"Ah, ga ada yang seru deh film-nya malam ini. Mending gue keluar aja kali ya sekalian cari udara segar?" tanya Fara.
Tidak ada jawaban bagi pertanyaannya. Hanya sunyi yang menghiasi ruangan apartemennya. Tanpa berfikir lama, ia memutuskan untuk berganti pakaian lalu keluar menikmati indahnya pemandangan malam di langit London.
Malam itu terlihat seperti malam minggu pada biasanya. Remaja menghabiskan waktu bersama teman atau pasangan, tapi malam itu berbeda bagi Fara. Baginya, itu malam minggu pertama yang iia habiskan tanpa pasangan, teman, maupun keluarga.
Ya, Fara memutuskan untuk melanjutkan kuliah di luar negeri, lebih tepatnya, Inggris. Mungkin negara itu tidak asing bagi sebagian orang, tapi baginya, negara itu tidak pernah terlintas di otaknya.
"Udah siap, dandan udah rapih, tapi ga ada yang nemenin. Kenapa coba gue disini?" Fara bergumam.
Pintu lift terbuka, namun ia masih bingung harus pergi kemana. Ia pun menekan tombol lantai bawah, tiba-tiba dia mendengar teriakan dari luar.
"Tunggu!"
Di hadapannya berdiri seorang pria tampan, entah berapa usianya, yang membuat Fara tercengang.
"Ada yang aneh dengan pakaianku?" tanya lelaki itu.
Fara terkejut dengan pernyataannya. "Tidak, maafkan reaksiku."
"Ah tidak apa-apa. Boleh aku masuk? Kau sepertinya tidak mengizinkan memasuki lift ini," canda lelaki tersebut.
Fara terdiam, lalu mundur ke belakang untuk mengizinkan pria itu masuk.
"Haha, tidak perlu canggung. Aku hanya bercanda. Namaku Aldric. Sepertinya kau baru disini. Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya," lelaki itu mehulurkan tangannya.
Dengan tersipu-sipu, Fara menjawab. "Namaku Fahira. Panggil saja Fara. Aku baru pindah kesini seminggu yang lalu."
"Murid baru? Jurusan apa yang kau ambil?" tanya Aldric.
"Psikologi," jawab Fara singkat. Dia tak bisa lagi menahan malu. Terlihat jelas dari pipinya yang merah merona.
"Ding."
"Wah, sepertinya kita akan sering bertemu. See you around then?" Aldric tersenyum, lalu keluar dari lift.
"I hope we'll see each other a lot more," batin Fara menjawab pertanyaan Aldric.
"AAAAHHH! Apakah yang aku lihat tadi adalah pangeran impianku? Mimpi apa aku semalam?" Fara memukuli muka, seakan tak percaya dengan apa yang dia lihat.
Fara menginjak keluar pintu resepsionis dengan wajah sumringah. Ia terlihat lebih ceria daripada ketika ia meninggalkan kamar apartemennya. Fara memutuskan untuk ke restoran kesukaannya, dan memanjakan dirinya dengan makanan-makanan kesukaannya.
———————/———————
"Tapi beneran deh Vi. Ya Allah ganteng banget deh tuh cowo. Gue bener-bener cengo di lift itu," cerita Fara pada sahabatnya, Vianka.
"Iya deh Far. Gue percaya banget sama selera cowo lu. Lain kali difotoin coba cowonya biar gue bisa liat. Kan kalau gini gue cuman ngebayang-bayang doang," ledek Vianka pada Fara.
Vianka dan Fara sudah bersahabat sejak duduk di bangku SMP hingga SMA. Ibarat kata mereka bagaikan surat dan perangko. Tiada artinya tanpa satu dan yang lain. Dimana ada Fara, disitu ada Vianka, dan juga sebaliknya.
Saat Fara memutuskan untuk mengambil beasiswa ke luar negeri, semua sempat berfikir bahwa Vianka akan melakukan hal yang sama. Hanya saja Vianka tidak seberuntung Fara untuk mendapatkan beasiswa tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
London's Skyline
Teen FictionKetika kamu dihadapkan dengan pilihan, mencintai atau dicintai, maka apa yang akan kamu pilih? Begitulah situasi Fara di saat itu. Dihadapkan dengan pilihan tentulah bukan mudah, apalagi bagi seseorang yang easy-going seperti dirinya. Mencintai atau...