2# Enam tahun yang lalu

637 77 24
                                    

Lantai putih kantor polisi itu kian dingin di kakinya yang telanjang. Ia mendesah, kira-kira berapa lama lagi ia di sini? Hari ini jauh lebih lama dari pada biasanya. Dan lagi polisi tua itu belum kelihatan juga, atau terdengar suaranya. Apa maunya dia sekarang?

Ia menggerakkan pergelangan tangannya yang nyaris terjepit lingkar borgol. Tadi ia sudah berusaha menegangkan lengan-lengannya saat polisi memasangkan borgol itu. Kata teman satu selnya, hal itu akan membuat borgol terpasang lebih longgar, dan jika beruntung bisa meloloskan ibu jari dari sendinya, dia akan bisa melepaskan diri. Tapi ternyata sama saja. Tangannya masih terjepit lingkar borgol dan bagian sisi pergelangannya mulai lecet karena ia terus berusaha melepaskannya sejak tadi.

Pintu terbuka. Tanpa harus mengangkat wajahnya dari meja, ia bisa melihat polisi berperut gendut itu berdiri di ambang pintu. Dengan cangkir kopi di satu tangan dan gulungan koran di tangannya yang lain, memandanginya. Batinnya menebak-nebak apakah polisi itu akan menanyakannya pertanyaan yang sama seperti dalam empat belas hari terakhir ini.

"Dayung.., kau sudah makan?" polisi itu bertanya tanpa bergerak dari tempatnya berdiri. "Heh...! Aku tanya!"

"Peduli apa Sampeyan, saya makan atau ndak?" ia menjawab datar.

"Martoyo bilang kau sudah di sini sejak pagi. Tentu saja aku peduli kau makan atau tidak, karena kau di sini sebagai tahananku. Tanggung jawabku. Kalau kau mati kelaparan, aku bisa dipecat oleh negara," sambil nerocos bicara, sosoknya berjalan masuk dan mengambil tempat duduk tepat di depannya. Polisi itu menatapnya dengan tajam dan ia membalas dengan lirikan angkuh yang tak sekuat yang diharapkannya.

"Mengherankan sekali Tamiri belum berusaha mengeluarkanmu dari sini."

"Sudah saya bilang saya tidak ada hubungan apa-apa sama Tamiri."

"Jadi Tamiri tentu saja tidak tahu kalau kau di sini?"

"Tamiri juga ndak tahu siapa saya."

Laki laki itu menggumam sambil menghirup kopinya, tanpa melepaskan pandangan dari tangkapannya empat belas hari yang lalu.

"Aku sudah mencari tahu. Kau memang bukan anak buah Tamiri."

"Jadi sekarang saya disel karena saya nyopet Sampeyan?"

"Masa tahanan peringatanmu sudah habis. Kau boleh pergi. Tapi kalau kau tertangkap mencopet lagi, kau mungkin akan bertemu denganku. Itu kalau kau belum mati dibakar masa."

Polisi itu berhenti lama, membuat dia bertanya-tanya kapan borgolnya akan dilepaskan kalau memang dia sudah boleh pergi. Tetapi setelah menghirup kopinya beberapa kali dia membuka mulutnya lagi,

"Aku bisa menawarkanmu perlindungan dan kekebalan hukum dari tindakan kriminalmu mencopet kalau kau mau membantu polisi."

Dayung berhenti menggerakkan tangannya yang berusaha melepaskan diri dari borgol itu.

"Tetaplah di jalan, awasi gerak-gerik Tamiri dan orang-orangnya. Kalau kau bisa membantu polisi mengungkap kejahatannya. Kau akan dapat penghargaan yang layak dari negara."

Dayung mengangkat pandangannya dari borgol itu, memandang orang di hadapannya dengan sudut mata. Menangkapnya? Ia akan membunuhnya dengan senang hati.

***

#hai guys.... Ada beberapa istilah dalam bahasa jawa dalam cerita ini karena latar ceritanya adalah kota Banyumanik di Semarang, sebagian besar akan bisa kalian ketahui maknanya melalui konteks, sebagian lagi aku memberikan catatan di awal bab di bawah judul. Semoga tidak menyulitkan kalian untuk memahami . kalau ada pertanyaan bisa kalian sampaikan lewat comment. Aku akan senang sekali menjawabnya. Jangan lupa vote ya.#

Sampeyan: Anda

Dayung Preman Pasar ManikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang