C A R N A T I O N

57 10 2
                                    

Sebuah janji yang menghancurkan segalanya


Aku ingin kita menjadi Vega dan Altair yang saling menyayangi, bukan Vega dan Altair yang terpaksa berpisah.

Altair Erlangga

Aku ingin menjadi setangkai anyelir putih. Namun impian itu terlalu mustahil untuk dapat kurengkuh. Karena dalam kenyataan, anyelir kuning tidak bisa merubah warnanya menjadi putih.

Vega Anyelir

-Carnation-

11 Agustus 2016

Berulang kali Anya menekan tombol remote yang ia pegang. Berbagai channel telah berhilir mudik di layar televisinya. Gadis itu menghela nafas kasar, lalu membanting remote tersebut pada sofa. Ia lalu menyandarkan tubuhnya pada kepala sofa dan hendak memejamkan matanya. Belum sempat aksinya terwujud sebuah suara membuat mukanya merah padam karena kesal.

"Assalamualaikum," teriak seseorang dari arah pintu rumah Anya. Cewek itu masih bergeming. Wajahnya berangsur normal, dan ia berniat memejamkan matanya lagi.

"Lah, si Aan lagi tidur," ucap seseorang itu lalu duduk di samping Anya tanpa meminta izin terlebih dahulu. Orang itu bahkan masuk kedalam rumah Anya padahal tidak ada yang menyuruhnya masuk.

Orang tersebut memantul mantulkan tubuhnya di sofa membuat Anya mengerang kesal. Moodnya yang sedaritadi memburuk kini bertambah semakin buruk. Sepersekian detik, Anya menegakkan tubuhnya, iris coklatnya menatap tajam seseorang yang telah menganggu rencananya untuk tidur. Dengan sekali tarikan nafas, Anya meneriaki orang itu.

"LANG, BISA NGGAK SIH LO NGGAK GANGGUIN TIDUR GUE," Elang yang terkejut segera memalingkan wajahnya dan menemukan paras Anya penuh dengan kekesalan.

"Gue mau nungguin bang Alan, biasa mau main ps," ujarnya tenang diselingi suara cengengesan.

Anya meraup wajahnya sendiri. "Nungguin sih nungguin tapi gak usah ngerecokin orang mau tidur," Anya semakin naik darah karena cowok yang dimarahinya seperti tidak merasa bersalah, cowok itu menarik ujung bibirnya keatas membentuk senyuman. Anya ingin muntah rasanya.

Niat Anya untuk tidur pupus sudah. Ia meraih remote yang dibantingnya tadi lalu mulai menekan-nekannya. Ia menaruh remotenya ketika layar televisi menampilkan kartun kesukaannya yaitu Shaun The Sheep.

"Ganti dong An. Masa cewek segede elo masih suka nonton Shaun The Sheep," kritik Elang. Bukannya mengganti channel tv, Anya justru membaringkan kembali kepalanya. Ia menghiraukan ucapan Elang, menganggapnya angin lalu.

Tak mendapat respon dari Anya, Elang langsung merebut paksa remote yang ada disamping Anya. Cowok itu segera mengganti channel televisi tanpa menunggu persetujuan Anya.

"Kok lo ganti sih!" Kesal Anya. Tangannya terulur guna meraih remote yang Elang pegang. Namun gerakan Elang sangat gesit membuat Anya tidak bisa merebut remote tersebut. Keduanya terus berebut remote sampai sebuah suara menginterupsi.

"Kebiasaan kalo ketemu pasti berantem terus," celetuk Alan yang sudah berdiri disamping televisi. Suara tersebut menarik perhatian Elang hingga ia melupakan adegan saling merebut remote barusan. Melihat perhatian Elang teralihkan, Anya segera mengambil remote yang ada di tangan Elang. Selanjutnya sebuah senyum kemenangan tercetak di bibir gadis itu. Mengetahui telah kalah, Elang menatap Alan yang masih tetap pada posisinya.

"Gara gara lo sih bang," ucapnya kepada Alan. Alan geleng-geleng kepala sembari meninggalkan kedua makhluk Tuhan yang masih saling melayangkan tatapan mengejek satu sama lain. "Kekamar gu Lang, kita main ps," mendengar perintah Alan, Elang kemudian bangun dari sofa. Sebelum benar-benar enyah dari tempat itu, Elang melirik ke arah Anya yang sedang menjulurkan lidahnya kepada Elang.

plu·ral·ismTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang