Bagian Tiga: Day Two!

29 7 7
                                    

Ada malaikat yang berdiri di depan pintu kamar Nadine. Berbaju koko putih, berkain sarung coklat kotak-kotak, wajahnya bersinar bagai cahaya. Berbanding terbalik dengan Nadine di hadapan malaikat itu: rambut berantakan, mata belekan, wajah kucel dan berpakaian piyama spongebob, kuning-kuning.

Nadine menguap dengan lebar, seperti kuda nil lagi mau makan.

"Eh ... gue kesedot, nih, tolong!" Alzi dengan gaya dramatis namun tetap ganteng itu menjahili Nadine.

Nadine segera menutup mulutnya dengan tangan. "Astaga," ucapnya lalu menundukkan kepala. Nadine ini sebenarnya malu apa malu-maluin, sih?

Alzirus Araine berdecak, "Astaghfirullah, bukan astaga."

"Eh ... iya-iya, maaf."

"Lo ... nggak salat?" tanya Alzi.

Nadine nyengir-nyengir seperti anak kecil. "Eh? Besok aja, hehehe."

Alzi memutar bola matanya. "Ya udah, buruan cuci muka, terus ganti baju. Terus kita pergi."

"Oke."

Nadine berlari ke bawah untuk cuci muka, lalu kembali lagi ke kamarnya. Entah kenapa, Nadine seperti merasa deg-degan saat ini. Padahal 'kan, Alzi itu sepupunya Nadine. Bukan preman pasar yang bikin deg-degan saat lagi dicegat di pintu masuk pasar. Nadine jadi sedih.

"Nad, udah belum? Lama, ya." Suara malaikat yang baru saja keluar dari kamarnya terdengar lagi. Hadududu tiap hari diteriakin begini gak apa-apa, deh. Nadine mau-mau aja.

"Iya, bentar." Nadine membuka pintu, memperlihatkan dirinya yang tetap tidak sebanding dengan malaikat itu. Hoodie biru dongker, celana training silver, rambut yang dikuncir kuda dan dilindungi oleh topi putih. Wajahnya sudah sangat fresh like an ice cream.

"Ayok," ajak Alzi sambil menggenggam tangan Nadine hingga sampai di dalam mobil.

Waduh, jantung, kamu masih baik-baik aja 'kan? tanya Nadine dalam hati pada dirinya sendiri.

Sudah naik mobil dibukain pintunya kayak tuan putri. Turunnya juga dibukain pintu kaya anak majikan. Haduh, Alzi ini pintar sekali memanjakan anak gadis orang.

Mereka sekarang sudah berada di sebuah taman yang Nadine tidak tahu itu taman apa, yang jelas untuk jam setengah enam seperti ini sudah ramai orang-orang yang berlari pagi.

Mereka akhirnya jogging. Temanya aja, sih, jogging. Padahal tujuh puluh persen, Nadine hanya berjalan, dan Alzi berlari kecil untuk menyeimbangi Nadine.

Sudah sekitar setengah jam, akhirnya mereka duduk di kursi taman, Alzi yang lari, Nadine yang mengas.

"Bentar ya, Nad. Tunggu di sini, jangan ke mana-mana."

"Kamu mau ke mana?" Nadine takut 'kan ya, kalau dia ditinggal sendirian, terus misalnya Alzi ternyata malah pulang, dia pulangnya sama siapa? Ini kan Jakarta, Nadine gak tau apa-apa di sini.

"Beli minum, tuh di situ,"

"Oh, oke deh,"

Selama Alzi membeli minum, Nadine hanya sibuk memandang ke kiri dan ke kanan, melihat orang-orang yang entah kenapa semakin ramai. Ah, Nadine rindu suasana ramai seperti ini. Nadine kan seperti cacing, cuma di dalam tanah aja, jarang keluar kalau gak dicongkel orang buat keluar. Nadine lebih sering menghabiskan waktunya di rumah, sekolah di rumah, private gitar di rumah. Serba di rumah. Membosankan.

Teman Nadine sebenarnya banyak dikalangan komunitas pecinta gitar, namun teman terdekatnya bisa dihitung pakai jari, yaitu Bi Rasti, asisten rumah tangga di rumahnya. Yang kedua, Pak Budi, supir pribadinya. Yang ketiga gitar kesayangannya, yang keempat Robibob---kucingnya. Sisanya, ya, palingan teman-teman dunia maya, followers-followersnya.

Di sini kebanyakan orang berolahraga dengan keluarga lengkapnya, membuat Nadine menghela napas pelan. Membayangkan jika Papa dan Mamanya ada di sini, mereka bersama-sama membagi kasih. Ah, rasanya Nadine tidak pernah merasakannya.

"Eh, lo Nadine 'kan, ya?" tanya seorang laki-laki dengan tiba-tiba yang memecahkan lamunan Nadine.

Nadine mengerutkan sedikit kedua alisnya, lalu memiringkan kepala. "Iya, kamu siapa?"

Laki-laki itu menggaruk kepalanya yang sebenarnya tak gatal. "Lo lupa sama gua? Yang di event live acoustic waktu itu," ucapnya, "yang sebenarnya bakal dapet piala kemanangan berturut-turut, tapi gara-gara lo, gua kalah. Lo sih, keren banget," lanjutnya.

Nadine mengangguk-anggukan kepalanya. "Oh, tau-tau. Waktu itu, kamu matanya sinis banget ngeliat aku 'kan? Lucu hehe." Nadine terkekeh. Sebenarnya, Nadine lupa siapa nama lelaki ini, tapi dia ingat betul kejadian waktu itu.

"Iya. Sorry, ya. Abisan kesel. Eh, lo sendiri?" tanya lelaki itu, lalu dia duduk di sebelah Nadine.

"Eh, aku sama ... ah, itu," tunjuk Nadine ke arah Alzi yang sedang menuju ke arah mereka.

"Ooh, itu cowok lo, ya?" tanya lelaki itu.

"Lo, siapa?" Alzi bertanya dengan nada sedikit datar, um ... biasa aja, sih, sebenarnya.

Lelaki itu mengulurkan tangannya ke arah Alzi. "Gua Keenath, temennya Nadine."

"Alzi. Pacarnya Nadine." Alzi membalas uluran tangan Keenath. Nadine kaget. Jantungnya berdebar dua kali lebih kencang.

Apa-apaan, sih, Alzi.

"Ooh, yaudah, gua mau balik. See you, Nad. Bye." Keenath mengangkat tangannya sekali ke arah Nadine, dan menatap Alzi sekilas.

Alzi memberikan sebotol air mineral kepada Nadine. "Nih, Nad. Minum dulu."

"Oke, thanks." Nadine mengambil minum yang diberikan Alzi.

"Kamu kenapa---" "Dia siapa---" Nadine dan Alzi berbarengan bertanya.

"Lo duluan, deh." Alzi mengalah.

"Kamu kenapa bilang kalo aku itu pacar kamu?" tanya Nadine sambil menunduk malu. Pipinya memerah.

"Ooh, nanti kalo gua gak bilang gitu, lo bisa-bisa digangguin," ucap Alzi, lalu melempar bekas botol air mineral yang telah habis tepat ke arah tong sampah.

"Oh, gitu, ya." Nadine hanya nyengir-nyengir. "Kamu mau nanya apa tadi?" lanjut Nadine.

"Dia tadi siapa?"

"Temen aku,"

"Temen apa? Temen deket rumah? Atau?"

"Anu ... pokoknya temen."

"Iya, kenalnya dari mana?"

"Dari acara live akustik, di Jakarta tiga bulan yang lalu. Jangan marah."

"Ooh. Gak papa, emang ngapain gua marah?"

"Ya, gak tau. Tapi wajah kamu serem. Nada bicara kamu juga serem."

"Hm ... yaudah, yuk, pulang," tuntas Alzi lalu melingkarkan tangannya ke bahu Nadine.

Nadine sekarang nggak tahu kenapa jantungnya terasa di pukul-pukul palu godam. Perutnya geli. Pipinya memanas. Astaga! Ada apa dengan Nadine? []

Cerita tentang NadineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang