Prolog.

59 11 10
                                    


Pagi yang cerah,

Aku telah bersiap untuk pergi menuju tujuan utamaku pagi hari ini. Dengan hanya bermodalkan sarapan dengan roti selai kacang dan uang yang tak seberapa, ku mulai hariku ini dengan semangat seperti biasanya.

Setelah aku berpamitan dengan Bunda akupun menuju halaman rumah untuk bersiap dengan sepeda menuju tujuanku. Akupun mulai mengayuh sepedaku dengan gembira menuju tujuanku, dengan menghirup udara pagi hari ini kurasa inilah yang harus aku syukuri karena Tuhan masih berbaik hati untuk memberikanku hidup dan masih dapat bernafas saat ini.

Tak terasa, akupun sampai ke tempat tujuanku. Ku taruh sepedaku di halaman parkir tempat tersebut, lalu aku mulai memasuki tempat itu dengan gembira.

"Hai, pagi mentari!"
Sapa Bu Stella bersemangat.

Akupun menjawab dengan senyuman ceriaku serta ku berbicara seolah aku berkata, 'Pagi juga Bu Stella.' walaupun yang keluar dari mulutku bukanlah suara seseorang berbicara pada umumnya. Namun, hanya terdengar suara yg tak jelas terdengar dan ya, itulah aku.

Karena Bu Stella sudah sering sekali bertemu dan sangat kenal denganku, Bu Stella langsung mengerti apa yang aku bicarakan dari apa yang aku ucapkan di bibirku.

"Yasudah, kamu ambil kotak susu yang bertuliskan namamu. Disitu sudah tertera nama orang yg memesan susu pagi ini."

Ucap Bu Stella seraya membantuku mengangkat kotak tersebut ke bagian belakang sepedaku untuk di ikat dengan tali agar tidak jatuh berhamburan.

Setelah selesai, ku ucapkan terimakasih kepada Bu Stella karena telah membantuku merapihkan pekerjaanku.

Ku menggunakan bahasa isyarat yang mengartikan terimakasih denganku sertai senyum kepada Bu Stella.

Maaf sebelumnya, mungkin kalian pikir aku bersekolah.

Tidak, aku tidak bersekolah. Setiap harinya aku berjualan susu segar milik Bu Stella yang ingin berbaik hati memberiku pekerjaan. Walaupun awalnya ia menolak karena ia tidak ingin memberatkan diriku, tapi kurasa aku malah sangat senang dengan pekerjaan ini.

Inilah kondisiku.

Aku tak melanjutkan sekolah dikarenakan aku tak memiliki biaya yang cukup untuk menghidupi Bunda dan diriku sendiri. Karena aku yang 'Berkebutuhan Khusus' tak banyak pula sekolah umum yang ingin menerimaku. Aku bekerja seorang diri saja.

Bunda sudah tak sanggup lagi untuk bekerja, ia sakit keras. Beliau selalu saja memaksakan diri untuk berkerja agar dapat menyekolahkanku lagi, tapi aku menolak. Bundaku lah yang lebih membutuhkan biaya tersebut untuk berobat di bandingkan diriku.

Mungkin, sudah cukup aku menceritakan sedikit hidupku yang berat. Walaupun seberat apapun, aku harus dan wajib menjalaninya.

Aku tahu, ini adalah yang terbaik dari Tuhan untukku.

🌞🌞🌞

sorry if theres something that not make sense ahahaha.

penulis amatiran yang masih nyoba buat bikin teenfict sebisa mungkin.

FragileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang