memiliki prinsip hidup itu sekedar untuk senang-senang saja, kita nggak akan kehabisan stok gadis-gadis yang seperti itu. Gue tinggal pinter-pinter aja ngerayu dan semuanya bakal gue dapetin untuk satu hari, dan kalo emang cocok, maka akan berlanjut seminggu atau dua minggu kedepan hubungan tanpa status seperti itu. Gue menikmati kehidupan kayak gini, hidup serasa bebas dan nggak ada larangan untuk ngelakuin apa aja, nggak ada orang sok suci yang ganggu kebiasaan gue dan gue nggak pernah lagi denger orang nyeramahin kesalahan-kesalahan gue. Gue sadar, kehidupan gue emang udah jauh banget dari kehidupan semi santri. Dan entah dimulai dari hari kapan gue udah melupakan status mantan santri gue dan terjun ke dunia yang penuh huru-hara kayak sekarang ini. Mungkin bagi kalian yang udah lama jadi orang gaul, gue bakal dibilang "musiman" atau labil macam perempuan cengeng yang tenar di youtube gara-gara tangisannya itu. Terserah mau apa pandangan kalian ke gue, tapi inilah gue, dan gue sangat menikmatinya.
Tapi serusak-rusaknya gue, gue tetep nggak pernah berani nunjukkinnya ke orang tua gue dirumah. karena kalo mereka sampe tau gue kayak gini, maka uang bulanan gue bakal di stop dan gue bakal jadi gelandangan di kota Semarang. Jadi sebisa mungkin, gue akan berperilaku sebaik mungkin di depan orang tua gue dan menunjukkan sikap seolah-olah gue masih anak santri yang baik dan nurut perintah agama. Waktu itu gue belum menyadari bahwa apa yang gue lakuin itu munafik, bagi gue itu adalah suatu usaha untuk mempertahankan eksistensi orang tua gue biar dana mereka tetap mengalir tiap bulannya. Dan kebetulan, besok maghrib rencananya gue mau pulang ke rumah dan bertemu keluarga besar gue. Besok untungnya cuma satu ujiang doang, jadi gue nggak harus berkutat dengan materi seharian full karena sore ini pun gue belum bisa bangun dari tempat tidur.
Masih dengan nyawa dan kesadaran gue yang masih belum komplit semua, gue mendengar spintu kamar kosa gue diketuk dan ada yang manggil dari luar.
"Hei, baru bangun?"
Namanya Ika, dia adalah pacar tanpa status gue yang udah berjalan selama kurang lebih 5 hari dan masih bertahan sampe sekarang. Ini adalah hubungan paling lama gue selama gue kuliah, dan bagi gue ini seperti ngejalanin pacaran selama 4 tahun tanpa putus. Dia anak Hukum, ketemu sama gue di salah satu tempat ngopi yang ada di daerah Pleburan. Orangnya manis, kulitnya cokelat eksotis, dengan hidung yang mancung, dan rambutnya pendek sebahu.
Gue mempersilakan dia masuk dan dia pun langsung memeluk erat gue. Gue mencium kepalanya dan membelai rambutnya dengan lembut.
"Kangen." Dia memandang gue dengan manja seraya memanyunkan bibirnya. Gue hapal apa maksud dia kalo udah bilang "kangen", dan gue bisa melihat dari dalam matanya. Gue pun menggendongnya ke pinggir kasur gue dan menyuruhnya untuk duduk.
"Jangan sekarang." Jawab gue.
Masih dengan muka yang memanja, dia pun membalas, "Aku maunya sekarang. Pleaseee."
"Aku capek banget. Badanku masih remuk semua rasanya."
"Nggak papa, bentar aja kok. Ya ya yaa?" Dia mendekatkan wajahnya seraya tersenyum manja kearah gue.
Bener-bener dah kalo cewek udah ngerayu. Tanpa izin terlebih dahulu, dia pun membuka permainannya. Gue nggak tau, efek apa yang bakal gue terima dengan kondisi badan gue yang masih kerasa remuk kayak gini. Ahsudahlah, jalani aja. Toh ini namanya hubungan mutualisme, jika dia yang butuh maka gue yang harus ngalah, namun kalo gue yang butuh, dia juga pasti akan mengalah. Tapi apapun itu, semoga saja nanti malem gue masih bisa bangun setelah semua rutinitas ini, gue berharap, karena besok gue ada ujian Manajemen SDM dan sorenya gue harus pulang ke Palembang.
Baiklah, mari kita mulai, Ika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Story From Bad Guy
RomantizmIni kisah gue, kisah yang beneran pernah gue alami dan membuat gue tersadar akan banyak hal. Semuanya akan gue ceritakan secara gamblang disini, gue akan jujur tentang diri gue, tentang kelakuan gue, dan semua yang pernah gue alami sampe akhirnya bi...