Selama di kamar mandi, Alden banyak melamun. Ia tidak menyangka semuanya akan berubah secepat ini, dan ia sedikit tidak suka, karena sering bertingkah gugup tanpa direncanakan. Ia tidak usah mengingat bagaimana cara wanita itu membencinya dulu. Dan sekarang, setelah isi kepalanya benar-benar kosong, wanita itu bertingkah seolah-olah mereka benar-benar sepasang suami-istri. Oh ayo lah, Ald, kalian memang benar-benar sudah menikah, kan?
Alden memakai handuk dan melilitkannya di pinggang. Lalu ia melangkah keluar dari kamar mandi tanpa berpikir akan kembali kaget, dan mungkin segera mendapatkan serangan jantung setelahnya. Sanya berdiri di depan pintu kamar mandi sembari tersenyum, mengangsurkan pakaian tidur—berupa kaus ringer putih dan celana panjang—untuknya. Ia segera berdeham, meraih pakaian itu dan menggumamkan kata terima kasih yang tidak jelas.
“Aku tunggu di balkon kamar.” Wanita itu menunjuk ke luar jendela berkaca lebar di ujung kamar.Alden hanya mengangguk. Untuk menyelamatkan harga dirinya dari sikap gugup di hadapan wanita itu, ia segera kembali ke kamar mandi dan berniat untuk berganti pakaian di sana.
Lima menit kemudian Alden sudah berganti pakaian dan melihat Sanya kini sedang berdiri memegang pagar balkon. Alden menghampiri, berdiri di samping Sanya dan detik berikutnya melihat senyum manis wanita itu.
“Ini lebih baik daripada AC.” Sanya memejamkan matanya lalu menghirup dalam-dalam udara malam di sana, membiarkan anak rambutnya bergoyang-goyang karena tiupan angin. “Jadi ini yang kita lakukan untuk menghabiskan malam akhir pekan?” tanyanya.
Ah, ya. Tentu tidak. “Ya.” Alden memandang ke atas, langit yang ternyata benar-benar bertabur bintang, mengingatkannya pada kebohongan tadi sore.“Jadi, rumah seperti apa yang kita impikan? Kota-kota romantis mana saja yang ada dalam daftar rencana kita? Lalu….” Sanya terlihat berpikir, dan Alden berharap wanita itu tidak mengucapkan kalimat selanjutnya. “Lalu, tentang bayi-bayi. Berapa banyak bayi yang akan kita miliki?” Dan harapan Alden musnah.
Alden mengusap wajah dengan gerakan gusar. Mungkin untuk pertama kalinya, ia merasa keberadaan Bana sangat berharga, untuk membantunya membual lagi. “Kita bisa bicara sambil duduk?” Alden menarik dua buah lounge chair, yang memang berada di teras itu, untuk sedikit mendekat pada pagar balkon.
Sanya hanya membalikan tubuh, menatap Alden yang kini sudah duduk. “Jadi?” tanya Sanya, wajahnya terlihat antusias, dan itu membuat Alden semakin merasa bersalah.
“Kita… selalu berharap punya rumah di daerah berudara dingin. Dengan banyak jendela berkaca lebar dan memiliki sirkulasi udara yang baik.” Alden melirik Sanya sekilas, melihat wanita itu tersenyum. Ia tahu, penjelasan tentang rumah yang ia gambarkan itu sangat standar sekali, padahal ia ingin menyesuaikan dengan kemungkinnan yang Sanya inginkan sebagai arsitek lanskap. “Lalu, kota pertama yang ingin kita kunjungi adalah Maldives. Dan….” Ia tidak pernah membayangkan kota romantis sebelumnya, sama sekali. Sehingga buntu akal. “Dan masih banyak lagi.” Lalu berdeham.
Sanya berdecak. “Kita berencana untuk hidup bahagia sepertinya.”
Semua orang berencana begitu, Sanya.
“Dan … bayi-bayi kita?” Sanya kini mendekat, berdiri di hadapan Alden.
Oh, oke. Alden segera tersedak udara, dan ia berdeham lagi. “Kita.…” Ia berpikir cukup lama. “Kita. Akan. Punya. Tiga. Ya, tiga.” Ia mengusap samping lehernya. “Tiga anak.”
Sanya terkekeh setelah mendengarnya, dan itu sesuatu yang baru lagi bagi Alden. Apakah sebenarnya Sanya memang seceria ini? “Apa kita memang biasa membicarakan hal ini?” tanyanya kemudian.
Alden menoleh cepat saat Sanya duduk di sampingnya setelah mengibaskan rambut ke belakang. Wangi stroberi, ia mengenal wangi dari rambut itu. Juga wangi floral yang mungkin dari body lotion yang dipakai Sanya, itu sangat familier.
KAMU SEDANG MEMBACA
Light in A Maze [Sudah Terbit]
Romance[Sudah terbit dan bisa didapatkan di Gramedia dan toko buku terdekat atau WA ke nomor : 0857 9702 3488] Sanya Pratham Pria itu suamiku, katanya. Aku tidak ingat, tetapi semua orang di dekatku berkata begitu. Itu yang membuatku gelisah, karena saat m...